Jabatan politik seperti presiden, kepala daerah atau wakil rakyat di tengah masyarakat kita masih menjadi satu jabatan yang seksi. Selain kehormatan ada gengsi tersendiri bagi yang memilikinya.
Banyak orang berlomba-lomba untuk menjadi pejabat politik. Dari melakukan cara yang biasa untuk merebut hati para pemilih sampai menghalalkan segala cara pun dilakukan demi menang dalam pemilu. Maka dibutuhkan pengawas pemilu untuk mewujudkan keadilan pemilu.
Pengawas pemilu hadir untuk menjawab kondisi sebagian besar daerah di tanah air yang pada umumnya memiliki tingkat melek pemilu yang sangat rendah. Umumnya masyarakat kita adalah masyarakat yang religius dan memandang hasil dari pemilu merupakan kehendak dari langit (sudah ditetapkan), jadi terima saja (nrimo) walau pun pemilu itu adalah hasil manipulasi dan jauh dari kata adil.
Tingkat pendidikan masyarakat di banyak daerah juga masih tergolong rendah. Pendidikan tidak merata dan cendrung menumpuk di perkotaan saja, menyebabkan masyarakat di daerah pelosok banyak yang tidak terdidik. Ditambah lagi dengan diskusi bertema pemilu yang tabu, setabu tema-tema seks membuat pemilu sangat jarang dibicarakan oleh masyarakat di daerah terpencil.
Kondisi di atas pasti dimanfaatkan oleh mafia pemilu untuk memuluskan aksinya. Seperti pemilu 1974 dan 1979 yang konon katanya "hasil manipulasi". Maka pengawas pemilu dibutuhkan kehadirannya untuk mencegah dan menindak kecurangan yang dihalalkan oleh oknum mafia tersebut.
Sepanjang tahun 2019, pengawas pemilu telah menangani sebanyak 7.132 dugaan pelanggaran pemilu dengan rincian 343 pelanggaran pidana, 5.167 pelanggaran administrasi, 121 pelanggaran kode etik, dan 696 pelanggaran lainnya.
Sebut saja adanya daftar pemilih fiktif, kampanye hitam, ketidakterbukaan dana kampanye, politik uang, politik SARA, tidak sterilnya peralatan dan peralatan pendukung pemlu dan penggelembungan jumlah suara. Apa yang akan terjadi bila pemilu tidak di awasi? Pemilu menjadi buruk, tidak adil, dan pejabat yang terpilih nantinya adalah pejabat yang korup dan tidak sesuai dengan hati rakyat. Pada akhirnya rakyatlah yang merugi!
Menurut Penulis tentu hal di atas tidak kita harapkan terjadi. Sebaliknya kita mengharapkan pemilu kita damai, tertib sesuai aturan dan yang terutama adalah adil. Dapatkah masyarakat dengan kondisi yang sekarang mengawal jalannya pemilu? Tentu saja belum. Maka sekali lagi kehadiran pengawas pemilu merupakan sebuah keharusan di tengah masyarakat.
Saat ini banyak kalangan tidak mengerti apa yang sedang dikerjakan oleh pengawas pemilu. Ungkapan seperti, "Pengawas pemilu kan kerja sekali dalam lima tahun, setelah itu apa yang dikerjakan?"
Jauh sebelum hari pemungutan suara, pengawas pemilu telah bekerja melakukan pengawasan sesuai tahapan selama 22 bulan. Mereka mengadakan kegiatan untuk menguatkan masyarakat dalam hal melek pemilu termasuk melakukan perbaikan terhadap administrasi kependudukan.
Pengawas pemilu mendata kondisi dan perilaku pemilih sebelum/sesudah hari pemungutan suara untuk mendeteksi aspek sosial dan struktural dalam masyarakat sehingga dapat menentukan strategi pengawasan yang tepat. Jelas apa yang dilakukan pengawas pemilu adalah sangat penting, dan tidak boleh dinilai berdasarkan sifat tahunannya saja.
Negara berdaulat dapat dilihat dari penyelenggaraan pemilunya. Lewat pemilu yang baik dipastikan pejabat yang terpilih juga merupakan pejabat yang baik dan mumpuni dibidangnya. Pejabat yang baik itu pilihan rakyat. Supaya pemilu dapat berjalan baik, pengawas pemilu hadir untuk rakyat demi mewujudkan keadilan pemilu. Hidup pengawas pemilu, hidup rakyat, hidup Indonesia!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H