Menakar Keaslian Surat Kartini
Apakah surat-surat Kartini palsu? Ini  adalah pertanyaan yang paling radikal terhadap sosok Kartini. Sikap  skeptis ini muncul karena sosok Kartini dihadirkan oleh J H Abendanon  pada masa politik balas budi (politik etis). Ada kecurigaan bahwa  Abendanon lah yang menulis surat-surat itu bukan Kartini.
Untuk menjawab kecurigaan ini tak mudah. Tapi menurut saya ada beberapa bukti yang merujuk pada keaslian surat-surat Kartini.
Pertama; detail surat Kartini. Kartini  dalam surat-suratnya sangat detai menggambarkan keadaan hati dan  peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam hidupnya. Misalnya surat berikut  ini. "Aku harus menurut suamiku itu; atau boleh juga ku tolak, tetapi  laki-laki itu berhak merantaiku seumur hidup, tetapi tak usah  mengindahkan hatiku. Bila bapak mengawinkan daku demikian, pastilah aku  bunuh saja diri ku. Tetapi bapak tidak akan berbuat demikian," tulis  Kartini pada Stella pada 23 Agustus 1900.
Di surat itu bisa kita lihat, betapa  Kartini sangat detail menggambarkan apa yang belum dan akan terjadi  dalam hidupnya. Di beberapa surat bahkan menggambarkan kasih sayang sang  ayah pada Kartini.
Selain itu ada pula suratnya yang  menggambarkan detail isi dialog Kartini dengan sang ibunda. Di beberapa  surat bisa kita temukan juga informasi dari Kartini yang menjelaskan  detail adat istiadat Jawa, dan informasi lainnya yang rasa-rasanya  mustahil orang Belanda bisa tahu; misalnya informasi detail tentang  tuntunan agama Islam.
Di beberapa suratnya di tahun 1903  hingga 1904, Kartini cukup banyak menyampaikan tuntutan agama pada  sahabat-sahabatnya. Ia pernah menulis tentang keutamaan sabar, puasa dan  seorang hamba Tuhan yang akan diuji sesuai kemampuannya.
Selain detail isi surat Kartini, poin  kedua ialah soal kronologi surat-surat Kartini. Di pertengahan tulisan  ini, sudah saya jelaskan bahwa terjadi perubahan ideologi dan pemikiran  dalam diri Kartini. Ini terjadi tak sekonyong-konyong. Ada proses, ada  informasi kejadian, ada pertentangan psikis dalam surat Kartini.
Jika surat itu dibuat bukan oleh  Kartini, mengapa surat itu tak dibuat dengan alur datar saja; tanpa  proses perubahan ideologi dan tanpa pergolakan psikis? Saya pikir, ini  salah satu hal yang menepis anggapan surat Kartini ditulis oleh J H  Abendanon.
Poin ketiga yang dapat merujuk keaslian  surat Kartini ialah sinisme Kartini pada bangsa Eropa. Tak mungkin  rasanya petinggi Belanda merilis surat yang berisi sinisme kepada Eropa.
Kartini memang cukup kritis pada Eropa  di masa-masa terakhir hidupnya. "Sudah lewat masanya, tadinya kami  mengira bahwa masyarakat Eropa itu benar-benar satu-satunya yang paling  baik, tiada taranya. Maafkan kami, tetapi apakah ibu sendiri menganggap  masyarakat Eropa itu sempurna? Dapatkah ibu menyangkal bahwa dibalik hal  yang indah dalam masyarakat ibu terdapat banyak hal-hal yang sama  sekali tidak patut disebut sebagai peradaban?" tulis Kartini kepada  nyonya Abendanon, 27 Oktober 1902.