Sikap toleransi yang kebablasan akan sangat merusak bagi si anak ke depannya. Tidak mandiri, manja, tidak mau berusaha, tidak punya daya juang dan ingin segala sesuatunya instan tentu tidak baik, anak tidak akan mengerti yang namanya bersyukur dan memaknai hidup.
“Biarkan saja, nanti saat dia besar juga mengerti sendiri.” Pernyataan ini memang benar, tapi untuk mengubah si anak. Hal ini akan menjadi suatu penderitaan. Kemungkinannya hanya ada dua, yaitu berubah atau tidak. Kalau bisa menyesuaikan tentunya tidak akan terjadi masalah, kalau tidak bisa?
Kebanyakan anak tahu apa yang namanya miskin dan tahu apa yang namanya gelandangan. Mereka memang tahu, ya tahu... hanya tahu. Tapi untuk mengerti suatu kondisi yang namanya miskin dan gelandangan, anak tidak akan mengerti karena tidak pernah merasakan susah. Tentunya kita tidak berharap anak mengalami hal demikian tapi bagaimanapun orang tua harus mengajari anak hingga anak mengerti yang namanya susah, mandiri, dan berusaha. Ya bagaimanapun caranya.
"Jangan sampai setelah menikah, cuci piring pun tidak tahu caranya, cuci baju tidak bisa dan lebih parahnya banyak tuntutan yang tidak sesuai dengan kemampuan... alamak. Istri itu bukan pembantu tapi ratu, tinggal sewa pembantu saja. Bukan itu persoalannya, bukan bisa atau tidak bisa mengerjakan, bukan juga bisa sewa pembantu atau tidak. Semua itu bisa dipelajari memang betul... tapi siap dak kamu hidup sama aku kalau seandainya aku jatuh miskin?" jadi curcol
"Jangan sampai setelah menikah, cari duit pun dak bisa, tinggal masih sama orang tua, disuruh mandiri dak berani, mau nambah anak tanya kakek-nenek... buset dah. Kalau orang tua kaya sih oke-oke aja, bisa suapin kamu terus tapi sampai kapan mau manja? Ini itu dipenuhi semua" curcol lagi
2. Tidak memberi waktu
Ada kalanya pekerjaan menjadi salah satu alasan yang membuat orang tua tidak punya waktu untuk bersama anak. Apalagi di perkotaan dimana ayah dan ibu sama-sama sibuk bekerja "tidak ada waktu, aku terlalu sibuk" hal ini salah. Tentunya juga tidak berharap para orang tua selalu bersama anak hingga lupa segalanya atau memaksa dirinya menjadi orang tua yang Mahahadir.
Memberikan waktu yang berkualitas lebih penting daripada waktu yang berkuantitas. Walau sedikit tapi berkualitas dan bernilai. Misalnya saja kan ada anak kecil yang minta ditemani orang tua bermain "ya ampun, main puzzle, ya ampun main masak-masakan, dak masuk otak sekali main beginian sama anak kecil, aku kan kerjaannya baca koran, ketemu clien" Justru di situ waktumu berharga bagi mereka. Waktu adalah nyawa, tidak bisa ditambah, dibeli atau diulangi. Memberikan sedikit waktumu berarti memberikan sedikit masa hidupmu bagi mereka.
3. Marah tidak tepat
Marah adalah tanda sayang selama motivasinya benar dan bukan pelampiasan. Marah akan menjadi benar dan tepat makna apabila dilakukan di waktu yang benar, pada orang yang benar, pada tempat yang benar dan pada situasi kondisi yang benar. Tujuan orang tua memarahi anak hanya satu, yaitu ingin si anak menjadi lebih baik.
Namun, apa jadinya bila kemarahan yang dilakukan itu ternyata kurang tepat misalnya dengan memarahi anak di depan teman-temannya atau di tempat umum, atau dengan kata-kata yang kasar dan menyakiti? Pada anak kecil saja dapat berdampak pada psikologisnya apalagi bagi anak yang telah menjadi seorang anak muda, dewasa, dan terlebih sudah kerja. Pasti akan menjadi malu yang luar biasa. Harga dirinya jatuh, menjadi minder dan kepahitan.