Mohon tunggu...
Hendy Adinata
Hendy Adinata Mohon Tunggu... Freelancer - Sukanya makan sea food

Badai memang menyukai negeri di mana orang menabur angin | Email: hendychewadinata@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Permainan Barongsai dan Rutinitas Tahunan

24 Februari 2018   17:13 Diperbarui: 24 Februari 2018   17:21 727
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rombongan barongsai blusukan di kampung pecinan Tambak Bayan, Surabaya. (KOMPAS.com/Achmad Faizal)

Tanpa terasa Tahun Baru Imlek sudah memasuki hari yang ke-9. Saat ini pun sudah sore dan segera berganti ke hari ke-10. Hari ini banyak orang Tionghoa sudah membuka tempat usahanya seperti pada hari biasa, ada juga yang membuka hanya setengah hari dan sore harinya tutup untuk menyambut tamu yang masih mau main/silaturahmi ke rumah. Yang liburan juga masih banyak. Orang Tionghoa mah fleksibel aja kata kebanyakan teman-teman penulis, alasannya karena orang Tionghoa ini rata-rata usahanya di sektor swasta. Penulis sendiri baru buka toko pada hari ke-8, itu pun belum normal. Maunya sih liburan terus... tapi kuatirnya langganan pada kabur ke toko sebelah, hehehe.

Tahun Baru Imlek tidak lengkap rasanya bila satu keluarga tidak kerja bakti membersihkan rumah, rumah tidak bernuansa merah, pakai baju baru berwarna merah, menggantung lampion, aksesoris nanas, membakar petasan, dan sebagainya... juga mendengar dentuman gendang dan simbal dari permainan barongsai/ naga.

Kehadiran barongsai/ naga dalam perayaan tahun baru imlek menjadi salah satu yang ditunggu oleh anak-anak. Entah mengapa penulis sangat terusik dengan permainan barongsai dalam kurun waktu lima tahun belakangan ini. Rasanya ada yang kurang, permainan yang disuguhkan tidak menarik dan cenderung asal-asalan. Penulis tidak sempat memikirkan lebih jauh saat itu, tapi sekarang penulis rasa penting untuk menulis akan hal ini, biar jadi masukan bagi kita orang-orang Tionghoa.

Masalah Kostum

Banyak sudah penulis jumpai selama beberapa hari ini, bahkan beberapa tahun sebelumnya kalau antara corak dan warna barongsai tidak sesuai dengan corak dan warna celana pemainnya. Contohnya saja barongsai dengan corak warna merah menyala dan sisik emas, tetapi celana pemainnya adalah celana training/ berwarna lain yang tidak sesuai dengan warna si barongsai. Seharusnya kan harus sesuai biar enak dilihat.

Apalagi ada barongsai yang (maaf) sama sekali tidak layak untuk tampil dikarenakan sudah rusak (koyak-koyak), rahang hampir copot, warna sudah pudar, dan jenggot tinggal beberapa helai saja. Ketika mengetahui bahwa barongsai itu adalah barongsai daerah sendiri, secara langsung penulis kecewa. Kok barongsai model begini yang ditampilkan untuk ditonton oleh khalayak ramai (umum), padahal lebih cocok kalau barongsai itu hanya untuk dipakai latihan.

Sepatu pemain juga tidak terlepas dari sorotan penulis, alasannya sekali lagi adalah biar enak untuk dilihat. Masak singa kakinya tidak ada bulu-bulu dan cakarnya? Lebih mirip seperti singa yang pakai sepatu kats.

Performa Dari Penampilan

Masalah kostum di atas ternyata juga berbarengan dengan bagaimana penampilan barongsai tersebut. Ketika mendengar musik datangnya barongsai, penulis hampir bisa menebak akan seperti apa wujud barongsai, pemain dan permainannya. Misalnya saja dari gendang dan simbal yang dipukul. Barongsai jelek biasanya suara gendangnya tidak menggelegar/ kecil. Bagaimana mau menarik penonton untuk datang kalau musiknya saja lesu/ tidak menjual? Si pemain musik seperti orang yang belum makan jadi tidak bertenaga. Jangankan mengundang orang untuk datang, keluar toko untuk sekedar lihat saja mungkin ogah.

Ketika tampil pun gerakan yang di lakukan oleh pemain barongsai tidak lincah dan cenderung kaku. Antara pemain depan dan belakang gerakannya kurang singkron. Saat pemain depan aktif, pemain belakang kurang gesit. Seperti kurang latihan sehingga tidak kompak. Singkat cerita singa ini tidak hidup.

Mungkinkah karena pemain barongsai ini masih baru (junior) jadi kurang percaya diri untuk tampil di depan umum/ demam lapangan? Penulis rasa kemungkinan ini sangat kecil.

Selain musik dan permainan barongsainya, tidak lupa penulis juga mau komentar tentang gaya para anggota tim. Sesungguhnya penulis pun tidak berhak mengatur gaya para pemain karena gaya adalah hak pribadi. Tetapi yang diciptakan oleh para pemain ini cenderung menimbulkan stigma bahwa pemain barongsai adalah orang-orang yang "kurang kerjaan" dan "nakal" karena penampilannya yang seperti (maaf) pekerja kasar. Kebanyakann penulis lihat, perawakan para pemain ini bisa dibilang dekil. Sudah dekil tatoan lagi, tindikan, rambut dicat (tidak cocok), rambut tanggung, dsb... makin kuatlah praduga orang-orang awam bahwa orang-orang yang main barongsai ini adalah kelompok anak-anak nakal.

Jika saja gaya para anggota tim ini dapat diubah menjadi lebih elegan dan rapi niscaya persepsi orang-orang akan berubah dan menganggap bermain barongsai itu adalah permainan dan seni yang berkelas. Masyarakat Tionghoa lokal dapat lebih menghargai dan bangga pada tim pemain barongsai asal setempat walau tampilnya hanya sekali setahun.

Sebatas Rutinitas Tahunan?

Selain beberapa hal di atas, penulis melihat juga betapa cepatnya satu barongsai datang dan pergi dan digantikan dengan barongsai yang lain. Mungkin alasannya untuk mengejar target tempat yang harus diselesaikan, takut keburu malam atau bisa juga cuaca yang panas jadi geraknya harus cepat. 

Penulis menyadari bahwa sekarang orang Tionghoa tidak memberikan Hong Bao yang gemuk kepada tim barongsai yang datang, mungkin faktor-faktor di atas menjadi salah satu alasannya. Penampilan kurang bagus, performa biasa saja, datang pergi begitu saja, masyarakat merasa buat apa memberikan Hong Bao yang besar kepada pemain ini. Jadilah uang Rp 5.000 -- Rp 10.000 yang dibungkus.

Ada yang bilang bahwa tim barongsai lokal ini kekurangan dana, personil dan pengalaman sehingga kita harus mengerti. Ya, kita memang mau mengerti dan maklum, tetapi jujur saja tampilan seperti itu kurang bagus untuk dilihat. Setidaknya jika kurang dalam hal tampilan barongsai, maka skill permainan harus unggul. Bukan main untuk turnamen, main di jalan dengan baik apa salahnya? Kalau main hanya sebatas rutinitas tahunan dan mengejar hong bao di tiap rumah, sayang sekali, lama-lama rusak juga tradisi ini. Orang jadi enggan menerima barongsai.

Di akhir tulisan ini, penulis berharap bahwa dalam hal apa saja harus dilandasi dengan "Panggilan." Begitu juga dalam bermain barongsai pun harus dianggap sebagai panggilan (panggilan setahun sekali?).

Yang pertama adalah panggilan untuk melestarikan budaya, supaya tetap ada (tidak punah) dan makin berkembang terus menerus. Penulis memberi istilah "panggilan melestarikan" yang melampaui sekedar rutinitas tahunan.

Yang kedua adalah panggilan untuk hidup beres, sehingga penonton yang menyaksikan seseorang yang sedang bermain barongsai dapat mengatakan kepada sanak keluarganya seperti "Lihat pemain barongsai itu, sudah sukses jadi bos tetapi masih peduli pada budaya sendiri, rumah tangganya beres, anaknya semua sudah besar sekolah tinggi dan sukses juga, orangnya baik pada tetangga, pada teman-teman, tidak mau menipu orang dalam berdagang, dia layak diteladani." Ketika orang bersaksi seperti ini niscaya kesenian barongsai itu tidak akan dipandang sebelah mata yang mana hanya dimainkan oleh anak-anak yang kurang kerjaan, nakal dan kasar. Tetapi seni yang dimainkan oleh orang-orang sibuk, rapi dan halus. Bukan permainan sembarangan karena orang yang memainkannya juga berlatar belakang baik.

Yang ketiga adalah panggilan untuk bermain seperti untuk Tuhan/ Shangdi () dan bukan untuk manusia. Ini adalah panggilan yang paling sulit. Ketika kita mengerjakan sesuatu seperti untuk Tuhan, kita akan memberikan yang terbaik dari yang kita bisa dengan motivasi yang murni (lebih penting dari sekedar dapat uang). Terbaik dari dalam dan luar diri, dan sesuatu yang dikerjakan dengan sebaik mungkin jarang sekali ada yang mengecewakan orang lain. 

Jangan kuatir mendapatkan hong bao yang kecil bila sudah bermain dengan bagus seperti kata kebanyakan orang "Main bagus pun tetap hong bao nya kecil," kalau main bagus pasti ada orang yang menghargai. Masakan tidak ada yang memberi lebih besar bila penampilan tersebut bagus? Mungkin dengan melihat permainan yang bagus, tim barongsal ini akan sering disewa untuk acara-acara besar. Itu lebih menguntungkan! Main bagus pun tidak percuma, orang jadi terhibur daripada bermain jelek tiap tahun ke rumah-rumah dan menjadi cemoohan orang.


Perlu ada orang-orang yang terpanggil untuk merubah stigma banyak permainan barongsai jelek dan sebatas rutinitas tahunan. Salam "Tak Tun Tuang," eh "Tak Tun Ceng...."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun