Mohon tunggu...
Hendrik Kurniawan Wibowo
Hendrik Kurniawan Wibowo Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Biasa, Pembelajar Yang Terbiasa, Orang Bodoh yang Luar Biasa

Ayah yang selalu berusaha belajar menjadi manusia

Selanjutnya

Tutup

Money

Kesatuan Imaji ASEAN dan Regional Connectivity Payment : Sebuah Refleksi

20 Juni 2023   23:20 Diperbarui: 20 Juni 2023   23:26 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi : ASEAN sebagai Kawasan Startegis. (Foto :  Unsplash / By Z)

ASEAN menjadi salah satu perenungan saya akhir-akhir ini. Mungkin karena terjangan media sosial yang terus menerus memberitakan keketuaan Indonesia dalam ASEAN di tahun 2023. Setiap event pemerintah atau lembaga yang terafiliasi dengan pemerintah pasti mencantumkan logo ASEAN. Tidak seperti tahun-tahun sebelumnya yang lebih banyak memampangkan Logo G20 dengan Indonesia sebagai presidensi-nya pada tahun 2022. 

Tapi hal ini cukup bermanfaat buat saya yang dibesarkan jauh dari ibukota. Saya yang tinggal dan besar di Wonosobo (kabupaten kecil di Jawa Tengah) menjadi tergugah untuk menelusuri lagi wacana tentang ASEAN dalam rasionalitas maupun imajinasi saya. Jika diminta berbicara tentang ASEAN sejujurnya saya masih minim literasi. Apalagi dengan sistem pembayaran yang digunakan. Bacaan dan perenungan saya tentang ASEAN belum tentu dapat merepresentasikan ASEAN secara objektif. 

Namun saya selalu berpikir, apakah selama hampir 56 tahun berdiri, ASEAN sudah mampu mewujudkan semboyannya yang berbunyi "satu visi, satu komunitas, satu identitas"? Sudahkah orang-orang di kawasan ASEAN merasa menjadi satu identitas yang sama? Saya yang orang Wonosobo di daerah Jawa Tengah ini apakah merasa satu rasa dengan orang di pedesaan Laos sana? 

Sepertinya tantangan setengah abad ASEAN ini cukup besar. Mengingat dulu bapak-bapak bangsa kita bersepakat untuk bersatu dan mencoba menjadi kuat dalam satu kawasan. Ibaratnya jika lidi hanya satu saja tidak akan berarti apa-apa. Namun jika menjadi satu kesatuan mereka akan memiliki nilai fungsional dan menjadi identitas baru yang lebih berdaya yang disebut sebagai sapu. Mungkin begitulah salah satu filosofi ASEAN didirikan. ASEAN berdiri dengan harapan sebagai salah satu kekuatan di kawasan Asia sebelah Tenggara yang memiliki pengaruh. Agar negara-negaranya tidak hanya berperan sebagai entitas tunggal saja. Namun bersatu menjadi komunitas baru yang dapat memiliki peran fungsional dan strategis di dunia. 

Wilayah yang terdiri dari 11 Negara yang berada dalam satu kawasan dengan beragam budaya dan bahasa ini digadang-gadang menjadi epicentrum ekonomi kedepannya. Menurut data dari ASEAN Statistical Yearbook pada tahun 2021 ekonomi ASEAN mencapai 3,3 triliun dolar AS atau berada di urutan ke 5 di dunia setelah Amerika Serikat, Tiongkok, Jepang dan Jerman. Inggris, India, Perancis, Kanada dan Korea Selatan berada di bawah ASEAN. Sebuah potensi ekonomi yang besar dan menakjubkan sebenarnya. 

Penduduknya pun jika digabung berada di posisi ketiga dunia setelah India dan Tiongkok, yakni sebesar 663 juta jiwa dengan Indonesia dan Filipina yang mendominasi populasi terbesar serta Brunei Darussalam menjadi negara dengan populasi penduduk terkecil. Jumlah ini setara dengan 9% dari seluruh populasi dunia yang sekarang sudah mencapai 7,8 miliar jiwa. Keanekaragaman budaya, ras hingga bahasa menambah khasanah potensi dari demografi ini meskipun dengan tantangan politik yang berbeda di setiap negara. 

ASEAN merupakan wadah mulia yang menyatukan bukan hanya negara secara fisik, namun juga gagasan masyarakatnya di kawasan Asia Tenggara. Secara geografis kawasan ini sangat strategis dalam jalur perdagangan. Wilayah ASEAN berada di khatulistiwa dengan lautan sebagai wilayah yang dominan. Secara historis wilayah ASEAN adalah jalur sutera yang menyediakan banyak rempah dan hasil bumi yang menjadi kebutuhan pasar internasional. Hari ini pun demikian, dengan berbagai komoditas lokal yang beragam ASEAN tetap dilirik dunia karena sumber daya alamnya yang melimpah.

Dengan berbagai macam potensi yang dimiliki ASEAN ini, sayang sekali jika masyarakat ASEAN tidak memiliki  kesadaran tentang kesatuan. Tidak mudah memang menyatukan negara dengan berbagai keragaman budaya, agama dan politik. Maka salah satu hal yang mampu menyatukan kawasan ini adalah dengan ekonomi. Sejarah telah membuktikan bahwa aktivitas ekonomi mampu menerobos batas ideologis maupun agama untuk mengintegrasikan kemanusiaan. 

Yuval Noah Harari dalam karyanya berjudul Sapiens, menyatakan bahwa dalam sejarah peradaban ada tiga hal yang dapat mempersatukan umat manusia. Pertama adalah uang (ekonomi), kedua adalah imperium (politik), ketiga adalah hukum agama. Pada saat perang salib berlangsung ratusan tahun lalu kaum Muslim-Arab dan orang-orang Eropa terbiasa melakukan perdagangan dengan saling bertukaran mata uang bahkan memakai mata uang yang sama. Seolah antara konflik militer dan perdagangan adalah dua hal yang berbeda dan dapat berjalan secara paralel. 

Hari ini meskipun kita melihat ada upaya de-dolarisasi oleh Tiongkok maupun negara gabungan BRIC (Brazil, Rusia, India dan China), namun secara umum mereka masih menggunakan dolar dalam melakukan aktivitas ekonomi. Peran dolar AS dalam perdagangan maupun ukuran ekonomi dunia masih kuat. Hal ini menunjukkan bahwa uang sebagai simbol ekonomi merupakan alat pemersatu dan media komunikasi bahkan pada mereka yang saling berbeda ideologi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun