Sekali lagi, dapat dilihat pada lampiran tersebut bahwa ada komponen yang tidak dipenuhi oleh Pemohon di dalam Pasal 9 ayat (1) huruf b PMK Nomor 2 Tahun 2018, yaitu (1) kewenangan Mahkamah; (2) kedudukan hukum (legal standing) Pemohon; dan (3) tenggang waktu pengajuan Permohonan.
Walaupun pokok Permohonan dan petitum itu dituliskan dalam permohonannya, seperti yang dapat dilihat, formatnya tidak sesuai SOP. Bukti dan daftar alat bukti juga tidak ada, seharusnya ada table yang menerangkan bahwa jumlah suara di TPS ..., ..., ..., berbeda/ berubah.
Dari lampiran di atas, yang ingin Penulis sampaikan adalah Peserta Pemilu tidak taat terhadap PMK yang merupakan produk dari MK selaku Lembaga Tinggi Negara. Peserta Pemilu ini tidak taat kepada Pengadilan!
MK telah mencantumkan dengan sedemikian rupa dalam PMK tentang bagaimana Permohonan itu harus dibuat, namun Peserta Pemilu tidak mengindahkannya. Peserta Pemilu di atas telah sembarangan masuk ke pengadilan yang bukan tanpa rules!
Tim penyusun permohonan tersebut sadar dengan apa yang mereka ketik, pimpinan parpol juga sadar dengan apa yang mereka buat, singkatnya mereka telah bersama-sama (bersekongkol) untuk tidak taat pada MK melalui permohonan yang sembarangan.
Ketidaktaatan ini masuk pada ranah Contempt of Court secara administrasi. Dikatakan bahwa Contempt of Court merupakan perbuatan, tingkah laku, sikap dan/atau ucapan yang dapat merendahkan dan merongrong kewibawaan, martabat, dan kehormatan badan peradilan.
Ilustrasinya, ada seseorang yang masuk ke ruang sidang dengan tidak berpakaian, bau dan dekil, orang tersebut sangat melecehkan marwah lembaga peradilan karena seolah-olah pengadilan itu dibuat menjadi tempat orang mabuk-mabukan, seperti rumah sendiri yang dirinya seenaknya berbuat, tempat sirkus badut, tempat lucu-lucuan atau tempat yang tanpa aturan. Orang semacam ini patut diberikan sanksi.Â
Sama halnya dengan orang yang tidak berpakaian tadi, permohonan yang dibuat tersebut bisa dibilang tanpa busana dan patut diberi sanksi!
Sekali lagi, perbuatan Peserta Pemilu ini adalah "sadar". Tingkah laku, sikap dan ucapan yang tidak tampak di ruang sidang ditampakkan dalam bentuk tulisan.
Apakah salah ketik? Apakah mengejar waktu sehingga terburu-buru membuat permohonan? Atau hal lainnya? Terserahlah.
Dan bila Mahkamah berbaik hati memberikan waktu untuk memperbaiki, itu kebijaksanaan Mahkamah semata-mata. yang jelas tindakan di atas merupakan penghinaan dalam ranah administrasi.Â