Dalam cahaya pagi yang cerah, dengan dunia terbentang indah di bawah sana, kami mulai bergerak turun. Misirin, Asmujiono dan Iwan bergerak perlahan, tapi mampu terus bergerak dengan kekuatan sendiri.
Saya tahu Apa dan Sherpa yang lain akan menjemput kami dari 'South Col'. Berkat berkah dari Sagarmatha, sang Dewi Langit, sekarang kami dalam perjalanan turun tanpa tragedi apapun.
Saya merasa sekarang situasinya sudah aman. Puncak sudah dalam genggaman, tidak ada lagi yang perlu dikhawatirkan. Saya bisa menunaikan agenda pribadi saya. Di ketinggian 8,400 m, saya mulai mencari jenazah Scott Fischer.
Saat berangkat, kami lewat hanya sekitar 30 m dari tempat Scott setahun yang lalu ditinggalkan oleh Sherpa penolongnya. Saya berusaha mencari, tapi karena masih gelap, tidak ketemu. Saya membawa bendera yang bertuliskan kata-kata perpisahan dari Jeannie, istri Scott, dan teman-teman Scott di AS.
Sebenarnya bendera itu dimaksudkan untuk membungkus jenazah Scott. Tapi karena saya tidak yakin kalau dalam perjalanan turun akan dapat menemukan jenazahnya, bendera tersebut kemudian saya tinggalkan di puncak. Saya harap Jeannie mengerti bahwa saya telah melakukan hal terbaik  yang bisa saya lakukan dengan misi ini.
Sekarang, dalam kondisi yang lebih memungkinkan, saya harus menemukan jenazah Scott dan memenuhi komitmen saya untuk menguburkannya dengan layak.
Saya akhirnya menemukan jenazah Scott, hampir seluruhnya tertutup salju. Saya minta Vinogradski untuk membantu saya dengan pekerjaan yang menyedihkan ini. Kami menutupi jenazahnya dengan batu dan salju. Kemudian makam sederhana itu kami beri tanda dengan tangkai kapak es yang kami temukan di sekitar.
Penghormatan terakhir ini adalah untuk seorang pria yang memiliki kecerdasan dan ekspresi pesona Amerika sejati. Saya sering teringat dengan senyum dan sikapnya yang ramah. Saya adalah pria yang berkepribadian sulit. Dalam menjalani kehidupan saya selalu berusaha untuk dapat sedikit mencontoh kepribadian Scott.
Vinogradski dan saya tiba di 'South Col' saat tengah hari. Misirin, Iwan dan Asmujiono telah kembali memakai oksigen sejak dari 'The Balcony'. Di sini mereka bertiga sudah merasa yakin akan bisa pulang dengan selamat. Kami minum teh dan beristirahat. Kami akan menginap semalam di 'South Col'.
Pagi hari 28 April, saya menyebrangi 'South Col', ke tepi jurang dinding Kangshung, tempat dimana saya meninggalkan Yasuko Namba pada malam yang mengerikan setahun yang lalu.
Saya langsung bisa menemukan jenazah Yasuko, sebagian tertutup salju. Kerilnya hilang dan isinya berserakan di sekitarnya. Saya mengumpulkan barang-barang kecil untuk saya sampaikan pada keluarganya.
Tubuh beku kecilnya, yang seolah tidur dengan tenang, saya tutup dengan bebatuan. Sebagai penanda, saya tinggalkan dua kapak es yang saya temukan di sekitar jenazah.
Hanya penghormatan sederhana seperti itulah yang bisa saya berikan kepada keluarga Yasuko Namba dan keluarga Scott Fischer, dalam kesedihan saya atas kematian mereka.
Saya tidak habis mengerti betapa siapnya Misirin, Asmujiono dan Iwan untuk mati demi puncak Everest. Saya sulit membayangkan betapa sedihnya perasaan keluarga ketika orang yang mereka cintai tidak pulang.
Penutup
Saya yakin kesuksesan ini akan memotivasi para pendaki amatir lain yang minim pengalaman, untuk mencoba peruntungan mereka di Everest.
Saya berharap, dengan segala kemampuan yang saya miliki, akan lebih banyak kesempatan yang saya dapat untuk mengembangkan profesi saya.
Saya seorang atlet pendaki, masih banyak hal yang ingin saya capai di gunung. Seperti atlet manapun yang selalu ingin mengasah keterampilan, saya juga selalu ingin menjelajah hingga batas kemampuan saya.
Sudah terlambat bagi saya untuk menekuni profesi lain sebagai pekerjaan. Dengan penuh perhitungan dan tanggung jawab, saya bisa mengantar pendaki yang minim pengalaman untuk mewujudkan impian mereka.
Saya bisa menjadi pemandu, pelatih ataupun konsultan, bahkan sebagai team penyelamat bagi pendaki. Meski saya tidak bisa menjamin kesuksesan atau keselamatan siapapun, saya siap dengan resiko terburuk saat menjalankan tugas sebagai pemandu. Saya rela seandainya suatu saat harus mati di gunung.
Misirin, Asmujiono, Iwan, Apa, Dawa, Bashkirov, Vinogradski dan saya tiba di base camp dalam pelukan kemenangan yang indah.
Kesuksesan ini tidak akan terjadi tanpa kontribusi dari banyak pihak. Tapi di atas segalanya, keberuntungan memang sedang berpihak pada kami. Ekspedisi team Indonesia berakhir tanpa meninggalkan bara di hati saya.
S e l e s a i --
** Terjemahan bebas dari 'The Return to Everest' yang dimuat dalam 'The Climb' karya Anatoli Boukreev dan Weston deWalt.
- 27 Mei 1997, hanya berselang satu bulan sejak mengantar team ekspedisi Indonesia ke puncak Everest, Vladimir Bashkirov tewas saat mendaki Lhotse (8,516 m, tertinggi ke-4 di dunia).
- Tujuh bulan kemudian, 25 Desember 1997, Anatoli Boukreev juga tewas karena 'avalanche' saat melakukan pendakian musim dingin di Annapurna (8,078 m, tertinggi ke-10 di dunia). Jenazahnya tidak pernah ditemukan.
TaMaRa, 12 Dec 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H