Budaya Sopan Santun di Sekolah
Indonesia dikenal sebagai negara yang ramah dan masyarakatnya dikenal sopan sejak dahulu. Setiap orang saling menyapa, saling menghargai dan saling menghormati. Namun saat ini, budaya tersebut nampaknya mulai pudar bahkan mulai jarang terlihat. Banyak orang yang mulai acuh dengan orang-orang disekitarnya, tidak memiliki rasa hormat dengan yang lebih tua. Sebagian anak mulai berani menentang bahkan membentak orangtuanya dan juga gurunya. Bila dinasehati malah berani membantah bahkan mengeluarkan kata-kata kasar pada yang menasehatinya. Perilaku seperti ini cukup sering ditemui pada anak remaja. Hal tersebut menunjukkan bahwa sekolah sekarang ini lebih fokus untuk menciptakan generasi yang berintelektual namun lupa untuk membekali mereka dengan nilai-nilai akhlak yang mulia.
Ketika masih pembelajaran tatap muka sering ditemui pelajar yang kurang memiliki rasa hormat dengan gurunya seperti tidak menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar bahkan malah menggunakan Bahasa jawa ngoko. Ketika pembelajaran jarak jauh lunturnya sopan santun terlihat dari percakapan ketika pembelajaran, sebagian siswa sering lupa tiga kata sakti sopan santun yaitu maaf, tolong dan terimakasih. Bahkan salam dan sapa pun kadang tidak ada ketika percakapan maupun pengumpulan tugas.
Salah satu faktor penyebabnya adalah mereka tidak dibiasakan di rumah. Orang tua terkadang tidak bisa menjadi teladan bagi anaknya dalam berperilaku sopan dan santun terhadap orang yang lebih tua dan menghargai yang lebih muda. Sebagian dari mereka tidak mengajari mereka unggah ungguh Bahasa (basa), bahkan ada orangtua siswa yang orang jawa tapi tidak bisa bahasa krama. Saya pernah berbicara dengan orangtua siswa ketika menjadi wali kelas menggunakan Bahasa krama tapi mereka berkata tidak bisa Bahasa krama. Bagi saya agak canggung juga, karena saya dibiasakan untuk menggunakan Bahasa krama dengan orang yang lebih tua. Tapi itulah kenyataan yang ada, Pendidikan tata krama dan kesopanan banyak yang tidak diberikan orangtua di rumah. Hal yang mungkin sederhana dan kecil namun karena tidak dibiasakan maka akan terbawa pada perilaku anak dimanapun.
Tujuan Pendidikan nasional berdasarkan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yaitu “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkahlak mulya, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokrasi seta bertanggungjawab”. Dari tujuan tersebut jelas bahwa Pendidikan karakter merupakan bagian dari Pendidikan di Indonesia. Tapi pada penerapannya di lapangan Pendidikan karakter tidak terintegrasi dengan baik dalam Pendidikan di sekolah.
Idealnya proses Pendidikan di sekolah mampu menghasilkan anak didik yang tak hanya mempunyai kompetensi bidang kognitif saja namun seharusnya juga memiliki akhlak yang mulya. Berbekal akhlak mulia, anak akan berkembang menjadi anak yang baik dan memiliki karakter kuat untuk membangun nusa dan bangsa.
Pendidikan anak merupakan tanggung jawab bersama antara orangtua dan juga sekolah. Orangtua tidak bisa sepenuhnya membebankan Pendidikan anaknya hanya pada sekolah. Seperti apapun Pendidikan tata krama dan kesopanan yang diberikan di sekolah tanpa adanya dukungan dan pembiasaan dirumah akan terasa sia-sia saja. Oleh sebab itu, sekolah, orangtua dan masyarakat harus saling bekerjasama dalam mendidik anak supaya berkembang dapat membentuk karakter siswa yang kuat.
Untuk menumbuhkan Kembali budaya sopan santun di sekolah tidak dapat dilakukan oleh guru seorang diri. Diperlukan kolaborasi dan sinergi yang baik antar semua warga sekolah dalam pembiasaan budaya positif yang akan diterapkan. Semua harus komitmen dan disiplin dalam menerapkannya, karena semua komitmen yang diterapkan bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran individu. Dimulai dari diri untuk menumbuhkan disiplin diri dan menumbuhkan motivasi instrinsik untuk mewujudkan nilai tata krama dan kesopanan. Sehingga masing-masing akan sadar akan pentingnya budaya tersebut dan dengan rela hati menjalankan kebiasaan tersebut bukan karena ada konsekuensi ataupun hadiah dibalik semua itu.
Pendidikan tata krama dan kesopanan dapat dimulai dari dalam kelas. Yaitu melalui kegiatan belajar mengajar di kelas dan juga interaksi guru dengan murid. Interaksi guru dengan murid sebaiknya dilakukan dengan komunikasi dua arah. Apalagi dalam PJJ, guru tidak bisa hanya menyampaikan informasi / materi terus sementara murid hanya mendengarkan dan mengerjakan tugas. Komunikasi yang baik perlu dilakukan guru dengan menyapa, menanyakan kabar, merespon dan memberikan apresiasi karya siswa. Komunikasi yang baik juga dilakukan dengan memberikan kesempatan untuk bertanya, merespon bahkan menyampaikan ide dan gagasannya. Hal tersebut akan menumbuhkan percaya diri pada murid karena merasa dihargai, dihormati dan didengarkan. Ketika murid mulai berani untuk bertanya maka akan menumbuhkan karakter bernalar kritis. Dari situ akan membangkitkan daya kreatifitas dan inovasi-inovasi dari murid. Sehingga karakter dan budaya santun, saling menghargai akan tumbuh dengan sendirinya yang berawal dari pembiasaan di kelas.
Upaya penguatan budaya sopan santun dan saling menghargai dapat dilakukan dengan strategi memanfaatkan dan menguatkan apa yang sudah membudaya di sekolah. Budaya positif yang sudah ada di sekolah kami adalah budaya saling menyapa dan salaman ketika bertemu dengan sesama rekan guru dan karyawan. Kami tidak pernah membeda-bedakan kasta dan pekerjaan. Penjaga, tukang kebun, TU, dan guru sama saja, kami saling menghormati dan menghargai. Kami bersama rekan guru yang lain berusaha menularkan kebiasaan tersebut kepada murid melalui pembelajaran di kelas masing-masing.
Langkah awal dalam strategi untuk menguatkan budaya sopan santun di kelas adalah diperlukan kesepakatan bersama dalam kelas. Kesepakatan yang akan menyatukan ide, gagasan, harapan dan cita-cita murid dan guru agar pembelajaran di kelas lebih nyaman. Untuk Menyusun kesepakatan kelas diawali dengan memberikan pertanyaan-pertanyan penggugah, yang diharapkan akan memunculkan harapan-harapan yang diimpikan siswa dalam proses pembelajaran nantinya. Karena pembelajaran tatap muka sepertinya belum dapat dilaksanakan maka pertanyaan diberikan melalui wa grup PJOK. Anak diminta untuk memberikan respon terhadap pertanyaan yang diberikan. Hasil respon siswa dikelompokkan berdasarkan jenis jawaban dan hasilnya dikembalikan ke siswa untuk diulas bersama. Guru sebagai fasilitator mengarahkan bagaimana agar harapan-harapan murid dapat terwujud. Tentu dengan saling bekerja sama dan saling menghargai ide dan gagasan akan mempermudah untuk merumuskan dan pelaksanaan kesepakatan kelas tersebut.
Diawali dengan sebuah percakapan sapaan, “anak-anak, bagaiman kabar kalian…?“sudah nyamankah dengan lingkungan belajarmu? “kira-kira kalian mau ga punya kelas yang nyaman ? “seperti apa sih kelas impian kalian?, Terus kira-kira apa yang harus dilakukan biar keinginan kalian tadi bisa terwujud?”. “Nah, sekarang coba masing-masing buat harapan untuk kelas kita, dalam bentuk kalimat positif, Misal : saya mau kelasku santun”. “oke, draft kesepakatan sudah selesai, mari kita sepakati Bersama”,
Respon murid sangat antusias untuk melakukan perubahan di dalam kelas. Dari respon tersebut dapat disimplkan bahwa mereka menginginkan suasana kelas yang nyaman untuk belajar, mereka ingin kelas saling menghargai, menghormatii dan kompak. Seluruh siswa sepakat menyatukan ide dan gagasan mereka untuk membuat kesepakatan bersama. Mereka juga bersemangat dan berkomitmen untuk melaksanakan kesepakatan yang telah dibuat.
Sekolah berperan dalam membiasakan sikap sopan santun dengan memberikan contoh sikap sopan dan santun yang ditunjukkan oleh guru. Siswa sebagai pembelajar dapat menggunakan guru sebagai model. Dengan contoh atau model dari guru ini siswa dengan mudah dapat meniru sehingga guru dapat dengan mudah menananmkan sikap sopan santun.
Hasil kesepakatan kelas
Guru menjadi orang pertama yang harus komitmen dan memberi teladan dalam penerapan budaya tatakrama dan sopan santun. Tidak hanya meminta untuk dihargai dan dihormati oleh siswanya, namun guru harus bisa menghargai dan menghormati setiap ide, gagasan serta selalu memberi apresiasi terhadap hasil karya siswanya. Hal tersebut akan menumbuhkan percaya diri pada murid karena merasa dihargai, dihormati dan didengarkan.
Dalam penerapan budaya positif seharusnya tidak lagi adanya iming-iming hadiah ataupun ancaman hukuman. Adanya hadiah hanya akan membuat siswa termotivasi melakukan hanya kalau ada imbalan, sedangkan hukuman hanya akan membuat siswa melakukan kesepakatan karena takut dihukum. Hadiah dan hukuman hanya akan memunculkan efek jangka pendek, padahal tujuan yang ingin dicapai adalah budaya positif tersebut memberi efek jangka panjang
Untuk menumbuhkan budaya positif, tidak bisa hanya dengan perintah-perintah dan larangan semata namun komitmen, konsistensi dan keteladan dari guru, kepala sekolah dan staf sangatlah penting. Dengan begitu anak akan semakin yakin dalam memaknai nilai-nilai dalam budaya positif, bahwa nilai-nilai tersebut sanagt bermanfaat baik untuk dirinya sendiri, orang lain dan juga lingkungan sekitar. Sehingga akan memunculkan motivasi intrinsik dari siswa untuk menerapkan budaya tersebut dalam kesehariannya. Selain menjadi teladan, peran guru adalah untuk menuntun dan memberi arahan kepada siswa untuk senantiasa menerapkan nilai-nilai budaya positif. Nilai-nilai tersebut hendaknya dijadikan pedoman berperilaku dalam keseharian, dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab dan konsisten, sehingga visi sekolah untuk mewujudkan Profil Pelajar Pancasila akan terwujud
Tantangan dalam menerapkan budaya positif, adalah menghadapi murid yang notabene diusia peralihan menuju remaja yaitu jenjang SMP. Pada usia ini anak sedang mencari jatidirnya, emosi yang masih labil serta selalu ingin diperhatikan. Untuk itu kontrol guru perlu diperbaiki lagi untuk mengelola kelas agar kondusif dan fokus. Guru harus lebih bijak menanggapidan merespon ide-ide dari siswa, sehingga siswa tetap merasa didengarkan dan dihargai.
Guru perlu lebih bisa mengendalikan emosi dan bijak manakala masih menemui siswa yang belum menerapkan kesepakatan dengan menegur tanpa menyinggung dan juga mengarahkan agar selalu menaati kesepakatan yang telah dibuat. Menjaga komunikasi dan kolaborasi aktif dengan rekan-rekan guru agar ikur berperan dan membantu menerapkan budaya tata krama dan sopan santun.
Budaya tata krama dan sopan santun ini tidak sekedar hanya dipelajari, namun sekolah juga perlu merancang mekanisme penerapan dan pembiasaan t budayaata krama dan sopan santun dalam kehidupan di sekolah. Disamping itu sekolah perlu berkerjasama dengan orangtua/ wali untuk berperan membiasakan sikap sopan santun bagi anak mereka ketika di rumah dan di lingkungan masyarakat. Peran orang tua untuk menjadi teladan dan membiasakan budaya sopan santun sangat penting karena waktu anak di rumah lebih banyak. Di sekolah mungkin lebih pada penguatan mengenai pentingnya dan makna dari berperilaku sopan santun. Dengan demikian kerja sama yang baik antara sekolah dan orang tua anak dalam mendidik anak tidak lagi hanya sebatas pada pembagian tugas atau orang tua menyerahkan sepenuhnya kepada sekolah namun perlu ada kerja sama dalam pelaksanaan proses pendidikan itu sendiri. Sehingga harapan untuk mewujudkan siswa yang berkarakter dan menjunjung tinggi nilai sopan santun akan terwujud.
Dokumentasi kegiatan
Ringkasan percakapan melalui WA
Gambar poster kesepakatan kelas
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H