Mohon tunggu...
Hendri Ma'ruf
Hendri Ma'ruf Mohon Tunggu... lainnya -

Hobi "candid photo," suka traveling, dan senang membaca plus menulis. Pernah bekerja di perusahaan, sekarang berkarya mandiri. Meminati masalah kepemimpinan, manajemen, dan kemasyarakatan.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Memilih Diam dalam Hiruk Pikuk Politik Itu Salah?

5 Maret 2017   18:16 Diperbarui: 6 Maret 2017   20:00 2612
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Yang kesemuanya seperti melanjutkan peperangan dua kubu besar semasa Pilpres 2014.

Sementara, masyarakat yang tak mau melibatkan diri dalam hiruk pikuk perdebatan politik dua kubu semasa 2014 yang sengit itu, memutuskan berdiam diri. Apalagi kini dengan bertambah jelas seru dan sengitnya perseteruan dua kubu dalam Pilkada DKI 2017.

Sebagian mereka yang berdiam diri itu tergolong sebagai the floating mass atau masa mengambang. Istilah masa mengambang ini muncul di tahun 1970an yang merujuk pada kondisi pengkondisian masyarakat, khususnya di pedesaan agar mereka tak tersentuh oleh (partai) politik dan semata-mata supaya bisa konsentrasi untuk bekerja menguatkan ekonomi. Hari ini, masa mengambang mungkin meluas ke kota-kota. Mereka, baik yang di desa maupun di kota, tampaknya memang benar-benar masa mengambang yang bisa ikut partai mana pun bergantung situasi yang menguntungkan mereka secara pragmatis.

Tetapi, sebagian mereka yang berdiam diri itu hari ini adalah orang-orang memang sengaja tak peduli politik. Yang sengaja menjauh dari perbincangan politik. Mereka beruntung dalam hal mereka tak dirugikan oleh siapa pun. Mereka juga beruntung tidak merasakan luka hati akibat diserang secara verbal dalam perdebatan antar kubu. Mereka juga dapat dikatakan tergolong masa mengambang, tetapi mereka tak mau datang ke bilik-bilik Tempat Pengambilan Suara dalam Pemilu, Pilpres, ataupun Pilkada.

Lalu sebagian lainnya lagi adalah orang-orang yang memutuskan berdiam diri dari perbincangan politik yang tidak perlu tetapi tetap mengamati perkembangan politik dan hanya berbicara pada kawan dan keluarga yang dipercayainya.

Namun, orang-orang yang berdiam diri ini yang tak mau terlibat dalam perdebatan sengit dua kubu terkait Pilkada DKI 2017 tetapi tetap mengamati perkembangan politik ini dianggap sebagai orang-orang yang tak berpendirian, sebagai orang-orang yang tak punya sikap, sebagai orang-orang yang penakut. Lucunya, pelabelan ini datang dari dua kubu yang berseberangan itu.

Orang-orang ini memilih berdiam diri karena ada unsur-unsur di masing-masing kubu yang berlebihan dalam bersikap, dalam bertutur, dan dalam berargumentasi. Argumentasi untuk menyakinkan pihak lawan atau argumentasi untuk membela diri tidak lagi didasarkan pada pengetahuan dan empati.

Pengetahuan akan memperkaya data dan informasi dalam argumentasi. Juga memberi konteks yang tepat. Empati akan menjadi petunjuk (guidance) dalam pemilihan kata dan nada dalam ungkapan. Sehingga muncul santun dan keberadaban.

Atas alasan-alasan itulah ada orang-orang yang memutuskan untuk berdiam diri … tetapi tetap mengamati.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun