Mohon tunggu...
Hendri Ma'ruf
Hendri Ma'ruf Mohon Tunggu... lainnya -

Hobi "candid photo," suka traveling, dan senang membaca plus menulis. Pernah bekerja di perusahaan, sekarang berkarya mandiri. Meminati masalah kepemimpinan, manajemen, dan kemasyarakatan.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Haruskah Hitam Putih: Ahok Divonis Bersalah atau Aksi Bela Islam III

10 November 2016   18:15 Diperbarui: 10 November 2016   18:18 1003
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Demo Bela Islam II tanggal 4 Nopember 2016 bersamaan dengan tanggal 4 Shaffar 1438 dapat dikatakan berjalan dengan damai. Umat Islam dari ba’da shalat Jum’at hingga maghrib di sekeliling Lapangan Monumen Nasional mengalir dalam bilangan ratusan ribu jiwa. Sampai dengan menjelang Isya berjalan damai, sehingga pantas disematkan julukan Aksi Damai 4-11.

Di sekitar waktu ‘Isya, ada sekelompok kecil orang yang mencoba memprovokasi di Jalan Merdeka Utara. Bersyukur bahwa provokasi itu gagal. Bersyukur pula, tak ada kerusuhan antara tengah malam hingga bubar ba’da subuh di lokasi depan Gedung DPR.

Aksi Bela Islam II atau Aksi Damai 4-11 itu membanggakan bagi Umat Islam, khususnya  Ulama dan Umat yang menganggap ada penistaan oleh Ahok kepada Ulama dan kepada Al-Quran. Rasa bangga yang muncul dari kesuksesan melakukan perhelatan akbar ratusan ribu orang dengan damai. Rasa bangga itu ternyata kini bersambung dengan ancaman akan melanjutkan dengan Aksi Bela Islam III yang lebih besar lagi jika Pemerintah tidak serius menangani kasus penistaan terhadap Ulama dan Al-Quran.

Sampai di sini saya tertegun.

Saya sependapat bahwa Aksi Bela Islam II itu sukses. Juga saya setuju bahwa Aksi Damai itu yang berjalan aman dan damai yang diikuti Umat Islam dalam jumlah yang amat sangat banyak yang sebagiannya datang dari luar Pulau Jawa. Tetapi, janganlah hal ini menjadi euforia apalagi mengembangkannya menjadi Aksi Bela Islam lanjutan.

Jika ditarik mundur, pemicu dari aksi demo besar-besaran itu adalah tuduhan kepada Ahok yang menista Ulama dan Al-Quran. Silang pendapat antara pendukung adanya penistaan dan pendukung tiadanya penistaan sangat keras terjadi di dunia media sosial. Kaum Muslimin pendukung adanya penistaan menganggap saudara Muslimnya yang tak sepakat soal penistaan sebagai Muslim cicak yang berarti pengkhianat. Anggapan bukan hanya itu, muncul kata Munafiq untuk menggelari saudaranya sesama Muslim tetapi tak sepakat soal tuduhan penistaan itu karena sama artinya sebagai Muslim pembela Kafir.

Dunia maya di hari-hari menjelang pra-Aksi Bela Islam II menunjukkan suasana perbedaan yang memecahkan.  Perbedaan pendapat berkembang menjadi perseteruan keras.

Padahal perbedaannya bermula bukan dalam hal akidah, keimanan, keIslaman, melainkan dalam hal persepsi atas ucapan Ahok. Rupanya, perbedaan persepsi sudah dianggap sama dan setingkat dengan perbedaan antara keimanan atau kemusyrikan. Yang menyedihkan adalah kerenggangan persahabatan terjadi disertai dengan hujatan tak langsung seperti melabel munafiq, pengkhianat, atau lainnya.

Sebagian Umat Islam telah menjadi Umat yang berpikir hitam putih. Bahwa kalau tidak mendukung aksi demo Bela Islam berarti tergolong munafiq. Islamnya diragukan karena tidak mau turut serta membela agamanya, ulamanya, dan al-Qurannya. Ide bahwa soal penistaan oleh Ahok belum tentu menista Ulama dan al-Quran, tidak diterima. Jelaslah bahwa  Ahok menista Ulama dan al-Quran sudah menjadi adagium.

Kini, pasca Aksi Damai 4-11, cara berpikir hitam putih itu masih terus berlanjut. Bahkan semakin mengkristal.

Din Syamsudin dikutip seseorang mengatakan: “Jangan karena nila setitik rusak susu sebelanga. Jangan karena orang satu, kerukunan bangsa terganggu. Solusi terbaik: potong akar tunjang masalah, tegakkah hukum secara berkeadilan.” Kata-kata ini sejalan dengan nada ancaman yang disebutkan di atas bahwa akan ada aksi lanjutan. Rupanya, ini bersambung dengan ucapan dari pimpinan ormas Al-Washliyah.

Yusnar Yusuf, ketua pengurus Al-Washliyah, menyatakan Presiden Jokowi meminta agar dia dan sesama pemimpin ormas Islam untuk menenangkan umat (pada pertemuan Presiden dan ormas-ormas Islam tanggal 9-11-2016). Namun, dia tidak bisa menjamin anggota organisasinya tidak akan kembali menggelar demonstrasi menentang Ahok. "Presiden sudah berjanji akan adil, kan sudah selesai. Kalau aksi yang akan datang kita lihat, adil atau tidak? Saya tidak bisa jamin (akan ada demonstrasi lanjutan)," ujar Yusnar. Sebagaimana dikutip dari bbc.com/indonesia.

Tokoh lain, Haedar Nashir dikutip mengatakan: “Pemimpin harus pandai merawat kata karena dari kata itulah sering jadi bencana.” Kalau yang dimaksudkan Haedar Nashir adalah Ahok sebagai pemimpin tidak pandai merawat kata, pertanyaannya adalah mengapa perlu menunggu waktu begitu lama untuk mengadakan protes? Ahok atau Basuki Tjahaja Purnama telah menjabat Gubernur DKI sejak Nopember 2014?!

Di dunia maya atau medsos, pendapat A. Hasyim Muzadi dalam 9 poin telah beredar luas, di mana isi poin ke-8 berbunyi: “Seluruh kaum muslimin apapun ormasnya, jangan beranggapan bahwa sekat-sekat ormas itu dapat menghadang energi al-Quran. Karena kalau dipaksakan, justru berakibat tidak ditaatinya pemimpin oleh umatnya sendiri yang memang ghirah al-Qurannya tinggi.”

Poin ke-9 berbunyi: “Saat ini upaya untuk menciptakan opini bahwa Ahok tidak menistakan agama (Islam) tampak akan berlanjut. Kita masih menunggu hasil finalnya. Hasil Finalnya tersebut bergantung siapa yang dimintai pendapat dan fatwanya oleh pihak kepolisian. Semoga akan selaras dengan keputusan MUI (Majelis Ulama Indonesia).”

Jika pada tataran Tokoh Islam tergambarkan sikap-sikap seperti itu, apalagi pada tataran umatnya. Bisa dibayangkan betapa kerasnya nada, sikap dan kehendak agar hukum ditegakkan dan keadilan dijalankan.

Nada, sikap, dan kehendak yang dimaksudkan hanyalah mengarah pada satu saja: bahwa Ahok divonis bersalah karena telah menista Ulama dan al-Quran. Tidak ada nada keterbukaan atau peluang adanya kemungkinan kesimpulan lain, misalnya Ahok benar kasar tetapi tidak menista Ulama dan al-Quran.

Apalagi kalau kata-katanya panjang seperti ini: Ahok benar kasar dan menista orang Islam, tetapi tidak menista Ulama dan al-Quran. Mungkin bunyi kesimpulan seperti ini tetap ditolak dan mungkin akan ada Aksi Bela Islam III.

Do’a saya adalah apa pun status hukum Ahok nantinya, semoga Umat Islam Indonesia baik-baik saja. Jika Ahok dinyatakan bersalah telah menista Ulama dan al-Quran, semoga itu tidak menimbulkan euforia yang tidak perlu. Jika Ahok dinyatakan tidak bersalah, semoga aksi demo Bela Islam III tetap aman.

Lalu kita menunggu lagi perkembangan ba’da Bela Islam III.

Wallahu a’lam bish-shawab.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun