Mohon tunggu...
Hendrikus Adam
Hendrikus Adam Mohon Tunggu... -

Warga negeri (Merah Putih) dari pelosok Borneo Barat. Peminat isu Demokrasi, Sosial Budaya, Lingkungan Hidup, HAM dan Peace Building.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Rumah Pelangi, Kawasan Gundul yang Kini Hijau

29 Januari 2015   00:17 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:11 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

By Hendrikus Adam

Rumah Pelangi. Begitulah pengelolanya memberi nama bagi tempat yang berjarak sekitar 60an km ke arah Utara dari kota Pontianak. Kawasan yang terletak di jalan lintasan Trans Kalimantan ke arah kecamatan Tayan ini oleh warga sekitar juga dikenal dengan nama Bukit Tunggal.

Rumah pelangi merupakan salah satu kawasan konservasi yang secara administrasi berada di dusun Gunung Benuah, desa Teluk Bakung, kecamatan Sungai Ambawang, kabupaten Kubu Raya. Sebuah kawasan yang dulu gersang, namun telah disulap dan kini menjadi kawasan hijau yang ditumbuhi berbagai tanaman khas lokal oleh pengelolanya. Kawasan ini juga menjadi tempat sasaran kunjungan multi-pihak dengan berbagai kepentingan. Tempat ini baik untuk memanjakan diri Anda yang menyenangi suasana hijau sekaligus menyegarkan otak dari rutinitas kala liburan. Bagaimana sesungguhnya kawasan yang dikelola Komunitas Kapusin ini?

Rumah Pelangi

Hadirnya Rumah Pelangi tidak lepas dari sosok Pastor Samuel Oton Sidin, OFM Cap. Pria sederhana kelahiran 12 Desember 1954 asal kampung Peranuk di kecamatan Teriak, kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat ini adalah seorang imam Ordo Kapusin yang dithabiskan tahun 1984. Ia juga adalah alumnus pendidikan doctorat dari  Antonianum, Roma, tahun 1990 dengan  judul disertasi: ”The Role of Creatures in Saint  Francis’ Praising of God”.

Ide soal konservasi sesungguhnya telah dimulai ketika beliau menjabat Kepala Provinsial Orde Kapusin di Kalimantan Barat. Menyadari bahwa pelestarian alam merupakan bagian dari spiritualitas, maka komunitas Ordo Fratrum Minorum Capuccinorum (OFM Cap) memandang perlu mencari tempat untuk persinggahan yang kala itu akhirnya disepakati harus dipadukan dengan upaya penghijauan sebagai bentuk upaya kepedulian terhadap lingkungan. Dibantu P. Bonifasius (alm), P. Benyamin dan Nandat (seorang umat Katolik asal kampung Pabuisat’n), maka didapatlah tanah milik lebih dari sepuluh warga sekitarnya dengan luas awal 80 Ha. Kawasan yang dulunya masuk wilayah kabupaten Pontianak itu akhirnya menjadi tanah milik Keuskupan Agung Pontianak.

Penamaan Rumah Pelangi sebagai tempat yang kini sebagai kawasan penanaman, pelestarian dan konservasi (arboretum) tersebut, menurut Pastor Samuel terinspirasi dari cerita Nabi Nuh. Sebagaimana diceritakan dalam Alkitab Perjanjian Lama, setelah keluar dari Bahtera, menyaksikan pelangi terbit di langit dan saat itu dikatakan tidak akan pernah ada lagi bencana menimpa manusia. Pelangi juga dikatakan menjadi simbol kerukunan atau perdamaian universal antara manusia dengan alam maupun manusia dengan Sang Pencipta. Dipilihnya Rumah Pelangi dengan maksud mengingatkan keinginan hidup berdampingan dengan segala sesuatu termasuk dengan alam sehingga ada kedamaian antara manusia, dengan hewan, dan lingkungannya.

”Pelangi adalah tanda perdamaian dan harmoni dengan semua; Allah dan ciptaan-Nya, antara langit dan bumi dan dengan sekalian makhluk. Dengan memakai “pelangi” sebagai nama, kita berharap, rumah ini menjadi penebar harmoni. Setiap orang yang datang, datang dengan damai dan mau mengupayakan damai dengan semua. Dari rumah ini, kiranya muncul “pelangi” damai. Kita harap, simbol ini bisa menjadi kenyataan,” paparnya.

Selain itu, juga menjadi spiritualitas Fransiskan Kapusin, karena Fransiskus dari Asisi sendiri menurut Doktor Teologi Spiritualitas Fransiskan lulusan Universitas Antonia, Roma ini adalah seorang pencinta alam yang diangkat oleh gereja menjadi santo pelindung bagi orang-orang yang berkecimpung di bidang pelestarian alam.

Sejak 13 tahun silam (tahun 2000), kawasan dengan medan perbukitan dan rawa yang pernah gersang karena terbakar ini mulai dirintis untuk dikelola. Namun inisiatif tersebut diakui mulai sejak tahun 1997. Pada awalnya dengan mendirikan pondok. Selang beberapa tahun kemudian, luas kawasan tersebut pun ditambah hingga kini mencapai lebih dari 90 Ha. Adapun tujuan utama saat itu sebagaimana penjelasan Pastor Samuel Oton Sidin, adalah untuk melestarikan dan memelihara dengan menghijaukan lingkungan sekitar. ”Saya mencoba menghijaukan lahan yang kritis ini (sempat terbakar) supaya rimbun kembali,” ungkap Pastor Samuel kala itu.

Merintis Rumah Pelangi dilakukan Pastor Samuel Oton Sidin dengan dibantu sejumlah warga sekitar. Adapun sejumlah rutinitas berikut maksud dari apa yang dilakukan saat mengembangkan kawasan konservasi tersebut; Pertama, tinggal dalam hutan, Kedua, melindungi hutan yang masih ada, Ketiga, menanam pohon-pohon, terutama pohon buah-buahan dan pohon-pohon khas Kalimantan agar pelbagai jenisnya dapat dilestarikan, Keempat, mendirikan pusat pendidikan ekologis, dan Kelima, kelak (kita) akan menjadikan Rumah Pelangi sebagai tempat wisata rohani dan ekologis

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun