Mohon tunggu...
hendri setiawan
hendri setiawan Mohon Tunggu... Operator - Chemie - Pekerja Biasa di Pabrik

Bergulat dengan bahan kimia di kampus dan pekerjaan sekarang| Game: Mobile Legends, Arena Of Valor, League of Legends Wild Rift| Mengikuti anime tiap season| Musik J-pop & K-pop (bebas) | Hobi: Membaca dan menonton (bisa juga dibilang bukan hobi sih)

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Mengapa Kita Masih Bertahan pada Pilihan?

25 Februari 2022   20:30 Diperbarui: 25 Februari 2022   20:49 711
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kalau kita beranggapan bahwa semua manusia itu sama baiknya maka tidak ada alasan untuk bertahan dengan seseorang. Kalau kita beranggapan bahwa kita bisa bahagia dengan siapa saja asal memiliki materi maka tidak ada alasan kita bersama seseorang.

Kalau kita beranggapan bahwa dengan siapa saja kita bisa mendapatkan cinta yang sama maka sebenarnya pilihan kita banyak. Lalu mengapa kita bertahan dengan pilihan kita ketika di luar kondisinya sama artinya semua materi, cinta, dan kebaikan saat ini juga bisa kita rasakan nanti. 

Jika ada yang lebih baik mengapa kita tidak memilih yang lebih dan malah bertahan dengan kondisi saat ini atas nama cinta. Sama halnya dengan melepas seseorang untuk mengujinya apakah ia memang mimilih kita atau tidak. 

Ya, jika semua kondisi sama atau ada yang lebih baik apakah ia akan memilih pilihan selain kita. Eksperimen ini bisa kita lakukan saat mencintai seseorang. Beberapa bilang bahwa cinta juga bisa berarti melepaskan agar ia bahagia. Masalahnya karena cinta tidak memiliki nilai maka sebagai pembanding sangat sulit dilakukan. 

Misalnya, seorang pasangan yang selalu memberi pada pasangannya disertai kata kata cintanya apakah perasaannya lebih besar dibanding pasangan lain yang tidak bisa memberi pada pasangannya? Mereka yang dapat memberikan berlian, rumah mewah, serta kekayaan bagi pasangan apakah dapat dibandingkan dengan mereka yang nasi saja harus berbagi karena tidak memiliki uang.

Lalu, mengapa ia masih bertahan dengan kondisi itu? Mengapa ia tidak meminta pasangannya untuk meninggalkannya dan mencari yang lebih baik darinya dibanding kesusahan dalam hidup ini? Seandainya tidak ada rasa malu dan kita memaklumi sikapnya untuk mencari pasangan yang lebih layak apa itu akan menjadi hal yang normal? 

Seandainya tidak ada kata-kata derajat dari fisik, harta, serta perilaku apakah akan ada orang lain yang mau menerimanya? Ya, hal ini mungkin akan menjadi kebingungan bagi orang yang meninggalkan. Takut tidak mendapat pasangan yang sama atau lebih baik karena ia melihat ke dalam dirinya. 

Saya rasa Tuhan telah menciptakan batasan, moral dan amoral. Secara tidak langsung otak kita akan merasakan hal aneh jika kita melakukan hal hal yang amoral. Tentu saja ini tidak berlaku bagi mereka yang menjadikannya kebiasaan. Karena bagaimanapun manusia ingin mendapatkan hal ternyaman.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun