Mohon tunggu...
Hendri Ma'ruf
Hendri Ma'ruf Mohon Tunggu... lainnya -

Hobi "candid photo," suka traveling, dan senang membaca plus menulis. Pernah bekerja di perusahaan, sekarang berkarya mandiri. Meminati masalah kepemimpinan, manajemen, dan kemasyarakatan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kalau Saya Berada di A (Terkait Jokowi), Anda Berada di Mana?

28 Maret 2014   19:00 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:21 351
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Marilah kita melihat diri kita sendiri secara jujur. Lepaskan rasa benci, juga lepaskan rasa cinta. Jawablah dengan pikiran dingin, walau hati (mungkin) bergejolak. Jawablah pertanyaan saya dengan jujur setelah selesai membaca keseluruhannya.

Bahwa saya duluan mengatakan saya berada di Kuadran A (lihat diagram di bawah ini) hanyalah untuk contoh, dan hanyalah untuk memberi Anda semangat untuk membaca lebih lanjut.

Kuadran atau Kelompok A adalah orang yang mendukung pencapresan Joko Widodo dengan sejumlah alasan faktual dan disampaikan dengan obyektif dan santun. Kuadran atau Kelompok B adalah orang yang menolak pencapresan Joko Widodo dengan sejumlah alasan faktual dan disampaikan dengan obyektif dan santun.

Jadi, Kelompok A dan Kelompok B berseberangan sikap dalam hal pencapresan Jokowi. Nah apakah alasan faktual masing-masing pihak itu? Supaya singkat, kita ambil sedikit contoh saja untuk masing-masing pihak.

[caption id="attachment_300994" align="aligncenter" width="463" caption="Sikap Masyakarat terhadap Pencapresan Jokowi (disusun Hendri Ma"][/caption]

Bagi kelompok A, sukses Jokowi sewaktu menjabat Walikota Solo adalah fakta-fakta yang tidak bisa dipungkiri. Mulai dari suksesnya memindahkan PKL Banjarsari hingga penataan kota menjadi asri sehingga ia terpilih lagi untuk masa jabatan kedua adalah argumentasi faktual. Bukti lain adalah pengakuan internasional atas keberhasilan Jokowi membawa kota Solo menjadi kota bersih, tertata, dan berbudaya. Di Jakarta, meski masih singkat masa jabatannya, yang diakui sebagai prestasinya adalah normalisasi Waduk Pluit setelah tiga dasawarsa tak terurus, berjalannya program MRT, dan beberapa lainnya.

Saya kutipkan sebuah contoh yang tergolong Kelompok A, yaitu dari statusnya Muhammad AS Hikam tanggal 15 Maret 2014 di Facebook. MASH mengutip sikap yang kontra pencapresan Jokowi lalu dia beri komentar: “1) Jokowi tidak amanah karena belum selesai jadi Gub DKI tapi mau nyapres (kenapa dulu ketika dari Solo tidak dilarang?; 2) Jokowi belum berhasil menyelesaikan masalah-2 di Jakarta (apakah para Gubernur yang dulu sudah berhasil menyelesaikan banjir, macet, polusi, penggusuran selama masa jabatan mereka yg lebih dari masa Jokowi?); 3) Jokowi mengingkari janji akan menyelesaikan masa jabatan (bagaimana dg cagub yg sebelumnya dari Palembang itu? Lalu bagaimana dengan Hidayat Nur Wahid yg juga jadi cagub pdhl masih anggt DPR, dll); 4) Jokowi belum level memegang jabatan negara (apa ukurannya level itu? Apakah capres harus berpengalaman dulu jadi Presiden?).”

Di sisi lain, Kelompok B berargumentasi bahwa masa jabatan yang belum genap dua tahun sebagai Gubernur DKI adalah fakta bahwa Jokowi belum memiliki cukup bukti untuk dimajukan sabagai klaim keberhasilan. Jokowi baru saja “naik pangkat” dari mengurusi setengah juta penduduk di Solo ke mengurusi jumlah penduduk 20 kali lipat besarnya. Itu sangat kompleks. Apalagi ini Ibukota negara. Tantangan di Ibukota jauh lebih besar. Jadi, masa bakti yang satu setengah tahun di DKI belumlah bisa dijadikan landasan penilaian. Masih ada sejumlah argumentasi lainnya.

Saya kutipkan dua contoh pendapat yang dari Kelompok B: “...saya lebih setuju beliau tetap menjadi gubernur, masa kerjanya yang masih pendek di Jakarta belum bisa sepenuhnya membuktikan kepiawaiannya dalam menuntaskan beribu masalah pelik ibukota; sehingga belum dapat dijadikan sebagai barometer untuk mengukur kemampuannya mengurus negara yg sudah semakin semrawut ini.”

Yang lainnya mengatakan: “Kalau saya lebih Jokowi “stay” mengurusi Jakarta. Seperti janjinya waktu kampanye mau beresin Jakarta dulu. At least tidak berpisah dg pasangannya seperti saat kampanye dia menyindir Foke yg berpisah dg pasangan sebelum masa jabatan berakhir. Jangan ingkar janji kalau memang gentleman.”

Lalu bagaimanakah dengan Kuadran C atau Kelompok C? Kelompok ini adalah orang-orang yang mendukung pencapresan Jokowi dengan sikap dan kata yang sangat diwarnai perasaan cinta. Kalaupun mengeluarga fakta, kata-katanya disampaikan dengan nuansa dukungan. Kadang, di antara mereka menggunakan bahasa yang terlalu indah. Itu adalah karena perasaan cinta yang mendalam. Karena itu, muncul istilah mengidolakan. Kelompok C inilah orang-orang yang dikatakan mengidolakan tokoh secara berlebihan sampai-sampai muncul istilah ‘mengkultuskan’.

Apakah kelompok C orang-orang yang berpendidikan menengah atau rendah? Tidak selalu. Saya menemukan ada kenalan yang berpendidikan tinggi yang menghantam pihak lawan dengan kata-kata pedas. Kalau dia menemukan gambar/kartun yang menyindir tokoh lawan, maka dengan girangnya dia “menggoreng” gambar itu dengan kata-kata pedas dan diunggahnya dalam status FB-nya. Salah satu contoh adalah gambar Jokowi berpakaian jas lengkap sedang berdiri di podium dengan tangan kanannya menunjuk ke depan seolah-olah sedang memberikan orasi. Dibelakangnya terpampang gambar besar yang sering dipakai sebagai latar belakang pidato Presiden RI. Itu contoh gambar yang melebih-lebihkan.

Di sisi lain, Kelompok D juga serupa. Mereka adalah orang-orang yang menolak pencapresan Jokowi dengan sikap dan kata yang berwarna rasa tidak suka. Sebagian mereka (seperti terlihat di kolom komentar di diskusi Yahoo) akan menyerang Jokowi dan pendukungnya dengan nyinyir, dengan sinis, atau dengan nada ejekan.

Tak berbeda dari Kelompok C, Kelompok D juga akan menggunakan gambar/kartun yang menyindir/mengejek tokoh lawan (dalam hal ini Jokowi) dan mengunggahnya di FB atau situs lainnya dengan kata-kata pedas menyengat. Sama seperti dengan Kelompok C, ada juga orang yang berpendidikan tinggi di kelompok D. Saya punya kawan (sarjana tentu saja) yang rajin memuat status mengejek Jokowi atau pendukungnya. Dia juga tentu saja contoh dari Kuadran D atau Kelompok D. Selain itu, ada contoh seseorang dari kelompok ini yang memuat gambar Jokowi berpakaian sangat minim, yaitu hanya bercelana dalam saja. Tubuhnya digambarkan kurus kering. Benar-benar kurus kering seperti pesakitan.

Akhirnya... Kalau Anda sendiri, pembaca yang saya hormati, berada di manakah Anda? Tolong jawab sendiri dan simpan dalam hati/pikiran sendiri. Tolong jangan ditulis di kolom komentar di bawah ini. Tulisan ini sebenarnya mengajak Anda untuk bersikap “hati boleh panas, kepala tetap dingin” apa pun sikap Anda.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun