Mohon tunggu...
hendra yudhy nasution
hendra yudhy nasution Mohon Tunggu... advokat -

Mahasiswa Pascasarjana Fak.Hukum-Universitas Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Go-Jek Harus "Go-Pro" Profesional

25 November 2018   08:42 Diperbarui: 26 November 2018   19:21 2146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dengan demikian asas kebebasan berkontrak yang terdapat dalam pasal 1338 tidak lagi bersifat absolut, yang berarti dalam keadaan tertentu hakim berwenang melalui tafsiran hukum untuk meneliti dan menilai serta menyatakan bahwa kedudukan para pihak dalam suatu perjanjian berada dalam keadaan yang tidak seimbang sedemikian rupa, sehingga salah satu pihak dianggap tidak bebas untuk menyatakan kehendaknya.

Lebih lanjut Prof. Asikin mengatakan bahwa kebebasan berkontrak yang murni/mutlak karena para pihak kedudukannya seimbang sepenuhnya praktis tidak ada, selalu ada pihak yang lebih lemah dari pihak yang lain. Beliau mengilustrasikan dengan suatu cerita lama yang mengandung moral yang ada kaitannya dengan tafsiran perjanjian. 

Ada seorang gadis yang orang tuanya miskin dan mempunyai hutang yang besar karena meminjam uang untuk menyekolahkan anak gadis tersebut. Kalau hutangnya tidak segera dibayar maka satu-satunya harta berupa rumah dan pekarangannya akan dilelang. Sang penolong yang mempunyai kekuasaan ekonomis datang dan mengadakan perjanjian dengan orang tua gadis tersebut bahwa hutang akan dilunasi asal gadis tersebut dikawinkan dengan anak lelaki sang penolong, sedangkan anak gadis tersebut telah mempunyai tunangan. Kemudian terjadilah perjanjian antara sang penolong dengan orang tua yang miskin tersebut. 

Apakah aneh kalau orang tua miskin tersebut kemudian mengingkari janjinya. Moral disini janganlah mencari kesempatan dalam kesempitan atau jangan menyalahgunakan kesempatan . (Kompasiana,2010)

Sesuai analogi diatas, GO-JEK bisa saja disamakan dengan "sang penolong" yang mempunyai kekuasaan ekonomis tersebut, namun janganlah bertindak secara sepihak tanpa memperhitungkan kerugian pihak lain (driver, konsumen, dan pihak terkait).

Kata moral selalu mengacu pada baik buruknya manusia sebagai manusia. Norma moral adalah tolak ukur untuk menentukan benar salahnya sikap dan tindakan manusia dilihat dari segi baik buruknya sebagai manusia, dan bukan sebagai pelaku peran tertentu dan terbebas.

Alangkah tidak adilnya apa yang telah dilakukan GO-JEK terhadap pada driver, dengan mensuspend dan memutuskan hubungan kemitraan secara sepihak. Hal ini sangat kontradiktif dengan tujuan semula dengan didirikannya GO-JEK di Indonesia, khususnya di Sumatra Utara, yaitu menyebarkan dampak sosial yaitu kehidupan yang lebih baik untuk driver dan keluarganya dengan meningkatkan jumlah penghasilan mereka.

Kemungkinan sebagian besar kendaraan (mobil/motor) yang dipakai para driver adalah statusnya masih kredit, dengan harapan pembayaran angsuran kepada pihak leasing adalah melalui pendapatan mereka mereka sehari-hari (ongkos+bonus). Dengan diputusnya perjanjian kemitraan ini, alih-alih mendapatkan kesejahteraan, yang ada kemungkinan motor/mobil akan disita oleh leasing, dan bagaimana kondisi anak,istri, dari para driver?. Adilkah keputusan dari pihak manajemen GO-JEK tersebut?.

Keadilan artinya menempatkan sesuatu pada tempatnya. Keadilan adalah kondisi kebenaran ideal secara moral mengenai sesuatu hal, baik menyangkut benda atau orang. Menurut sebagian besar teori, keadilan memiliki tingkat kepentingan yang besar. John Rawls, filsuf Amerika Serikat yang dianggap salah satu filsuf politik terkemuka abad ke-20, menyatakan bahwa "Keadilan adalah kelebihan (virtue) pertama dari institusi sosial, sebagaimana halnya kebenaran pada sistem pemikiran.

Konsep keadilan merupakan bagian dari nilai yang bersifat abstrak sehingga memiliki banyak arti dan konotasi. Dalam pandangan Aristoteles, keadilan dibentuk menjadi dua bentuk, yaitu: (1) Keadilan Distributif, yakni keadilan yang ditentukan oleh pembuat undang-undang, distribusinya memuat jasa, hak, dan kebaikan bagi anggota masyarakat menurut prinsip kesamaan proposal, (2) Keadilan Korektif, yakni keadilan yang menjamin mengawasi dan memelihara distribusi ini melawan serangan-serangan illegal fungsi korektif keadilan pada prinsipnya diatur oleh hakim dan menstabilkan kembali status quo dengan cara mengembalikan milik korban yang bersangkutan atau dengan cara mengganti rugi atas miliknya yang hilang.

Berdasarkan hubungan kontraktual antara para pihak, driver (Penyedia Layanan) dapat menuntut akibat kehilangan keuntungan yang diharapkan atau expectation loss. Teori klasik Perbuatan Melawan Hukum (Pasal 1365 KUHPerdata) mengalami perubahan, karena gugatan tort law (kerugian) juga dapat diajukan untuk economic lost.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun