Mohon tunggu...
Hendri Muhammad
Hendri Muhammad Mohon Tunggu... Wiraswasta - Welcome Green !! Email: Hendri.jb74@gmail.com

... biarlah hanya antara aku dan kau, dan puisi sekedar anjing peliharaan kita

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Realistiskah Rencana Pemindahan Semua PNS ke Ibu Kota Baru di 2024?

28 Januari 2020   03:25 Diperbarui: 28 Januari 2020   17:58 890
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terkait dengan rencana pemindahan ibu kota negara, baru-baru ini Presiden Jokowi menegaskan akan memaksa pegawai negeri sipil (PNS) di instansi pusat untuk pindah ke ibu kota baru yang berlokasi di Penajam Paser Utara-Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.

Sebelumnya, Menteri PAN-RB Tjahjo Kumolo juga telah memastikan bahwa seluruh ASN tingkat pusat akan dipindahkan ke ibu kota baru pada tahun 2024 apabila ibu kota baru baru tersebut sudah selesai dibangun.

Dikutip dalam sebuah dokumen Kementrian PAN-RB, rencana pemindahan PNS ke ibu kota baru ini akan dijalankan melalui dua skenario:

Skenario pertama, dengan memindahkan semua PNS tanpa mempertimbangkan kelompok usia. Dengan skenario ini, total ada 182.462 PNS yang akan dipindahkan.

Skenario kedua adalah pindah sebagian. Artinya, hanya PNS yang masuk kelompok usia sampai dengan 45 tahun yang akan dipindahkan, dengan total 118.513 PNS.

Pertanyaannya, apakah rencana ini realistis dilakukan di tahun 2024?

Sebelum membahas lebih jauh, aku menangkap "spirit" yang tergambar dari perintah Jokowi yang akan memaksa PNS untuk pindah ke ibu kota baru tersebut, yaitu ingin segera membentuk populasi pertama yang menghuni kawasan, hingga memungkinkan roda pemerintahan bisa berjalan dengan efektif, dan perekonomian juga bisa segera berputar disana.

Langkah ini sangat beralasan karena salah satu tantangan yang sekaligus menjadi kekhawatiran terbesar pada pengembangan kawasan baru adalah bagaimana membangun populasi yang akan membuat kawasan tersebut bisa "hidup".

Sekretaris Tim Kajian Ibu Kota Negara Kementerian PPN / Bappenas Hayu Prasasti pada suatu kesempatan juga menyatakan kekhawatirannya terkait masalah ini.

"Kita pelajari sehingga ini harus hati-hati sekali. Jangan sampai nanti kawasan pusat pemerintahan pindah tapi terus jadi ghost town (kota kosong)," begitu jelasnya.

Istilah "Ghost Town" atau kota hantu yang dimaksud Hayu Prasasti ini mengacu pada apa yang terjadi di China dengan begitu banyaknya proyek-proyek pengembangan kawasan hunian yang gagal hingga meninggalkan bangunan-bangunan yang sama sekali kosong tidak berpenghuni.

Berangkat dari kekhawatiran ini, beberapa kondisi berikut perlu dipertimbangkan karena terkait dengan tingkat kesulitan untuk mengimplementasikan rencana ini nantinya:

Pertama, pembangunan kawasan perumahan membutuhkan biaya sebesar Rp 215,40 triliun dari total kebutuhan pembiayaaan pembangunan ibu kota negara sebesar Rp 466 triliun.

Kedua, sumber dana pembangunan kawasan perumahan berasal dari Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU), bukan melalui APBN (Pemerintah hanya membiayai 19,2% atau sekitar Rp 93,5 triliun untuk beberapa infrastuktur dasar).

Skema pendanaan melalui kerjasama dengan "Badan Usaha" memiliki konsekuensi pada hitung-hitungan bisnis pembangunan kawasan perumahan yang harus bisa mengakomodasi kepentingan profit para pengembangnya.

Skema ini hanya bisa dijalankan dengan menempatkan para PNS yang akan dipindahkan ke ibu kota baru sebagai objek "market" bagi perumahan yang akan di-supply. Atau jika menggunakan bahasa yang lebih sederhana, bagi pengembang ini hanya persoalan jualan rumah.

Ketua DPP REI Soelaeman Soemawinata mempertegas hal ini dengan mengatakan bahwa swasta khususnya pengembang tidak masalah bila diminta mendanai pembangunan fasilitas hunian dan komersial di ibu kota baru, karena setidaknya akan ada captive market sebanyak 1,5 juta orang di ibu kota baru tersebut yang dari sisi properti pasti membutuhkan rumah, kawasan komersil, hotel, ruang pertemuan, pusat perbelanjaan, sarana hiburan dan rekreasi, serta fasilitas kota lainnya.

Teknis pengembangan kawasan juga akan berbeda dengan gaya pengembangan kawasan di China yang meninggalkan cerita "kota hantu" sebagaimana uraian diatas. Proses konstruksi tidak dilaksanakan secara massive, sehingga pada tahun 2024 akan tersedia rumah-rumah ready stock yang tidak hanya siap dihuni oleh 100 ribu PNS yang akan dipindahkan, tapi juga estimasi 1,5 juta populasi yang akan tinggal di ibu kota baru tersebut.

Pengembangan kawasan hunian di ibu kota baru ini normalnya akan dilaksanakan secara bertahap oleh pengembang dan prosesnya baru bisa dimulai setelah perencanaan urban planning, masterplan kawasan, berikut regulasinya sudah disahkan pemerintah pada tahun ini.

Aku akan coba deskripsikan tahapan pengembangan secara umum untuk mendapatkan gambaran hitungan realistis rencana pemindahan seluruh PNS ke ibu kota baru di tahun 2024.

Pertama, tentang fase perencanaan dan penjualan

Pihak pengembang baru bisa memulai perencanaan pembangunan perumahan setelah masterplan kawasan selesai dan disahkan tahun ini. Efektif proses awal pengembangan kawasan baru bisa dilaksanakan di 2021.

Proses ini dimulai dari penunjukan siapa saja pengembang yang akan membangun cluster perumahan disana, lalu memulai proses perencanaan, perizinan, pembangunan infrastruktur dasar, lalu melaksanakan proses penjualan yang segmentasi pasarnya sudah jelas, yaitu lebih dari 100 ribu PNS yang akan dipindahkan kesana.

Kedua, tentang aspek pembiayaan

Pembiayaan perumahan lazimnya akan menggunakan skema pembiayaan perbankan yang tunduk pada aturan BI tentang ketentuan-ketentuan penyeluaran kredit perumahan oleh perbankan.

Aku akan jabarkan problem pembiayaan ini dengan pertanyaan-pertanyaan baru. Apakah semua PNS yang akan dipindahkan ke ibu kota baru akan membeli rumah-rumah yang ditawarkan pengembang? Bagi PNS yang memutuskan untuk membeli, apakah mereka memenuhi ketentuan perbankan terkait pesyaratan penyaluran kredit? Berapa lama waktu yang dibutuhkan bank untuk memproses aplikasi kredit lebih dari 100 ribu calon kreditur mereka ini? Berapa banyak yang ditolak dengan alasan tidak bankable?

Karena bagaimanapun, apa yang dikatakan Ketua DPP REI tentang captive market perumahan di ibu kota baru masih berdasarkan asumsi. Realitasnya belum tentu sesuai dengan angka-angka yang dibayangkan sehingga proyek ini masih mengandung resiko bagi pengembang.

Pertanyaan lain buat pemerintah, bagaimana dengan yang PNS yang "tidak mau" atau "tidak layak" untuk memperoleh hunian di ibu kota baru, apakah pemerintah juga akan menyiapkan rumah sewa, mess, atau asrama, untuk menampung mereka disana? Jika kemungkinan ini tidak diantasisipasi, akan timbul masalah-masalah yang lain lagi.

Ketiga, tentang pembangunan fisik di lapangan

Idealnya, proses pembangunan fisik sudah dimulai setelah perizinan selesai, dilaksanakan paralel dengan proses penjualan, agar tenggat waktu pembangunan selesai di 2024 bisa tercapai.

Namun, di sisi lain para pengembang tentu sudah tau persis tantangan mengembangkan kawasan baru karena sudah banyak contoh proyek pengembangan kawasan di Indonesia, termasuk berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk memenuhi kawasan tersebut dengan 1,5 juta orang polulasi.

Kecenderungan yang akan terjadi adalah para pengembang ini akan sangat berhati-hati dalam mengelola cashflow mereka. Akibatnya akan ada "potensi", di tahun 2024 nanti, banyak proyek-proyek pembangunan perumahan yang masih dalam proses konstruksi, bahkan tidak menutup kemungkinan banyak juga lahan-lahan kosong yang belum tersentuh proyek fisik sama sekali.

***

Apa yang perlu juga disadari dari diskusi dan polemik tentang pemindahan ibu kota, pada saat ini, adalah lebih banyaknya pertanyaan-pertanyaan baru yang muncul, karena isu pemindahan ibu kota belum di ikuti dengan disahkannya dokumen-dokumen yang dibutuhkan, seperti regulasi, masterplan kawasan, Detail Engineering Design (DED), termasuk tahap-tahapan proyek pengembangannya.

Aku hanya berharap tulisan ini bisa dianggap sebagai warming-up menuju diskusi dan polemik yang lebih dalam dan detail nantinya.

Semoga para pemangku kepentingan tetap semangat; ibarat kata pepatah, "where there's a will, there's a way"

Salam hangat.

Sumber: 1, 2, 3, 4, 5

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun