Pagi hari 28 April, saya menyebrangi 'South Col', ke tepi jurang dinding Kangshung, tempat dimana saya meninggalkan Yasuko Namba pada malam yang mengerikan setahun yang lalu.
Saya langsung bisa menemukan jenazah Yasuko, sebagian tertutup salju. Kerilnya hilang dan isinya berserakan di sekitarnya. Saya mengumpulkan barang-barang kecil untuk saya sampaikan pada keluarganya.
Tubuh beku kecilnya, yang seolah tidur dengan tenang, saya tutup dengan bebatuan. Sebagai penanda, saya tinggalkan dua kapak es yang saya temukan di sekitar jenazah.
Hanya penghormatan sederhana seperti itulah yang bisa saya berikan kepada keluarga Yasuko Namba dan keluarga Scott Fischer, dalam kesedihan saya atas kematian mereka.
Saya tidak habis mengerti betapa siapnya Misirin, Asmujiono dan Iwan untuk mati demi puncak Everest. Saya sulit membayangkan betapa sedihnya perasaan keluarga ketika orang yang mereka cintai tidak pulang.
Penutup
Saya yakin kesuksesan ini akan memotivasi para pendaki amatir lain yang minim pengalaman, untuk mencoba peruntungan mereka di Everest.
Saya berharap, dengan segala kemampuan yang saya miliki, akan lebih banyak kesempatan yang saya dapat untuk mengembangkan profesi saya.
Saya seorang atlet pendaki, masih banyak hal yang ingin saya capai di gunung. Seperti atlet manapun yang selalu ingin mengasah keterampilan, saya juga selalu ingin menjelajah hingga batas kemampuan saya.
Sudah terlambat bagi saya untuk menekuni profesi lain sebagai pekerjaan. Dengan penuh perhitungan dan tanggung jawab, saya bisa mengantar pendaki yang minim pengalaman untuk mewujudkan impian mereka.
Saya bisa menjadi pemandu, pelatih ataupun konsultan, bahkan sebagai team penyelamat bagi pendaki. Meski saya tidak bisa menjamin kesuksesan atau keselamatan siapapun, saya siap dengan resiko terburuk saat menjalankan tugas sebagai pemandu. Saya rela seandainya suatu saat harus mati di gunung.