Bagian 6: Doa Orang Tua Didengar Semesta
~~
Istana Merdeka, 17 Agustus 1987
Seorang pemuda gagah berwibawa berdiri di bawah tenda upacara. Usianya belum genap 30 tahun. Khidmat mengikuti rangkaian upacara. Kali pertama dalam hidupnya mengikuti upacara 17 Agustus di Istana Merdeka. Undangan dari Presiden Soeharto untuk para penerima penghargaan pegawai teladan seluruh Indonesia.
Si pemuda berasal dari daerah yang jauh dari ibukota. Keberangkatannya ke Jakarta meninggalkan keluarga, dengan dua anak masih balita.
"Langkah tegap majuuu... jalan," aba-aba keras dari komandan Paskibraka membuatnya tertegun. Ia melihat barisan rapi diiringi hentakan sepatu anggota Paskibraka. Begitu jelas. Mengagumkan.
"Ya Allah, semoga suatu saat anakku berada di sana, dalam barisan itu," seketika doanya dalam hati.
Pemuda itu..., dia Papa-ku. Aku yakin bahwa kekuatan doanya kala itu dahsyat sekali.
Tahun tersebut, ia terpilih sebagai paramedis teladan mewakili propinsi Sumatera Barat. Di masa Pak Harto, anugerah ini adalah penghargaan bergengsi bagi pegawai negeri.
Papa tamatan sekolah perawat. Sejak lulus sekolah, ia perlahan memulai profesinya sebagai mantri. Mantri, bukan menteri. 😁Profesi itu tetap beliau geluti kala bertugas sebagai pegawai negeri, bahkan sampai pensiun saat ini.