Mohon tunggu...
Jendry Kremilo
Jendry Kremilo Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Pendidikan Ekonomi Universitas Sanata Dharma

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Dasar Asu Representasi Ketidaksantunan Bertutur

23 April 2022   01:18 Diperbarui: 25 April 2022   19:05 393
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bahasa merupakan bagian penting yang tak terpisahkan dalam kehidupan berkomunikasi masyarakat, terutama masyarakat Indonesia. Bahasa menjadi sarana utama dalam bertutur, komunikasi serta menyampaikan pesan baik secara oral maupun lisan, hal itu penting karena manusia akan hidup jika ia mampu berbahasa, bertutur dan berkomunikasi dengan baik. 

Dalam beberapa hal banyak orang kurang menyadari pentingnya berbahasa secara baik dan benar, Bahasa menjadi cerminan pribadi sekaligus menjadi penunjuk sifat seseorang, karena orang dapat menilai pibadi dari kesopanan bertutur dan pemilihan diksinya.

Berangkat dari itu, dalam kehidupannya Bahasa merupakan bagian penting yang tak terpisahkan dalam kehidupan berkomunikasi masyarakat, terutama masyarakat Indonesiaseseorang tidak hanya sekadar bisa berbahasa dan bertutur, karena dalam beberapa hal masih banyak terdapat penyimpangan dalam bertutur dan berkomunikasi, dalam kasus yang lebih ekstrim bahasa dijadikan alat makian,fitnah, penghinaan bahkan bahasa dijadikan pemanis dalam menyebarkan fake news atau hoaks. Inilah yang menjadi masalah penting tatkala bahasa berada pada lanskap bertutur yang salah.

Penyimpangan berbahasa acapkali ditemui dalam kehidupan sehari-hari, bahkan dalam beberapa masyarakat makian menjadi suatu habitus yang dianggap lazim, karena keseringan menggunakan bahasa tersebut, nilai-nilai kesopanan dalam berbahasa sudah tidak diperhatikan lagi karena minimnya pengetahuan dan kebiasaan yang sudah mendtradisi dalam kehidupan masyrakat.


Kesantunan Berbahasa wajah oleh goffman, brown, dan levinson

menurut Brown dan Levinson (1987),bersikap santun itu merujuk pada sikap peduli pada "wajah" atau "muka," baik milik penutur, maupun milik mitra tutur. Berkaitan dengan hal ini yang dimaksud dengan menjaga "wajah" adalah upaya penutur dalam menjaga tuturan yang digunakan sedemikian rupa agar mitra tutur yang menjadi mitra komunikasi merasa dihargai, oleh karena itu pemilihan diksi yang santun menjadi bagian terpenting yang harus di pertimbangkan oleh penutur dalam mengutarakan tuturan.    

Dalam hal ini kesantunan berbahasa  lebih merujuk pada pertimbangkan penggunaan diksi atau pemilihan kata yang tidak merendahkan atau berkonotasi negatif.Sebetulnya terdapat perbedaan yang cukup antar kesopanan dan kesantunan. Sebab -masih terdapat beberapa orang yang kesulitan membedakan konsep kesopanan dan kesantunan.

 Seperti yang telah dijelaskan sebelumnnya mengenai perbedaan antar kesopanan bertutur dan kesantunan, prinsipnya adalah sopan lebih merujuk pada  upaya menjaga  rasa hormat dari mitra tutur, sedangkan kata santun  lebih erujuk pada  berbahasa (atau berprilaku) dengan berdasarkan pada status sosial dan jenjang status  antara penutur dan mitra tutur. 

Konsep wajah yang dikemukakan oleh levinson berhubungan dengan persoalan kesantunan bertutur.

Implikasi kata Asu

Bertutur atau berbahasa dengan santun merupakan bagian terpenting dalam sebuah proses komunikasi, karena pada dasarnya manusia tidak semata berkomunikasi secara frontal untuk mengutarakan maksud tuturannya, tentu terdapat banyak pertimbangan dalam sebuah proses komunikasi, mulai dari pemilihan diksi hingga bahasa tubuh yang juga mendukung kesantunan dalam mengutarakan maksud.

Kesantunan dalam berutur tentu akan menjadikan seseorang dihargai dan dianggap berbudi  oleh sebagian masyarakat yang ada disekitarnya. Berbahasa Indonesia dengan santun memungkinkan kita disenangi banyak orang, disegani, dan dihormati. 

Sebaliknya, berbahasa Indonesia tidak dengan santun dapat menyebabkan kita dibenci, dicibir, direndahkan, dan tidak disenangi banyak orang. Oleh karena itu bertutur dengan santun atau sopan menjadi hal yang sangat penting dalam membangun komunikasi secara baik dengan masyarakat.

Ketidaksopanan bertutur mengacu pada unsur-unsur pemilihan diksi, nada, tekanan, intonasi, aksen bahkan raut wajah dan gestur tubuh juga menjadi alat ukur penentu ketidaksopanan itu.

 Dalam lingkungan masyarakat tak pelak sering ditemukan masyarakat yang tidak mengindahkan kesantunan bertutur, salah satunya di lingkungan pendidikan  adalah "asu". Kata ini hampir pasti sering diucapkan oleh beberapa mahasiswa untuk menunjukan kekesalan, letupan emosi, dan bahkan kemarahan, hal ini menunjukan bahwa dalam beberapa hal masih ada mahasiswa yang tidak mengindahkan kesopanan dalam bertutur.

Beberapa ahli linguistik mengemukakan konsep tentang kesopanan. Mereka mempunyai konsep yang berbeda. Prinsip kesopanan berkenaan dengan aturan tentang hal-hal yang bersifat sosial, estetis, dan moral dalam bertindak tutur. Didalam bertutur seorang penutur tidak hanya menyampaikan informasi, tugas, kebutuhan, atau amanat tetapi lebih dari itu, yaitu menjaga dan memelihara hubungan sosial antar penutur dan mitra tutur beerkaitan dengan teori yang dikemukakan oleh  Leech bahwasannya

 Ketidaksantunan dengan masing masing kategori pelanggaran maksim seringkali terjadi di masyarakat, terutama pada mahasiswa prodi pendidikan ekonomi tahun 2019/2020. Kata asu seringkali  diucapkan dalam ruang lingkup kampus dengan beberapa alasan baik itu itu karena alasan akademis maupun alasan personal yang terbawa dalam lingkungan kampus. Kata "asu" dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap kesantunan berbahasa karena secara leksikal kata itu memiliki definisi yang negatif dan jika diucapkan dapat membuat malu mitra tutur jika diungkapkan dalam dialog.

Dalam beberapa hal kata ini dikategorikan kedalam ketdaksantunan bertutur karena menurut Levinson kesantunan bertutur itu tidak hanya mempertimbangkan dengan konteks menjaga ';wajah" mitra tutur, tetapi juga mengutamakan pemilihan diksi yang tidak frontal dan berkonotasi negatif, namun dalam kata " asu" secara leksikal definisinya sudah merujuk pada hal-hal berbau negatif, sehingga penggunaan kata "asu" itu sendiri sudah merupakan sebuah bentuk ketidaksantunan bertutur

Kata "asu" pada dasarnya hanya sebagian dari berbagai macam kata yang berkonotasi negatif dan merupakan kata yang tidak santun jika digunakan dalam proses berkomunikasi dalam berbagai konteks pragmatiknya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun