Baiq Nuril divonis bersalah oleh Mahkamah Agung dan dihukum enam bulan penjara serta denda Rp500 juta, karena memiliki rekaman pelecehan seksual yang dilakukan atasannya. Padahal sebelumnya, Nuril sudah dinyatakan tidak bersalah oleh Pengadilan Negeri Mataram.
Baiq Nuril dituntut melanggar Pasal 27 Ayat 1 juncto Pasal 45 Ayat 1 UU ITE yang menyatakan, "Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.
Putusan Hakim MA inipun menuai protes keras dari masyarakat Indonesia dan Internasional, khususnya kaum wanita yang merasakan empati mendalam terhadap korban "kekeliruan hukum". Â Hal ini merupakan preseden buruk, bagi penegakan hukum di tanah air.Â
Di dalam pembagian hukum konvensional, hukum pidana termasuk bidang hukum publik. Artinya hukum pidana mengatur hubungan antara warga negara dan menitikberatkan kepada kepentingan umum atau kepentingan publik.
Menurut aliran modern mengajarkan tujuan hukum pidana untuk melindungi masyarakat terhadap kejahatan, dengan demikian hukum pidana harus memperhatikan kejahatan dan keadaan penjahat.
Namun dengan putusan MA tersebut terkesan sebaliknya, hukum pidana seolah-olah melindungi kejahatan dari masyarakat.
Menurut Leo Polak hukum pidana adalah bagian dari hukum yang paling celaka, sebab ia tidak tahu mengapa ia dihukum, dan dengan sia-sia ia membuktikan bahwa dirinya itu dihukum. Ini kedengarannya keras, tapi kita harus mengatakan itu dan menunjukkan ia tidak mengenal baik dasarnya maupun batasnya, baik tujuannya maupun ukurannya.
Problem dasar hukum pidana atau sebenarnya satu-satunya problem dasar hukum pidana ialah makna, tujuan serta ukuran dari penderitaan pidana yang patut diterima, dan ini merupakan problem yang tidak terpecahkan.
Ilmu hukum pidana merupakan bagian dari ilmu hukum yang secara khusus mempelajari salah satu segi dari hukum, yaitu hukum pidana. Lemaire mengatakan " ilmu hukum merupakan nama kumpulan dari berbagai ilmu yang mempelajari hukum dan yang masing-masing berbeda pandangannya mengenai hukum, masing-masing memilih objek tertentu di antara segi yang dimiliki oleh hukum dengan mempergunakan metode tertentu mempelajari segi hukum yang dipilihnya itu.
Menurut beliau ilmu hukum pidana mempunyai objek hukum pidana positif dan bertujuan untuk:
(a) menganalisis dan menyusun secara sistematis aturan-aturan hukum pidana, (b) mencari asas-asas yang menjadi dasarnya, (c) memberikan penilaian terhadap asas-asas itu apakah sesuai dengan nilai yang berlaku di dalam negara dan bangsa yang bersangkutan, (d) menilai apakah aturan pidana yang berlaku itu sejalan dengan asas-asas tersebut.
Dengan demikian, maka ilmu hukum pidana di Indonesia terutama bertujuan untuk memahami hukum pidana positif di Indonesia. Ini dapat disebut sebagai ilmu hukum pidana dalam arti yang sempit dan bersifat dogmatis.
Sebaliknya Simons mengatakan bahwa seyogyanya yang menjadi objek ilmu hukum pidana bukan hanya ius constitutum atau hukum pidana positif, tetapi juga ius constituendum, yaitu hukum pidana yang merupakan cita-cita, sehingga ilmu hukum pidana bertugas untuk mengembangkan hukum pidana.
Hukum pidana mempunyai sifat yang khusus, terutama dalam hal sanksinya yang berupa pidana atau nestapa yang harus ditanggung oleh seseorang, perlu adanya pembatasan-pembatasan yang ketat sehingga penerapannya tidak berdasarkan atas kekuasaan itu.
Itu pula sebabnya di dalam ilmu hukum pidana sering kali kita jumpai ajaran-ajaran atau aliran-aliran dengan teorinya masing-masing, yang kadang-kadang tampak saling bertentangan satu sama lain.
Terdapat pendapat umum agar hukum pidana dilaksanakan sebagai ultimum remedium, atau agar hukum pidana sebagai sarana atau obat terakhir, yaitu setelah sarana-sarana yang lain dipakai.
Hukum pidana juga dikatakan sebagai "pedang bermata dua", oleh karena hukum yang sebetulnya bersifat melindungi kepentingan masyarakat, kadang-kadang terpaksa melukai jika diterapkan sanksi yang nestapa itu. Bentuk-bentuk pidana yang bersifat mendidik masih dicari.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H