Untuk yang pimpinan, dengan berbekal badan dan seorang staf pendamping, maka dirinya tidak perlu lagi pusing soal laporan dan mengurus SPD. Semuanya dikerjakan oleh staf, bahkan ada pimpinan yang berani berkata "Saya ajak kamu biar bisa jalan, ada uang tambahan".
Dari kalimat itu, pimpinan ini merasa bahwa tanpa dirinya tidak mungkin si staf bisa jalan-jalan dan dapat uang tambahan. Dirinya telah berjasa atas hidup si staf. Berkat dirinyalah maka staf bisa menikmati perjalanan dinas itu. Pimpinan dalam hal ini lupa akan posisinyaa, dirinya dianggap sebagai bos.
Sebenarnya pimpinan tidak benar-benar peduli dengan apa yang didapatkan di dalam acara yang diikutinya, mereka mengamanatkan kepada si staf untuk benar-benar belajar, membuat laporan, dokumentasi dan sebagainya, agar dirinya tampak bekerja melalui laporan yang dibuat oleh si staf. Sepulangnya juga begitu, yang mengerjakan semuanya adalah staf yang ikut mendampinginya tadi.
Posisi staf hanyalah menjadi sapi perah oleh pemangku jabatan yang tidak bertanggung jawab, staf mengamankan penghasilan bulanan dan segala tunjangan yang dinikmati oleh pemangku jabatan tadi. Yang bekerja lebih keras adalah staf, sedangkan pimpinan hanya menyampaikan hasil kerja si staf kepada atasannya.
Siapa yang tidak mau jalan-jalan apalagi jika dibiayai oleh negara?
Sudah lama anggaran belanja perjalanan dinas dimanfaatkan dengan tidak bertanggung jawab. BPK menemukan biaya perjalanan dinas PNS ganda atau tidak sesuai ketentuan Rp 25,43 miliar sepanjang tahun 2018 dan penggunaan anggaran daerah selalu disimpangkan dengan biaya perjalanan dinas yang terus meningkat dari tahun ke tahun.Â
Sebagai contoh, uang harian ke provinsi misalnya Rp 350.000, tiga hari di provinsi honornya bisa setera UMP buruh selama sebulan, belum lagi yang bermain dengan tiket hotel. Besar bukan? Pemerintah harus melawan kebocoran uang negara dari perjalanan dinas aparaturnya.
Penulis merasa anggaran yang besar dengan output seperti keadaan di atas tidak pantas dan tidak seharusnya dikeluarkan oleh negara. Pemerintah butuh fasilitas video converence di lembaga-lembaga negara untuk menghemat anggaran perjalanan dinas. Manfaat lainnya, kegiatan-kegiatan dapat diikuti lebih banyak orang.
Di kantor, para staf dapat mengikuti video conference bersama dengan pimpinannya (sama-sama terbina, sama-sama pandai). Video converence juga menguji motivasi seseorang yang melakukan perjalanan dinas dari yang sekedar ingin jalan-jalan kepada benar-benar ingin bekerja. Tentunya ada beberapa pengecualian bila pertemuan itu tidak memungkin dilakukan dengan video conference, misalnya supervisi/blusukan.
Akankah pemerintah mengambil kebijakan ini? Akankah pimpinan-pimpinan lembaga setuju? Akankah masyarakat mendukung? Perlu diingat bahwa ini adalah uang rakyat! Harus dimanfaatkan dengan sungguh-sungguh, bukan diperalat, digunakan dan dihabiskan hanya untuk seremonial belaka dan mereka yang tidak benar-benar bekerja.