Beasiswa merupakan bantuan yang bersumber dari pemerintah maupun swasta, diberikan untuk membiayai pendidikan seseorang. Biasanya, beasiswa diberikan kepada mereka yang pintar atau yang berasal dari ekonomi rendah.
 Selama kuliah, saya dibiayai oleh beasiswa Bidikmisi, yang kemudian berubah menjadi KIP Kuliah sejak 2020.
Ada satu fenomena unik di kalangan mahasiswa penerima beasiswa ini, mereka cenderung foya-foya, hidup hedon, dan suka flexing. Sebenarnya tidak semua seperti itu, tetapi bisa dibilang sebagian besar.
Berdasarkan pengamatan saya terhadap teman-teman yang mendapatkan beasiswa tersebut, saya melihat adanya pola yang menarik dari gaya hidup para penerima beasiswa ini.Â
Beasiswa Bidikmisi/KIP Kuliah memang ditujukan untuk mereka yang berasal dari ekonomi rendah. Namun, sayangnya, banyak dari mereka tidak mengelola biaya beasiswa dengan baik. Ketika menerima dana, mahasiswa sering kali menggunakan uang tersebut untuk berfoya-foya.Â
Banyak dari mereka mengalami FOMOÂ sehingga mengikuti tren dengan membeli barang-barang yang hanya bertujuan untuk gaya hidup semata.Â
Mereka sering berpakaian mewah, menggunakan HP keluaran terbaru, membeli outfit branded, makan di restoran mahal demi eksis di Instagram, hingga hura-hura di klub malam dan mabuk-mabukan di kosan.Â
Semua itu menjadi hal yang lumrah bagi mereka yang kuliah dibiayai negara tetapi sok kaya. Persoalan utama ada pada gaya hidup mereka yang ingin terlihat keren dan tidak mau tertinggal dari orang lain. Terlebih lagi, persaingan di kota dan dunia kampus begitu ketat dari segi gaya hidup.
Saya ingin berbagi cerita tentang pengalaman saya sebagai mahasiswa penerima beasiswa Bidikmisi. Dulu, biaya hidup yang saya terima sebesar empat juta dua ratus ribu rupiah setiap enam bulan sekali.Â
Saya menyisihkan dana tersebut untuk membayar uang kos enam bulan ke depan. Uang kos saya sebulan adalah 350 ribu, jadi saya memilih kos yang sederhana dan murah agar dana beasiswa bisa digunakan untuk kebutuhan lain.
Sisa uang yang ada saya gunakan untuk membeli bahan makanan dan uang saku sehari-hari. Memang tidak cukup untuk kebutuhan saya selama enam bulan, makanya saya siasati dengan mengikuti berbagai lomba untuk menambah biaya hidup agar tidak bergantung pada orang tua.Â
Bagi saya, gaya hidup bukanlah yang terpenting; yang terpenting adalah menyelesaikan kuliah tepat waktu dengan mempertahankan IPK dan meningkatkan prestasi.
Sebenarnya, jika mahasiswa pintar-pintar mengatur keuangan dan tidak ikut-ikutan orang lain, maka dana beasiswa yang didapatkan bisa dikelola dengan baik. Di kampus, seharusnya bukan ajang untuk pamer gaya atau outfit, tetapi ajang untuk mencari ilmu dan mengejar prestasi.Â
Jangan biasakan gaya hidup hedon dan sok kaya sejak dini. Dana beasiswa yang diberikan oleh pemerintah berasal dari pajak rakyat kecil; maka dari itu, seharusnya kita menggunakannya sebaik mungkin. Agar nanti, ketika sudah menjadi sarjana, kita dapat kembali berkontribusi bagi negara dan tetap peduli kepada masyarakat kecil.
Selain suka hedon, mahasiswa penerima beasiswa juga sering kali malas kuliah. Nilai mereka anjlok, jarang masuk kelas, dan sering tawar matakuliah. Mungkin tidak ada beban bagi mereka karena kuliah mereka gratis dibiayai oleh negara, sehingga mereka merasa bebas melakukan apa saja. Sebagai mahasiswa penerima beasiswa, adalah tanggung jawab kita untuk menyelesaikan kuliah tepat waktu.
Selain itu, ada beberapa masukan mengenai pihak kampus. Sering kali, mereka kurang teliti dan tegas terhadap penerima beasiswa.Â
Ada kalanya, beasiswa didapatkan oleh mereka yang memiliki kenalan atau orang dalam di kampus. Tidak jarang, penerima beasiswa KIP Kuliah memanipulasi data diri mereka demi lolos beasiswa.
Persoalan ini perlu ditindak tegas agar tidak merugikan negara dan supaya beasiswa lebih tepat sasaran bagi mereka yang benar-benar membutuhkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H