Titik balik kehidupan saya bermula ketika saya diterima sebagai salah satu penerima beasiswa National Champion Scholarship (NCS) dari Tanoto Foundation. Jujur perjuangan untuk mendapatkan beasiswa NCS tergolong sulit. Saya harus bersaing dengan ratusan pendaftar lain dari universitas yang sama dan melewati seleksi yang ketat.
Awalnya saya pasrah jika memang belum dinyatakan sebagai penerima beasiswa Tanoto Foundation, namun Tuhan berkata lain, nama saya masuk dalam jajaran penerima beasiswa Tanoto Foundation angkatan 2013. Ternyata perjuangan saya masih harus berlanjut karena salah satu persyaratan untuk mempertahankan beasiswa Tanoto Foundation adalah indeks prestasi (IP) tiap semester yang tidak boleh kurang dari 3,25, angka yang cukup besar menurut saya. Dari sana saya yakin akan satu hal, saya harus keluar dari zona nyaman.
Walaupun persyaratan untuk mempertahankan beasiswa Tanoto Foundation cukup berat namun itulah yang menempa diri saya hingga sekarang. Saya belajar bagaimana mengatur waktu agar bisa belajar dengan baik hingga mendapatkan IP lebih dari 3.25, namun tetap aktif berorganisasi dan mendapatkan istirahat yang cukup. Saya juga belajar banyak hal selama aktif sebagai anggota Tanoto Scholars Association (TSA) ITB, mulai dari mendapat pelatihan soft skill hingga melatih jiwa kepemimpinan dan sosial saya lewat program kerja TSA ITB. Bersama TSA ITB, saya juga belajar meningkatkan kepedulian sosial dengan kegiatan mengajar di sekolah-sekolah yang menjadi program rutin kami.
Saya menyimpulkan bahwa menjadi penerima beasiswa Tanoto Foundation (Tanoto Scholars) bukan sekadar mendapatkan bantuan finansial, namun juga mengembangkan potensi yang ada di dalam diri saya hingga saya siap untuk membantu sesama dengan kelebihan yang saya miliki. Tanoto Foundation tidak henti-hentinya memberikan bantuan kepada saya. Selain mendapatkan bantuan biaya kuliah dan biaya hidup, saya juga berkesempatan melakukan program internship di salah satu perusahaan milik Bapak Sukanto Tanoto, yaitu Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) dan kini saya juga menerima beasiswa penelitian tugas akhir dari Tanoto Foundation.
Pelaksanaan tugas akhir yang saya lakukan penuh dengan perjuangan. Saya merasa di setiap titik ada saja rintangan yang harus saya hadapi. Dari mulai pengambilan sampel penelitian di tempat yang harus saya tempuh selama 5 jam, proses penumbuhan bakteri yang memakan waktu hingga 4 bulan, sampai akhirnya saya harus mengulang lagi proses yang telah saya lakukan selama 4 bulan tersebut hanya dalam waktu 1 bulan dikarenakan hasil penelitian yang kurang memuaskan.
Bukan tak pernah saya merasa lelah, namun jika saat seperti itu datang saya selalu mengingat bantuan yang saya terima dari Tanoto Foundation. Saya menganggap bantuan yang diberikan oleh Tanoto Foundation tidak hanya sebagai keringanan bagi saya, namun juga tanggung jawab. Tanggung jawab untuk bisa mengembalikan bantuan tersebut menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain, tanggung jawab untuk bisa bermanfaat bagi orang-orang yang membaca laporan tugas akhir saya, dan tanggung jawab sebagai wujud realisasi pilar kegiatan Tanoto Foundation, yaitu Education, Empowerment, dan Enhancement.Â
*Seperti yang dituturkan Nicky Novely Kirana, Tanoto Scholars dari Institut Teknologi Bandung
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H