Mohon tunggu...
Jendry Kremilo
Jendry Kremilo Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Pendidikan Ekonomi Universitas Sanata Dharma

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Cerita di Balik Dapur Pers, Menakar Netralitas Media dan Jurnalisme

22 April 2022   21:36 Diperbarui: 25 April 2022   18:59 469
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

        Kedua, advertising money ini berkaitan dengan pembiayaan iklan sebagai salah satu oksigen bagi media untuk terus bernafas dan memperoleh keuntungan komersial agar usaha pemberitaan tetap dapat berjalan . Ketiga, media elites yaitu elite media yang mengontrol redaksi atau narasi berita dengan sumber-sumber tertentu. Keempat, flack and the enforcers ini berhubungan dengan ancaman yang diberikan oleh oknum tertentu kepada para jurnalis maupun keluarga mereka jika sampai memberitakan sesuatu terutama berkaitan dengan kasus investigasi .

       Berkaca pada hal tersebut, tentu terkadang cukup mustahil bagi media dan jurnalis bersikap netral dalam menyajikan suatu berita, alhasil pemberitaan yang diproduksi  cenderung hanya berkutat pada keempat bingkai intervensi struktural diatas, dan netralitas yang diinginkan masyarakat media hanya mitos belaka.

       Kredo bahwa media harus berada dalam posisi yang netral menjadi tidak relevan lagi. Media seyogyanya mencari kebenaran bukan justru kemudian memproduksi kebenaran itu sendiri, mencari kebenaran dapat dilakukan melalui observasi lapangan, investigasi dokumen-dokumen historis sebagai basis data,wawancara atau bahkan menyebarkan angket, sebetulnya jika media dan jurnalis berjalan pada koridor metodologis seperti itu, sudah barang tentu, media kita menyajikan apa yang seharusnya disajikan.

Kemana Seharusnya Media Berpihak?

        Setiap media dan jurnalis memiliki pedoman dalam menyiarkan maupun menyuguhkan suatu berita, bumbu dan peralatan yang digunakan setiap media/pers maupun jurnalis dalam menghasilkan berita pun tergantung pada visi-misi dan orientasi dari masing-masing media, akan tetapi semua itu diatur dalam koridor yang sama yang sering dikenal sebagai kode etik jurnalistik.

        Kode etik jurnalistik ini sendiri memiliki tujuan mulia untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik untuk memperoleh informasi yang benar, wartawan Indonesia memerlukan landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan integritas serta profesionalisme.Di Indonesia sendiri kode etik jurnalistik itu sendiri dipengaruhi oleh banyaknya organisasi wartawan di Indonesia, untuk itu kode etik juga berbagai macam, antara lain Kode Etik Jurnalistik Persatuan Wartawan Indonesia (KEJ-PWI), Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI), Kode Etik Jurnalistik Aliansi Jurnalis Independen (KEJ-AJI), Kode Etik Jurnalis Televisi Indonesia, dan lainnya.

       Eksistensi organisasi ini kemudian bertujuan untuk menjadi garansi bagi setiap media,pers maupun jurnalis untuk mencari dan menyebarkan berita tanpa adanya intervensi termasuk dari elite dan pemilik media itu sendiri,  namun meskipun sudah di backup  dengan semua itu,agaknya media dan para jurnalis masih kurang berani untuk bentrok dengan kelompok maupun kalangan elite dari masing-masing media, hal tersebut tentu akan berimplikasi pada karier dari jurnalis maupun penulis media yang mungkin akan didepak dari media bersangkutan dan tentu menjadi ketakutan tersendiri bagi para jurnalis. Sehingga para penulis maupun jurnalis alergi ketika    berhadapan dengan elite pers dan penguasa media, mereka justru main aman dengan mengikuti propaganda maupun koridor dari elite media itu sendiri.

       Bila mengutip pendapat Maxwell McCombs dan Donald L. Shaw sebagai­mana dikutip Bungin 2007 dijelaskan jika media memberikan tekanan pada sua­tu peristiwa, maka media akan mempengaruhi khalayak untuk menganggapnya penting. Dengan teknik pemilihan dan penonjolan, media memberikan pe­tunjuk tentang mana isu yang lebih pen­ting. Oleh kerana itu model agenda setting mengasumssikan adanya hubungan positif antara penilaian yang diberikan khalayak.

       Gagasan Maxwell McCombs dan Do­nald L. Shaw sebetulnya  ideal dengan konteks pers saat ini . Hal itu karena eksistensi media dan jurnalisme  menjaga komitmen independensi untuk membangun ruang publik yang sehat. Namun, publik juga perlu  memahami  bahwasannya eksistensi media dan jurnalistik tidak bisa dilepaskan dari dunia industri, sehingga kalkulasi untung rugi demi masa depan media juga menjadi prioritas.

        Tak bisa dinafikan, eksistensi media dan pers tak pernah sepenuhnya netral, selalu ada kalkulasi ekonomis untuk menjaga keberlangsungan napas media agar tetap berjalan, hal yang perlu dilakukan media tentu adalah menjaga jarak  sedemikian mungkin dari kalkulasi korporasi agar berita yang disajikan juga tidak semuanya ber tendensius, oleh karena itu media pada galibnya berpijak pada independensi dan kode etik jurnalistik sehingga  apa yang diberitakan tak bias dan menimbulkan carut marut di ruang publik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun