Mohon tunggu...
Hendry Kornelius
Hendry Kornelius Mohon Tunggu... Guru - Penulis dan konten kreator

Penulis lebih dari 120 EBook mengenai teologi, filsafat, dan musik. S1 lulusan Teologi, dan sedang kuliah S2 Filsafat di STF Driyarkara.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Covid-19 Vs Butuh Makan

26 Juni 2021   11:53 Diperbarui: 26 Juni 2021   12:05 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Dalam kasus Covid-19 yang tak kunjung selesai, orang sering mengatakan, "ah saya tidak peduli lagi ada corona kek, coroni kek, corono kek, konkretnya saja saya butuh makan.

Apa benar itu adalah kehidupan yang konkret? Apa betul ya kehidupan yang konkret saat ini yang penting adalah saya mendapatkan makanan?

Kita dapat belajar dari filsuf bernama Hegel dalam hal ini untuk menemukan apa itu kehidupan yang abstrak dan konkret.

Konkret dan abstrak yang kita pakai sehari-hari biasanya memang dalam pengertian di atas, yang namun setelah dipelajari lebih lanjut ada banyak pertentangan di dalamnya.

Apa benar manusia itu, bahkan di dalam situasi yang begitu genting ini, kehidupan yang paling konkretnya ialah butuh makan, dan bahkan manusia hanya butuh itu?

Tentu ada perbedaan makna antara konkret yang di maksud oleh Hegel dengan yang dimaknai dalam kehidupan sehari-hari oleh kita:
Konkret: Realitas yang bisa dilihat dan dipegang, sesuatu yang sederhana.
Abstrak: Tidak bisa diindra, realitas yang khusus, rumit dan lain sebagainya.

Hegel membaliknya, dan kata dia ini adalah yang lebih tepat, kita lah yang kebalik:
Konkret: Melihat sejauh melihat semua hal realitas: Maka itu adalah konkret, berpikir sekonkret-konkretnya. (Berpikir)
Abstrak: Hal yang terlihat ada saja, dan itu masih abstrak sekali, belum terlalu jelas. (Melihat)

Maka dalam kekacauan dan penderitaan seperti ini, hendaknya kita tidak tertipu dengan segala indera kita saja, seperti kata Descrates bahwa indera manusia itu sering menipu, dan kalau indera itu sering menipu, maka kita tidak tahu apakah dia sedang menipu kita atau tidak, lalu bagaimana? Di sambung oleh Platon (nama asli Plato) berarti kita perlu menambah sesuatu yang bukan hanya di dalam indera saja, sesuatu yang adanya bukan di dalam penglihatan mata saya saja, tetapi adanya di dalam mata batin saya.

Sejalan dengan Descartes, Hegel, dan juga Platon, kita hendaknya jangan tertipu dengan segala indera kita. Maka apa yang dibutuhkan manusia di dalam kehidupan yang begitu genting ini? Apakah seperti yang dikatakan di atas? Hal yang terpenting saat ini adalah saya butuh makan? Tidak, manusia memang butuh makan, namun manusia tidak hanya membutuhkan itu saja, manusia membutuhkan dikasihi dan mengasihi, dipercayai dan mempercayai, dianggap berarti dan menganggap berarti, dst.

Kalau kita mau berpikir sekonkret-konkretnya, orang-orang yang di dalam masa pandemi ini yang mengatakan, intinya dalam saat ini saya butuh makan, adalah orang-orang yang berpikir secara abstrak, itu terlalu abstrak, itu berpikir terlalu dangkal, dan begitu tidak konkret.

Konkretnya dalam kehidupan kita yang begitu kelaparan ini, kita bukan hanya butuh makan, kita bahkan butuh tahu makanan ini datang dari mana. Seorang teolog pernah berkata kepada bahwa ada kepanjangan kebaikan, sejarah kebaikan dari sepiring nasi yang kamu makan hari ini, namun juga mungkin ada begitu kepanjangan kebusukan dari sesuap nasi yang kamu makan sekarang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun