Mohon tunggu...
Hendriko Handana
Hendriko Handana Mohon Tunggu... Freelancer - Orang biasa, menulis suka-suka

Pria berdarah Minang. Seorang family man humble. Hobi membaca, menulis, dan berolahraga lari. "Tajamkan mata batin dengan mengasah goresan pena"

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Asrama Tua Menuju Istana Merdeka (6): Doa Orangtua Didengar Semesta

1 Agustus 2019   02:30 Diperbarui: 23 Agustus 2019   21:24 527
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagian 6: Doa Orang Tua Didengar Semesta

~~

Istana Merdeka, 17 Agustus 1987

Seorang pemuda gagah berwibawa berdiri di bawah tenda upacara. Usianya belum genap 30 tahun. Khidmat mengikuti rangkaian upacara. Kali pertama dalam hidupnya mengikuti upacara 17 Agustus di Istana Merdeka. Undangan dari Presiden Soeharto untuk para penerima penghargaan pegawai teladan seluruh Indonesia.

Si pemuda berasal dari daerah yang jauh dari ibukota. Keberangkatannya ke Jakarta meninggalkan keluarga, dengan dua anak masih balita.

"Langkah tegap majuuu... jalan," aba-aba keras dari komandan Paskibraka membuatnya tertegun. Ia melihat barisan rapi diiringi hentakan sepatu anggota Paskibraka. Begitu jelas. Mengagumkan.

"Ya Allah, semoga suatu saat anakku berada di sana, dalam barisan itu," seketika doanya dalam hati.

Pemuda itu..., dia Papa-ku. Aku yakin bahwa kekuatan doanya kala itu dahsyat sekali.

Tahun tersebut, ia terpilih sebagai paramedis teladan mewakili propinsi Sumatera Barat. Di masa Pak Harto, anugerah ini adalah penghargaan bergengsi bagi pegawai negeri.

Papa tamatan sekolah perawat. Sejak lulus sekolah, ia perlahan memulai profesinya sebagai mantri. Mantri, bukan menteri. 😁Profesi itu tetap beliau geluti kala bertugas sebagai pegawai negeri, bahkan sampai pensiun saat ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun