Orang-orang sudah melarang ibu dan ayah saya kalau nenek itu datang jangan terima tutup saja pintu. Namun karena ibu saya baik hati, makanya nenek tersebut selalu dilayaninya.
Suatu hari sekitar jam 7 pagi nenek tersebut kembali ke rumah. Saat itu saya sementara berada di dalam ayunan.
 Ketika ibu saya sementara memasak, nenek tersebut melihat saya di dalam ayunan kemudian bermain dengan saya. Tapi karena saya menangis, ibu saya datang menggendong saya sambil bercerita dengan si nenek.
Ibu sempat-sempatnya memberikan nenek itu sejumlah uang dan beras sebelum ia kembali ke rumahnya.Â
Beberapa menit setelah si nenek pulang, saya kejang-kejang. Busa keluar dari dalam mulut saya. Nafas saya terengah-rengah. Padahal awalnya, saya dalam keadaan sehat-sehat saja.
Ibupun panik lalu memanggil ayah. Saya sempat dilarikan ke Puskesmas, tapi sama saja. Kemudian ayah saya dianjurkan oleh tetangga kami memanggil tokoh agama untuk berdoa, namun kondisi saya makin parah.Â
Ibu bercerita kalau waktu itu ajal saya, mungkin saya sudah meninggal karena kondisi saya saat itu benar-benar tidak tertolong.
Pertolongan pun tiba-tiba datang. Seorang pria paruh baya datang. Dia dipercaya di kampung kami sebagai orang yang biasa menangkal ilmu Suanggi.
 Dia kemudian berdoa dan memberikan air sembahyang. Dia membasahi muka saya dan memberikan sedikit untuk saya minum.
Tidak butuh waktu lama, seketika saya sembuh dan langsung tertawa ceria.