Mohon tunggu...
Hendy Adinata
Hendy Adinata Mohon Tunggu... Freelancer - Sukanya makan sea food

Badai memang menyukai negeri di mana orang menabur angin | Email: hendychewadinata@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kho Ping Hoo, Kitab Sakti Pancasila dan Ketidaksaktian Pancasila

1 Oktober 2019   15:25 Diperbarui: 1 Oktober 2019   15:41 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tidak jarang banyak pendekar dari golongan hitam ingin memiliki kitab-kitab langka tersebut. Berbagai upaya mereka lakukan, bisa mencuri dengan menyusup diam-diam, bisa juga dengan menyamar dan belajar di sana hingga mahir atau bisa juga dengan datang terang-terangan untuk menaklukan pimpinan perguruan. Semuanya ditempuh demi satu hal yaitu menjadi jago silat tanpa banding di dunia kang ouw.

Bicara tentang kitab, Pancasila mungkin dapat diibaratkan sebagai sebuah kitab sakti. Pancasila merupakan sebuah kitab langka yang hanya dimiliki oleh perguruan yang bernama Indonesia. Kitab ini berisikan berbagai pengertian, berbagai teknik dan jurus untuk mempersatukan bangsa dalam keberagaman yang ada. Terangnya kitab ini mampu menaklukan berbagai kesukaran dan menjadi kendaraan bagi negara untuk merajai dunia.

Walau kitab ini bukan milik pribadi karena semua orang dapat mempelajarinya saat ini, tidak semua orang dapat menguasai apa yang ada di dalamnya.

Mengapa demikian dan apa yang sesungguhnya terjadi?

Seperti di atas, sebuah kitab langka di dalamnya terdapat pengertian dan pengajaran yang sangat dalam, kalimat yang ditulis dengan bahasa yang tidak mudah dimengerti, dan tubuh yang kurang terlatih untuk menerima teknik-teknik tingkat tinggi---tidak berbakat. Seorang pembaca bisa salah mengerti, bisa salah motivasi, bahkan bisa menggunakan isi kitab untuk kepentingannya menaklukkan sesamanya---menjadi tokoh sesat.

Kesulitan dalam mempelajari kitab seperti di atas bukan berarti menyebabkan kitab tersebut menjadi tidak sakti. Yang membuat kitab tersebut terlihat tidak sakti adalah orang yang belajar kitab itu sendiri.

Sebuah kelompok mempermasalahkan kitab yang tidak mampu mereka kuasainya. Mereka terlalu cepat menyimpulkan pengajaran yang ada di dalamnya tanpa membandingkan secara terang berbagai kitab, terlalu dangkal dalam mengerti teknik-teknik yang tak terselami, dan memiliki isi hati yang sebenarnya tidak murni sehingga Kitab Pancasila tidak berefek pada orang yang mempelajarinya.

Sebaliknya juga, orang terlampau percaya diri dengan kitab lain tanpa belajar kitab Pancasila. Hal ini tentu saja salah. Karena kitab lain diberikan di daerah yang tertentu saja. Tidak semua daerah cocok dengan kitab yang sama. Mereka yang perguruannya adalah menggunakan senjata pedang, tidak cocok untuk menggunakan busur.

Pancasila sebagai ideologi negara saat ini dirasakan oleh berbagai kalangan tidak sakti. Sejumlah pihak ingin membuangnya dan menggantinya dengan kitab lain. Alasannya satu, yaitu Pancasila tidak mampu untuk membawa bangsa ini merajai dunia. Pernyataan "Indonesia butuh khilafah, butuh komunisme, butuh liberalisme dan sebagainya". Apakah benar demikian?

Lebih baik kita tidak menyalahkan kitab sakti yang tidak mampu kita kuasai lantaran keterbatasan kita dalam menerapkannya. Sampai suatu ketika masyarakat terdidik semua, semua lembaga dan organ bekerja dengan semestinya, dan ada keinginan untuk menguasai intisari yang terkandung dalam Pancasila itu, maka dipastikan Pancasila sakti di tangan yang sakti.

Apakah pembaca yang sedang membaca tulisan ini sakti?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun