Beberapa hari yang lalu penulis menerima pesan dari seorang teman yang isinya adalah menanyakan perihal jual beli organ manusia.
"Ko, kamu tahu hukum pengesahan jual beli organ gak?"
"Selagi hidup dan juga yang sudah meninggal?" tambahnya kemudian.
Entah ada angin apa bertanya tentang jual beli organ, penulis kemudian langsung membalas dengan kalimat bahwa jual beli organ manusia itu dilarang dan masuk dalam perbuatan pidana, ada ancaman hukumnya.
Mungkin di antara pembaca juga sangat awam tentang hal transplantasi organ manusia, padahal Indonesia itu terkenal sebagai pasar gelap jual beli organ manusia.
Perlu diketahui bahwa ancaman hukuman terhadap perbuatan jual beli organ yaitu pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak sebesar Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah), menurut Pasal 192 UU Nomor 36/2009 tentang Kesehatan. Jual beli organ dilarang dengan dalih apapun!
RKUHP yang didemo oleh adik-adik mahasiswa itu juga memberikan ancaman pidana penjara selama 7 (tujuh) tahun dan denda Rp. 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah), bagi setiap orang yang dengan dalih apapun memperjualbelikan organ/jaringan tubuh manusia.
Transplantasi organ hanya dapat dibenarkan dan dilakukan demi alasan penyembuhan penyakit/pemulihan kesehatan sebagai tindakan kemanusiaan. Prosesnya pun tidak sembarangan, harus melalui beberapa tahapan dan menilai risiko yang akan terjadi pada si pendonor atau penerima donor.
Setelah mencermati isi dari UU Kesehatan, hal terkait transplantasi organ/jaringan manusia ini begitu minim informasi. Mengapa demikian? Karena Komite Transplantasi Nasional (KTN) yang disebutkan sebanyak 52 kali di dalam Permen Kesehatan No. 38/2016, sampai detik ini belum ada di Indonesia.
Keberadaan KTN sangat penting. Melalui KTN, masyarakat bisa mencari informasi dengan sejelas-jelasnya tentang transplantasi organ. KTN memiliki peran yang penting dalam menyusun kebijakan, standar, pedoman penyelenggara transplantasi organ, kerja sama dengan organisasi profesi, sosialisasi, dan sebagainya.
Walaupun praktik transplantasi organ sudah ada di Indonesia (contoh: transplantasi ginjal di RSCM dari tahun 1977), penulis tetap beranggapan bahwa KTN yang digaungkan dalam Permenkes tersebut harus segera dibentuk untuk kemudian dapat memberikan informasi yang seluas luasnya tentang transplantasi organ kepada masyarakat.