Tarikan ini ada rumusnya. Empat puluh tarikan disesuaikan dengan lirik lagu Indonesia Raya. Jika penggerek kehilangan tarikan satu tempo saja, maka pengerak pusing bukam kepalang. Bendera bisa terlambat berkibar di atas tiang.
Nah, bagaimana mengukur panjang tali di setiap tarikan? Biar Paskibraka saja yang tau dan mengerti.
Sedangkan pembentang, berposisi di sebelah kanan. Ia membentang bendera dengan gerakan sigap dan tangkas saat kain selebar 2x3 meter itu siap untuk dikibarkan. Bahkan sebelum upacara dimulai, ia harus memastikan bahwa bendera itu dilipat dengan lipatan yang benar. Pembaca mungkin pernah melihat bendera terpelintir saat dibentangkan? Nah, itu akibat lipatan tidak dipastikan dengan benar.
Ketangkasan dan momen yang tepat dalam membentang juga perlu jadi perhatian. Saat dibentang, bendera berbunyi seperti robekan. Empat sudut bendera mesti ditarik kencang. Satu sisi sampai lepas maka... gagal.
"Bendera, siap!" begitu teriakan khasnya saat bendera dibentangkan vertikal.
Nah, ada tiga momen paling mendebarkan saat pengibaran. Ini yang jadi indikasi bahwa pengibaran berhasil dilaksanakan. Pertama, proses serah terima bendera dari inspektur upacara kepada pembawa baki. Kedua, proses bendera dibentangkan saat sebelum dikibarkan. Dan ketiga, bendera menyentuh puncak saat lagu Indonesia Raya selesai berkumandang.
Nah apa yang terjadi jika ketiga momen berharga ini gagal? Tangan kanan bentuk posisi satu jari telunjuk, gesekkan ke leher horizontal dari kiri ke kanan. Penggal!!!Â
Satu pasukan akan menangis bombay meraung-raung. Lunglai seperti tentara kalah perang. Jangan coba-coba!!!
~~~
"Saya kasih kesempatan kalian yang ingin mencoba posisi Danpok 17?" tantangan pelatih saat hari kedua latihan formasi.
"Siap, saya Kak!" segera kujawab tawaran itu. Tentu tak ingin kusia-siakan. Aku langsung ambil posisi sebelah kanan barisan. Persis di samping komandan pasukan.