Mohon tunggu...
Hendrikus Dasrimin
Hendrikus Dasrimin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Pemerhati di bidang pendidikan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pakaian Adat sebagai Seragam Sekolah, Mengapa Tidak Sekalian Berlakukan "Pakaian Kebiasaan"?

22 Oktober 2022   19:39 Diperbarui: 22 Oktober 2022   20:57 570
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kata adat dan kebiasaan seringkali disandingkan satu sama lain. Misalnya dalam kalimat "setiap daerah memiliki adat kebiasaan yang berbeda-beda". Walaupun demikian, KBBI membedakan pengertian dari kedua kata ini. 

Adat memiliki beberapa pengertian, yakni: 1) aturan (perbuatan) yang lazim diturut atau dilakukan sejak dahulu kala; 2) cara (kelakuan dan lain sebagainya) yang sudah menjadi kebiasaan; 3) wujud gagasan kebudayaan yang terdiri atas nilai-nilai budaya, norma, hukum dan aturan yang satu dengan yang lainnya berkaitan menjadi suatu sistem".

Sedangkan kata kebiasaan memiliki dua pengertian yakni: 1) sesuatu yang biasa dikerjakan dan sebagainya; 2). pola untuk melakukan tanggapan terhadap situasi tertentu yang dipelajari oleh seorang individu dan yang dilakukannya secara berulang untuk hal yang sama.

Hari-hari ini beberapa media sosial ramai memperbincangkan tentang kebijakan baru Kemendikbudristek tentang pakaian seragam sekolah dari jenjang SD sampai SMA. Topik yang mendapat banyak tanggapan dari publik adalah soal penetapan pakaian adat sebagai salah satu dari seragam sekolah.

Ada pihak yang setuju dengan kebijakan tersebut karena mempertimbangkan tujuannya sebagai salah satu upaya untuk menanamkan rasa nasionalisme dan kecintaan terhadap budaya sendiri. Namun ada pula yang tidak setuju dengan peraturan yang sudah diterapkan dalam Permendikbudristek Nomor 50 Tahun 2022 ini. Ada berbagai macam alasan, antara lain adalah alasan ekonomi dan keribetan yang membatasi ruang gerak siswa.

Saya justru berpendapat, daripada hanya memberlakukan penggunaan pakaian adat, mengapa tidak sekalian menerapkan penggunaan pakaian kebiasaan saja? Supaya klop, para pelajar mengenakan pakaian yang sesuai dengan "adat-kebiasaan" orang Indonesia.

Yang saya maksudkan dengan "pakaian kebiasaan" adalah pakaian yang biasa kita gunakan dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat. Dalam ungkapan lain sering digunakan istilah "pakaian bebas". Saya sengaja menggunakan kata "pakaian kebiasaan", yang tidak pernah digunakan ini untuk mendekatkan kata "kebiasan" dengan "adat" yang sejatinya kedua kata ini memiliki kedekatan (adat-kebiasaan). Sebaliknya saya tidak menggunakan kata "pakaian bebas" supaya mengurangi konotasi negatif tentang kebebasan dalam berpakaian.

Mungkin terkesan aneh, mengusulkan agar siswa mengenakan pakaian biasa (bebas) ke sekolah. Mungkin ada juga yang mengatakan hal itu hanya berlaku untuk sekolah-sekolah non-formal. Siapa bilang? Buktinya beberapa sekolah formal telah lama menerapkan "pakaian kebiasaan" ini, antara lain SMA Kolese De Britto Yogjakarta.  

Sekolah yang berdiri pada tanggal 19 Agustus 1948 ini sejak awal sudah memperbolehkan para siswa mengenakan pakaian bebas, yang penting rapi. Apakah hal ini dapat mempengaruhi rendahnya tingkat disiplin dan prestasi belajar siswa? Tidak. Justru sekolah memberlakukan hal ini sebagai bagian dari latihan kedisiplinan siswa untuk menggunakan kebebasannya secara bertanggungjawab.

Terkaitan prestasi, sekolah ini pun masuk dalam 10 besar pemeringkatan tingkatan sekolah terbaik di tingkat Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2022 berdasarkan nilai UTBK dari LTMPT yang dirilis beberapa waktu lalu. 

Dengan skor total UTBK 598,569, SMA Kolese De Britto berada di peringkat 51 nasional. Hal ini membuktikan bahwa siswa berpakaian kebiasaan tidak mempengaruhi prestasi belajarnya dan mengurangi tingkat kedisiplipinan. Maka bagi saya hal ini pun bisa diterapkan di sekolah-sekolah lain.

Pelajar SMA De Britto yang sedang melintasi teras sekolah (Foto: debrittomantab.blogspot.com)
Pelajar SMA De Britto yang sedang melintasi teras sekolah (Foto: debrittomantab.blogspot.com)

Ada beberapa pertimbangan jika pada hari-hari tertentu siswa diperkenankan mengenakan pakaian kebiasaan (pakaian bebas) ke sekolah.

Pertama: Pakaian seragam hanya digunakan beberapa jam di sekolah sedangkan sebagian besar waktu mereka adalah mengenakan pakaian yang bukan seragam. Sedangkan pakaian kebiasaan adalah pakaian yang digunakan sehari-hari oleh siswa di tengah masyarakat. 

Menggunakan pakaian bebas-rapi di sekolah justru merupakan bagian dari proses pendidikan yang membiasakan siswa untuk nantinya di tengah masyarakat mereka tahu menempatkan diri, tahu etika dalam berpakaian sesuai dengan sopan santun cara berpakaian orang Indonesia.

Kedua: Ada pemikiran bahwa dengan tidak menggunakan seragam, akan menimbulkan efek kecemburuan sosial antara siswa dari keluarga mampu dan tidak mampu. Hal ini sebenarnya tidak perlu dikhawatirkan karena kenyataannya siswa tetap bersahabat dengan baik dan tidak ada persoalan ketika bermain dengan teman sebayanya di rumah tanpa harus mengenakan seragam. 

Saat kuliah pun tidak ada permasalahan terkait kecemburuan sosial sekalipun mahasiswanya tidak berseragam mengikuti kuliah. Kalaupun nantinya hal ini terjadi di sekolah, justru merupakan bagian dari pendidikan untuk mengarahkan siswa ke hal yang baik.

Ketiga: Secara ekonomi, orang tua sangat terbantu karena tidak perlu memikirkan lagi banyak uang yang harus dikeluarkan untuk membeli seragam sekolah dan baju adat. Pakaian yang dikenakan sehari-hari bisa digunakan untuk pergi ke sekolah. Yang terpenting adalah menjaga kerapian dan sesuai dengan sopan santun cara berpakaian di negara kita.  

Para siswa SD Mangunan Yogyakarta di halaman sekolah (Dokumen Pribadi)
Para siswa SD Mangunan Yogyakarta di halaman sekolah (Dokumen Pribadi)

Ada hal lain yang perlu diperhatikan dalam peraturan Kemendikbud Ristek Nomor 50 Tahun 2022

Hal yang sering menjadi sorotan publik saat ini adalah tentang penetapan pakaian adat sebagai seragam sekolah. Namun ada hal penting lain yang perlu diperhatikan juga oleh masyarakat berkaitan dengan aturan pakaian seragam sekolah ini, yakni peraturan yang tertuang dalam pada pasal 6, paragraf 3 dan 4.

Dalam peraturan tersebut sangat jelas ditekankan bahwa penentuan seragam sekolah harus "memperhatikan hak setiap Peserta Didik untuk menjalankan agama dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai keyakinannya".

Maka selain mempersoalkan tentang penetapan pakaian adat sebagai seragam sekolah, penentuan seragam sekolah juga harus memperhatikan hak setiap Peserta Didik untuk menjalankan agama dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan keyakinannya.

Hal ini menjadi catatan penting untuk diperhatikan, mengingat hingga saat ini pun masih adanya kasus yang ditemukan dalam masyarakat berkaitan dengan pemaksaan peserta didik untuk mengenakan atribut keagamaan yang tidak sesuai dengan keyakinanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun