Menjadi bagian dari PDKB adalah sebuah kebanggan dan kehormatan buat gue, untuk itu sudah menjadi kewajiban gue menjaga penyaluran tenaga listrik ini terus mengalir, dan gue akan berusaha memperluas jaringan listrik ini sampai ke gunung-gunung, ke desa-desa, hingga ke pelosok nusantara. Karena gue mau ketika gue tua nanti, gue bisa selalu mengingat masa kecil dan masa muda hanya dengan melihat gunung yang berhiaskan lampu-lampu dan melihat keluarga gue kumpul disebuah ruangan dengan menonton TV bersama. Karena gue gak mau ketika tua nanti, gue ngomong gini “Gue dulu waktu muda ngapain aja ya?”. Karena gue mau ketika tua nanti, gue bisa dengan bangga menjawab pertanyaan “Waktu muda dulu kakek pernah ngapain aja buat Indonesia?” dari anak cucu gue dengan jawaban “Kakek pernah kerja dengan keadaan bertegangan 20 kV demi lampu tetap nyala, anak-anak kayak kalian masih bisa tetap nonton Spongebob, Dora, Tom & Jerry” ngomongnya sambil mengangkat jari telunjuk tangan kanan gue ke atas, kayak Ir. Soekarno gitu. Hehehehe.
Bicara soal suka duka menjadi pegawai PLN, gak lengkap rasanya kalau gak bahas topik ini. SK25.
Bangsa Indonesia takdirnya berjuang, itu yang gue tau dari dulu dan gue yakini sampai sekarang. Maka bagian ini akan menceritakan langkah awal gue dalam perjuangan penghapusan SK25.
Saat gue tau ada lomba menulis blog untuk Hari Listrik Nasional ke 71 ini, gue seneng banget, walaupun taunya telat juga sih. Tapi gapapa, gue jadi punya media atau lebih pasnya gue nyebutnya ini moment. Moment untuk menyuarakan. Berhubung salah satu topik ceritanya adalah “Suka duka menjadi pegawai PLN”, gue mau ngeluarin opini gue dengan lebih jujur di moment ini.
Mungkin ini terlihat remeh buat mereka yang gak merasakan. Tapi gue mohon, baca sampai akhir ya. Karena mungkin kalian bisa menjadi bagian dari perubahannya.
Gue mendukung karena dukungan itu adalah bentuk dari keinginan gue untuk bersatu bersama pegawai PLN yang lain yang hampir setiap waktu dihidupnya yang sekarang kepalanya selalu dipenuhi dengan SK25. Sesuai prinsip yang gue pegang teguh, TAK HANYA DIAM.
Awalnya gue terburu-buru dalam mengambil keputusan menyalahkan kebijakan ini, karena gue termasuk salah satu orang yang merasakan kebijakan ini (Gue gak nyebutnya korban tapi yang merasakan, takut salah ngomong). Yang menjadi motivasi pertama gue menuliskan cerita ini adalah karena gue jatuh hati sama temen seangkatan gue. (Kalau gue ceritain gimana proses jatuh hatinya ntar ini tulisan malah terkesan novel cinta. Jadi gue putuskan untuk gak ditulis aja).
Yang mau gue sampaikan disini bukan tentang keegoisan gue karena gue juga cinta lokasi dengan teman seangkatan gue. Tentu saja gue udah pernah mencoba berusaha menghianati perasaan gue dengan semua saran dan cara. Tapi hasilnya.. hati gue gak bisa. Asli gak bisa!
Jadi tolong jangan berpikir ini hanya sebuah emosi pembrotakan saja. Tapi disini yang mau gue sampaikan adalah coba bayangkan bagaimana perasaan kalian ketika bekerja dalam satu kantor atau mungkin satu bagian juga dengan orang yang kalian sukai? Pasti setiap harinya hati kalian berasa keiris pake silet atau hati kalian lagi luka terus dituangin air perasan jeruk nipis. Dan satu-satunya cara agar bisa terhenti dari siksaan ini adalah salah satu diantara pasangan harus merelakan keluar dari perusahaan yang sudah dengan susah payah kalian perjuangkan. Apakah kalian tahu rasanya mencintai namun bertahan untuk tidak memiliki? Percayalah ini lebih buruk dari sekadar...... PATAH HATI.
Ini bukanlah sekadar keluhan. Opini ini adalah api yang akan membakar jiwa. Gue tau gue bukan pahlawan yang akan menghapuskan SK25 ini, karena gue bukan DIRUT tentunya. Tapi setidaknya gue gak hanya diam melihat teman-teman pegawai yang lain keluar hanya karena dia lebih memilih menikah dengan orang yang dicintai. Dia dipertemukan di PLN lalu dia dipisahkan oleh PLN. Ohh come on! It is a joke or what?
Banyak teman yang pesimis dengan opini gue ini. Sehingga mereka mencoba meruntuhkan semangat, meruntuhkan apa yang pengin gue perjuangkan.