Menurut pemikiran saya, keberhasilan mencapai puncak seharusnya dicapai melalui upaya yang masuk akal, bukan dengan cara seperti permainan rolet Rusia.
Keberhasilan mencapai puncak tidak ada artinya kalau sampai mengorbankan anggota team, apalagi kalau sampai ada yang tewas.
Potensi bahaya dalam pendakian gunung di Himalaya itu peningkatannya eksponensial, seperti deret ukur. Artinya, semakin tinggi kita naik, ancaman bahayanya menjadi beberapa kali lipat lebih besar. Saya tidak bisa menjamin keselamatan pendaki yang minim pengalaman.
Team pendaki Indonesia bisa belajar dari pengalaman saya, meminta rekomendasi ataupun jasa konsultasi lainnya. Tapi jika menginginkan puncak Everest dengan pendaki yang minim pengalaman, mereka harus bertanggung jawab atas ambisi yang menurut saya, cukup besar ini.
Jendral Prabowo kemudian meyakinkan saya bahwa motivasi anak buahnya sangat besar dan punya komitmen tinggi untuk keberhasilan ekspedisi. Mereka juga sepenuhnya menyadari resiko terburuk : kematian. Mereka siap untuk mati di gunung.
Terus terang pernyataan ini sangat mengejutkan, tapi setidaknya itu adalah pernyataan yang jujur.
Saya juga tegaskan bahwa meski nantinya saya akan bertindak sebagai pemandu, tapi sedapat mungkin team tetap harus mandiri.
Kita masing-masing yang harus bertanggung jawab terhadap keselamatan diri sendiri. Seteliti apapun persiapan yang kita buat, selalu saja ada hal yang kurang pada saat 'summit push'.
Kesepakatan Tercapai
Setelah diskusi panjang, Jendral Prabowo akhirnya setuju bahwa team akan terlebih dahulu melakukan latihan dan pengkondisian sebelum ekspedisi dimulai. Tapi tidak dalam waktu satu tahun.
Untuk ekspedisi ini, saya akan membentuk team pemandu yang orang-orangnya nanti akan saya tentukan.