Mohon tunggu...
Hendriko Handana
Hendriko Handana Mohon Tunggu... Freelancer - Orang biasa, menulis suka-suka

Pria berdarah Minang. Seorang family man humble. Hobi membaca, menulis, dan berolahraga lari. "Tajamkan mata batin dengan mengasah goresan pena"

Selanjutnya

Tutup

Sosok Pilihan

Gerakan Keumatan, Gerakan Tidak Lazim

10 April 2019   19:18 Diperbarui: 10 April 2019   20:17 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://www.hersubenoarief.com

Politik kah atau Bukan?

Lagi-lagi gerakan keumatan bertransformasi menjadi kekuatan besar memeriahkan pesta demokrasi. Membludaknya jumlah umat manusia pada acara kampanye akbar Prabowo-Sandi bertajuk "Putihkan GBK" beberapa waktu lalu menjadi salah satu tonggak sejarah. Ini kampanye dengan jumlah masa terbesar sepanjang sejarah republik ini. Akankah rekor bakal langsung terpecahkan oleh kegiatan serupa kubu Jokowi-Ma'ruf 13 April 2019 mendatang? Let us simply wait and see. Jika iya, tentu patut juga kita apresiasi.

Namun lebih dari itu, jumlah peserta bukanlah yang jadi sorotan utama. Gerakan keumatan yang terlibat di dalamnya, membuat warna menjadi berbeda. Sehingga kata sebagian orang, ini "kampanye yang tidak lazim". Benarkah?

Pada 2016 lalu, sejak berlangsungnya aksi 212 menjelang pesta demokrasi pemilihan gubernur DKI Jakarta, gerakan keumatan menunjukkan kekuatan nyata. Tak ayal, kekuatannya mampu mengandaskan Ahok, gubernur petahana yang dianggap sebagai "musuh" bersama. Sekalipun aksi 212 tidak terang-terangan mengatasnamakan gerakan politik, tak dapat disangkal ada kontribusi gerakan ini memenangkan pasangan gubernur dan wakil gubernur, Anies-Sandi.

Politik keumatan di Indonesia dianggap adalah setuatu yang baru muncul akhir-akhir ini. Sebagian kalangan menentang dengan argumen bahwa politisasi agama tidak boleh dilakukan. Apakah itu salah? Sama sekali tidak, ini wajar-wajar saja dalam demokrasi. Dalam Islam, aturan agama memang semestinya dilibatkan dalam setiap gerakan aktivitas manusia. Bahkan hal kecil masuk toilet dan buang air pun ada tuntunannya. Apalagi hal sebesar memilih pemimpin. Keterlibatan agama tentu tidak bisa dilarang.

Gerakan yang Tidak Lazim, Kenapa?

Gerakan keumatan yang berkembang beberapa waktu belakangan memiliki beberapa ciri khas yang tidak dipunyai gerakan politik mainstream.

Pertama, ia dibangun oleh kesamaan nilai dan rasa. Gerakan keumatan merasakan nuansa hati yang kurang lebih sama. Sama-sama ingin perubahan.

Kedua, tidak terpengaruh pada figur dan tokoh. Gerakan ini tidak serta merta mengikuti alur berpikir satu atau dua figur sentral saja. Sudah ada contoh beberapa tokoh Aksi 212 berpindah haluan. Apakah umat terpecah dan mengikuti tokoh panutan mereka? Nyatanya tidak.

Ketiga, bersifat spontan, sukarela, dan tidak digerakkan oleh uang. Banyak ungkapan sinis dilontarkan oleh pihak yang merasa gerah dengan kehadiran gerakan keumatan, bahkan bahkan dituding bahwa penuh polotik uang. Lag-lagi ini tuduhan main-main saja karena jauh panggang dari api. Justru, para partisipan mengeruk koceknya sendiri demi transportasi, penginapan, bahkan sumbangan sukarela. Apakah berbiaya murah? Relatif bagi setiap orang.

Keempat, sekilas terkesan ekskusif namun justru merangkul semua golongan. Gerakan ini secara langsung membantah isu-isu yang sengaja dibingkai bahwa sekelompok muslim dihujat intoleran terhadap agama lain. Pun juga gerakan ini menunjukkan bahwa perbedaan ras tidak lantas membuat kita bermusuhan. Hal yang menjadi musuh bersama hanyalah ketidakadilan.

Terakhir yang kelima, setiap aksi yang dilakukan selalu menjaga adab terhadap alam. Beberapa kali pergerakan kecil maupun besar, selalu ada cerita tentang lokasi yang langsung bersih sesaat setelah acara usai. Ada juga tentang kesadaran untuk tidak menginjak rumput dan area terlarang. Hal-hal semacam ini terjadi bahkan tanpa organisir berlebihan.

Kekuatan, Namun Juga Ancaman

Gerakan keumatan ini sekalipun sudah jelas menyakatan dukungan politik terhadap pasangan calon Prabowo-Sandi jelas merupakan kekuatan berharga. Setidaknya dari sisi raupan gelombang pendukung yang menjalar signifikan, dan juga tingkat kepercayaan diri tim sukses yang naik ke permukaan.

Namun di lain hal, tidak dukungan ini akan jadi ancaman di kemudian hari jika Prabowo-Sandi memenangkan pemilihan dan menjadi presiden. Mengapa demikian? Gerakan keumatan bukanlah gerakan yang menempatan seorang tokoh sebagai junjungan yang benar dalam segala hal. Ia gerakan kritis.

Sangat patut diduga bahwa kehadiran masa yang besar dalam kampanye akbar Prabowo-Sandi di GBK bukan semata karena kesukaan terhadap mereka selaku pasangan capres-cawapres. Mereka datang karena saat ini merasa paling cocok dengan pandangan kebangsaan dan keumatan yang ditawarkan oleh kedua pasangan calon yang sedang bertarung.

Prabowo dan Sandi harus cermat berjanji dan penuh komitmen mewujudkan visi dan misi umat, bukan kepentingannya sendiri. Jika tidak, akan serta merta ditinggalkan bahkan dilawan oleh umat. Berubah haluan berarti melawan kehendak pendukung. Hal ini yang berbeda dengan dukungan berlandaskan kepentingan politik, dimana ketua partai politik bisa sewenang-wenang merubah arah kebijakan sendiri.

Pilgub DKI 2017 vs Pilpres 2019?

Terkait gerakan umat, ada satu persamaan antara Pilgub DKI 2017 dan Pilpres 2019. Umat sama-sama mendukung calon yang bukan petahana. Karena itu, secara jam terbang calon yang di dukung umat cenderung kalah jam terbang pengelola pemerintahan. Kenapa demikian?

Saat Pilgub DKI umat bersatu melawan ketidakadilan yang melibatkan petahana. Hari ini apakah umat juga bersatu untuk menentang presiden petahana? Sulit untuk menyatakan tidak. Tipikal cara menentukan pilihan pada masyarakat kita lebih besar ditentukan oleh emosi dan ketersambungan rasa dengan calon pemimpinnya.

Pilgub DKI menyisakan kepercayaan diri yang tinggi bagi gerakan keumatan. Pasangan Anies-Sandi didapuk menjadi Gubernur DKI. Keterpilihan Anies-Sandi, berawal dengan cibiran ketidakmampuan dari kubu berseberangan karena dianggap mengumbar janji-jani yang mustahil akan dapat dipenuhi. Beruntung, prestasi demi prestasi ditoreh oleh pasangan ini. Mereka berkomitmen, 'ngebut' menyelesaikan janji-janji politik mulai dari menutup prostitusi, membatalkan reklamasi, rumah DP 0%, dan lainnya. Seratus hari pertama dilewati dengan acungan jempol.

Nah, ujian saat ini berada di pundak Prabowo-Sandi. Dukungan gerakan keumatan adalah kekuatan yang terlalu naif untuk disia-siakan. Seandainya mendapat amanah, apakah umat pantas berharap banyak sebagaimana pengalaman pilgub DKI Jakarta?

Mari tetap berdoa agar Indonesia kita makin berdaulat, adil, dan makmur. Semoga Allah anugerahkan pemimpin dan dan rakyat yang senantiasa menjunjung tinggi kerja keras, kerja cerdas, kerja tuntas, dan kerja ikhlas. 

Semua takdir bisa terjadi. Allah Ta'ala yang menentukan. Wallahu 'alam.

Hendriko Handana
Pendukung Gerakan Keumatan Untuk Prabowo Subianto & Sandiaga Salahuddin Uno

Tanah Papua, 10 April 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun