Mohon tunggu...
Hendrikus Dasrimin
Hendrikus Dasrimin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Pemerhati di bidang pendidikan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Alternatif Solusi Menjembatani Pro-Kontra Pakaian Adat sebagai Seragam Sekolah

20 Oktober 2022   20:23 Diperbarui: 20 Oktober 2022   20:33 3082
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Para siswa mengenakan seragam dari bahan tenun adat (Foto: BSB Maumere)

Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) kembali mengeluarkan aturan baru mengenai pakaian seragam sekolah, baik tingkat sekolah dasar maupun menengah. 

Kebijakan baru yang dimuat dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 50 Tahun 2022 ini untuk menggantikan peraturan sebelumnya yakni Permendikbud Nomor 45 Tahun 2014 yang dinilai belum dapat menampung perkembangan kebutuhan hukum masyarakat.

Pada pasal 3 ayat 1 dikatakan bahwa pakaian seragam sekolah terdiri dari dua jenis yakni pakaian seragam nasional dan pakaian seragam pramuka. 

Lebih lanjut pada pasal yang sama, ayat ke-2 menyebutkan bahwa selain pakaian seragam sekolah (seragam nasional dan seragam pramuka), sekolah dapat mengatur seragam khas sekolah bagi peserta didik. Beberapa ketentuan tersebut tidak menjadi persoalan karena bukan lagi hal yang baru dan selama ini sudah berjalan dengan baik.

Hal yang kemudian menimbulkan pro dan kontra adalah dengan adanya aturan baru yang tertuang dalam Pasal 4 Permendikbud tersebut yakni "Selain pakaian seragam Sekolah dan Pakaian Seragam Khas Sekolah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya dapat mengatur pengenaan pakaian adat bagi Peserta Didik pada Sekolah".

Beberapa pihak menyambut baik kebijakan terbaru mengenai penetapan pakaian adat sebagai salah satu dari seragam sekolah. Hal ini dapat menanamkan semangat kecintaan bagi para siswa terhadap kekayaan budaya sendiri yang salah satunya adalah pakaian adat. 

Dengan mengenakan pakaian adat siswa diajak untuk turut melestarikan serta mempromosikan kebudayaan setempat agar tidak punah oleh perkembangan zaman dan gaya hidup modern.

Di lain pihak, ada yang tidak setuju terhadap ketentuan baru ini. Bagi mereka, semangat nasionalisme dan penanaman kecintaan terhadap adat budaya tidak harus dengan memberlakukan pakaian adat sebagai salah satu seragam sekolah. Secara ekonomis, ketentuan ini pun bisa memberatkan orang tua atau wali, karena mereka harus membeli pakaian adat yang cukup mahal.

Hal ini menjadi salah satu keberatan bagi orang tua, walaupun dalam Permendibud Nomor 50 Tahun 2022, pasal 12 ayat 2, sudah dikatakan bahwa "Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya, Sekolah, dan masyarakat dapat membantu pengadaan pakaian seragam Sekolah dan pakaian adat bagi Peserta Didik dengan memprioritaskan Peserta Didik yang kurang mampu secara ekonomi".

Selain alasan ekonomi, penetapan pakaian adat sebagai seragam sekolah secara praktis dinilai akan sangat menggangu aktivitas kegiatan belajar siswa. 

Misalnya ketika seorang siswi yang mengenakan pakaian adat kebaya, ia akan mengalami kesulitan untuk bergerak secara lebih leluarsa, apalagi pelajar SD yang masih dalam usia bermain.

Alternatif Atribut Adat Sebagai Seragam Sekolah

Pemerintah pusat (kementerian) sudah memeberikan wewenang kepada pemerintah daerah untuk mengatur pakaian adat bagi peserta didik pada sekolah. 

Hal ini tentu memberikan peluang kepada pemerintah daerah untuk menyesuaikan aturan tersebut dengan keadaan budaya dari masing-masing daerah.

Saya mengambil contoh apa yang sudah dipraktekan selama puluhan tahun oleh pemerintah daerah Kabupaten Sikka, dan Nusa Tenggara Timur pada umumnya. 

Sejak saya SD sampai dengan saat ini, pada hari tertentu (biasanya hari Kamis dan Jumat), semua pelajar dari jenjang SD sampai SMA, mengenakan pakaian seragam dari bahan tenun adat.

Para siswa mengenakan seragam dari bahan tenun adat (Foto: BSB Maumere)
Para siswa mengenakan seragam dari bahan tenun adat (Foto: BSB Maumere)

Dalam hal ini, siswa tidak memakai pakaian adat secara lengkap, tetapi kain tenun adat yang digunakan dalam pakaian adat tersebut didesain dalam bentuk baju sehingga lebih praktis, ekonomis dan mudah untuk digunakan seperti baju seragam lainnya. Ada beberapa model yang biasa digunakan yakni dalam bentuk rompi maupun kameja.

Pakaian adat secara lengkap hanya dipakai pada saat-saat tertentu misalnya acara karnaval 17 Agustus, upacara hari pendidikan, hari kartini dan beberapa peringatan nasional lainnya. 

Penerapan seragam sekolah dengan menggunakan bahan dari kain tenun adat, selama ini sudah berjalan dengan baik dan tanpa ada protes dari masyarakat. 

Contoh ini bisa menjadi alternatif solusi untuk mencapai tujuan luhur demi memupuk rasa nasionalisme dan kecintaan terhadap budaya sendiri, tanpa harus merugikan pihak tertentu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun