Mohon tunggu...
Hendris Wongso
Hendris Wongso Mohon Tunggu... -

Pribadi yang tidak ingin menyia-nyiakan kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Money

Menguak Sisi Tersembunyi Potensi Energi Indonesia

8 Oktober 2013   11:02 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:50 958
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bicara produktifitas, mikroalga jauh unggul dari beberapa tanaman penghasil biofuel saat ini. Biji gandum mampu menghasilkan biofuel sebanyak 2.500 liter/ha, jagung sebesar 3.500 liter/ha, tebu 6.000 liter/ha, sedangkan mikroalga mampu mencapai ratusan ribu liter/ha. "Menurut Shanap dkk (2009), persentase minyak yang dapat dihasilkan oleh mikroalgaskopis dapat mencapai 136.900 liter/ha dibandingkan dengan tumbuhan jarak pagar dan kelapa sawit yang hanya menghasilkan masing-masing 1.892 liter/ha dan 2689 liter/ha untuk biomassa yang sama."

Keuntungan lain memilih mikroalga adalah spesies ini bukan merupakan produk pangan sehingga tidak akan berkompetisi dengan kebutuhan manusia. Dan yang lebih penting biofuel dari mikroalga sangat ramah lingkungan dibandingkan dengan bahan bakar fosil.  Minyak bumi kasar (baru keluar dari sumur eksplorasi) mengandung ribuan macam zat kimia yang berbeda baik dalam bentuk gas, cair maupun padatan. Permasalahan terjadi ketika produk minyak bumi yang dimanfaatkan manusia memunculkan efek yang tidak diinginkan bagi manusia itu sendiri ataupun bagi lingkungan sekitar terutama aspek pencemaran. Berbeda dengan minyak bumi, biofuel dari mikroalga tergolong ramah terhadap lingkungan. Biofuel ini diperkirakan mampu mereduksi karbon monoksida hingga mencapai sekitar 50% dan karbondioksida hingga 78%. Selain itu, mikroalga juga tidak mengandung sulfur serta mampu memperkecil resiko penyakit kanker hingga 94% (Rahardi, 2007).

Dari segi sustainablity, mikroalga tergolong energi terbarukan sehingga kita tidak perlu kuatir sumber energi ini habis di masa mendatang. Beberapa keunggulan dari mikroalga yang telah dipaparkan setidaknya mampu membuka mata pemerintah dalam memiliki prioritas pengembangan energi di masa mendatang. Semua kriteria yang diinginkan pemerintah dan masyarakat dalam pengembangan energi telah dimiliki oleh mikroalga. Jadi apa yang kita tunggu?

Menurut Journal of Chemical Technology and Biotechnology edisi 2009, spesies mikroalga yang mempunyai potensi untuk digunakan sebagai bahan baku bioetanol adalah Prymnesium parvum sp., Chlorococum sp., Tetraselmis suecia., Anthrospira sp., dan Chlorella sp. Sedangkan spesies mikroalga yang dapat dijadikan sebagai bahan baku biodiesel meliputi Scenedesmus sp., Chlamydomonas sp., Chlorella sp., Spirogyra sp., Euglena sp., Nitzschia sp., dan Prymnesium sp.

Proses Budidaya

Budidaya mikroalga dapat dilakukan dengan sistem terbuka dan sistem tertutup. Penggunaan sistem terbuka dapat membuat mikroalga mudah terserang kontaminasi spesies alga lain dan bakteri. Sistem terbuka juga memiliki sistem kontrol yang lemah, misalnya dalam mengatur temperatur air, konsentrasi karbon dioksida, dan kondisi pencahayaan. Sedangkan keuntungan penggunaan sistem terbuka adalah untuk memproduksi alga hanya perlu dibuatkan sirkuit atau kolam. Dalam kolam ini alga, air dan nutrisi disebarkan dalam kolam yang berbentuk seperti sirkuit. Aliran air dalam kolam sirkuit dibuat dengan pompa air. Kolam biasanya dibuat dangkal supaya alga tetap dapat memperoleh sinar matahari karena sinar matahari hanya dapat masuk pada kedalaman air yang terbatas.

Alternatif lain cara pembudidayaan alga ini adalah dengan menumbuhkannya pada struktur tertutup yang disebut photobioreactor yang kondisi lingkungannya lebih terkontrol dibandingkan sistem terbuka. Sebuah photobioreactor adalah bioreactor dengan beberapa tipe sumber cahaya, seperti sinar matahari dan lampu fluorescent. Photobioreactor juga memungkinkan dilakukannya peningkatan konsentrasi karbondioksida di dalam sistem sehingga mempercepat pertumbuhan alga. Meskipun biaya investasi awal dan biaya operasional dari sebuah photobioreactor akan lebih tinggi dibandingkan dengan kolam terbuka. Hal ini akan membuat pengembalian biaya modal dan biaya operasional dengan cepat (Negara, 2007).

Mikroalga yang tumbuh akan membentuk suatu biomassa yang siap untuk dipanen. Proses pemanenan dapat dilakukan dengan berbagai metode yang disesuaikan dengan jenis alga.

"Rahardi (2006) mengatakan bahwa proses pemanenan mikroalga dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti penyaringan mikro, sentrifugasi dan flokulasi. Flokulasi merupakan proses pemisahan alga dari air dengan bantuan zat kimia."

Sama seperti tumbuhan, mikroalga juga memerlukan tiga komponen penting untuk tumbuh yaitu sinar matahari, karbondioksida dan air. mikroalga menggunakan sinar matahari untuk menjalankan proses fotosintesis. Fotosintesis merupakan proses biokimia penting bagi mikroalga untuk mengubah sinar matahari menjadi energi kimia. Energi kimia ini akan digunakan untuk menjalankan reaksi kimia, misalnya pembentukan senyawa gula, fiksasi nitrogen menjadi asam amino dan lain sebagainya. mikroalga juga membutuhkan nutrisi-nutrisi lain untuk mengoptimalkan pertumbuhanya, yaitu nitrogen, fosfat, dan zat besi (Graham dan Wilcox, 2000). Berikut adalah bagan pembudidayaan mikroalga dan pemrosesan hingga terbentuk biofuel.

13812040171951026265
13812040171951026265

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun