Dunia politik internasional terus mengalami pergeseran signifikan menjelang pertengahan 2024. Peta kekuatan global yang semakin multipolar membawa tantangan sekaligus peluang baru bagi negara-negara di seluruh dunia.
Amerika Serikat, meski tetap menjadi kekuatan utama, menghadapi kompetisi yang semakin ketat dari Tiongkok di berbagai sektor. Persaingan teknologi, khususnya dalam pengembangan kecerdasan buatan (AI) dan teknologi quantum, menjadi arena pertarungan baru antara kedua negara adidaya ini.
Sementara itu, Uni Eropa berupaya memperkuat posisinya sebagai blok geopolitik independen. Inisiatif "Strategic Autonomy" yang dicanangkan beberapa tahun lalu mulai menunjukkan hasil konkret, terutama dalam hal keamanan energi dan pertahanan bersama.
Di kawasan Asia-Pasifik, aliansi QUAD (AS, Jepang, India, Australia) semakin mengokohkan diri sebagai penyeimbang pengaruh Tiongkok. Namun, beberapa negara ASEAN masih berhati-hati dalam memilih sisi, memilih untuk mempertahankan hubungan yang seimbang dengan kedua kubu.
Afrika muncul sebagai "medan pertempuran" diplomasi baru, dengan Tiongkok, Rusia, dan negara-negara Barat berlomba memperebutkan pengaruh melalui investasi dan kerjasama ekonomi. Hal ini membuka peluang sekaligus risiko bagi negara-negara Afrika dalam mengelola hubungan internasional mereka.
Isu perubahan iklim tetap menjadi agenda global yang krusial. Komitmen negara-negara untuk mencapai target nol emisi karbon bersih semakin diuji, seiring dengan meningkatnya tekanan ekonomi dan energi global.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H