Presiden Jokowi menyetujui usulan masa jabatan kepala desa selama sembilan tahun. Hal ini disampaikan oleh Politisi PDIP Budiman Sudjatmiko setelah bertemu Presiden Jokowi di istana presiden, Jakarta pada Selasa (17/1/2023).
Usulan masa jabatan selama sembilan tahun ini merupakan salah satu poin dari tuntutan 15.000 kepala desa yang berdemonstrasi (18/1/2023).
Menurutnya, presiden menilai tuntutan tersebut sangat masuk akal lantaran dinilai dinamika pemerintahan di desa dan kota jelas berbeda jauh.
Menurut UU Desa Nomor 6 Tahun 2014 menyatakan bahwa kepala desa maksimal bisa menjabat selama 18 tahun, yaitu 6 tahun dalam periode maksimal selama 3 kali periode.
Namun temuan di lapangan dirasakan kondisi tersebut boros dan banyak menimbulkan gesekan sosial. Di sisi lain, setelah masa jabatan 6 tahun selesai maka perlu dilakukan pemilihan kepala desa lagi.
Selain Presiden Jokowi, Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar juga turut mendukung usulan tersebut. Di mana masa jabatan kepala desa hingga sembilan tahun dalam satu periode dan kemudian bisa dipilih lagi di periode keduanya.
"Bulan Mei tahun lalu, saya sudah menyampaikan pemikiran itu di depan para pakar di UGM agar mendapatkan kajian secara akademis sehingga sesuai antara permasalahan dengan solusi," kata Halim dilansir dari CNNIndonesia.com, Rabu (18/1).
Dia mengakui telah mempersiapkan kajian akademik dalam penambahan masa jabatan kepala desa dari enam tahun menjadi sembilan tahun dalam satu periode.
Menurutnya, usulan penambahan masa jabatan kepala desa dibuat karena selama ini kepala desa dinilai kurang efektif lantaran sibuk dalam penyelesaian urusan konflik yang selalu muncul setelah pemilihan kepala desa (pilkades).
Halim menilai dinamika pilkades memiliki implikasi yang tinggi dibandingkan dengan ketegangan pilkada atau pilpres. Selain itu, proses penyelesaian konflik akibat pilkades juga membutuhkan waktu yang lama, yakni lebih dari satu tahun. Begitu pula dengan menyiapkan pilkades berikutnya,
Halim mengaku telah mempersiapkan kajian akademik penambahan masa jabatan kepala desa dari enam tahun menjadi sembilan tahun dalam satu periode.
Selain itu, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) juga mendukung usulan tersebut. Menurut Ketua DPP PDIP Perjuangan, Said Abdulah mengatakan partainya begitu mendukung perpanjangan masa jabatan kepala desa (kades) menjadi 9 tahun;
"PDI Perjuangan memberikan dukungan penuh kepada para kepala desa untuk menyampaikan aspirasinya merevisi secara terbatas UU No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa dan sebagai bentuk komitmen nyata dari PDI Perjuangan, kami mendorong proses registrasi prioritas yang akan kami lakukan pada tahun 2023 ini," kata Said dalam keterangan resmi, Selasa (17/1/2023).
Jika disimpulkan secara umum, alasan adanya usulan perpanjangan masa jabatan kepala desa, yakni ingin agar pembangunan desa lebih stabil dan terjaga lantaran jika masa 6 tahun dinilai masih kurang untuk stabilitasi pembangunan desa.
Sebenarnya, dengan adanya perpanjangan masa jabatan kepala desa maka ini sama saja merusak demokrasi. Lantaran sejatinya jabatan publik yang merupakan pilihan rakyat dalam demokrasi perlu dipergilir guna menghindari terjadinya korupsi dan otoriterian.
Lord Acton pada awal abad 20 dalam penelitiannya, menyebutkan kekuasaan cenderung korup dan kekuasaan yang absolut pasti korup (power tend to corrupt and absolute power corrupt absolutely).
Itu berarti dengan perpanjangan masa jabatan menjadi 9 tahun akan membuka kesempatan untuk praktek korupsi di desa makin merajalela.
Data dari Indonesia Corruption Watch (ICW), ditemukan kasus penindakan korupsi oleh aparat penegak hukum (APH) paling banyak itu terjadi pada sektor anggaran dana desa, yaitu sebesar 154 kasus pada tahun 2021 dengan potensi kerugian terhadap negara berkisar Rp233 miliar.
Peningkatan terhadap korupsi anggaran dana desa bahkan cenderung meningkat sejak 2015. Saat itu, korupsi anggaran dana desa hanya berjumlah 17 kasus dengan kerugian sebesar Rp40,1 miliar.
Temuan ini jelas sejalan dengan temuan ICW terkait dengan lembaga yang paling banyak terjerat kasus korupsi. Di mana pemerintah desa merupakan lembaga paling banyak tersandung kasus korupsi yang ditangani APH.
Maka, dengan adanya perpanjangan masa jabatan kepala desa tentu akan berdampak pada terbukanya praktik-praktik korupsi yang semakin meningkat di desa.
Perpanjangan masa jabatan kepala desa bukan sesuatu yang urgen, lebih pentingnya sekarang lembaga baik eksekutif maupun legislatif perlu menasihati kepala desa terkait perihal penggunaan dana atau mungkin wacana yang seharusnya diangkat kepala desa, misalkan masalah kemiskinan, kesehatan dll.
Wacana perpanjangan ini seakan didesain oleh para elit yang sengaja untuk menuju dinasti politik ke depan. Dengan perpanjangan masa jabatan kepala desa ini, akan membuat terjadinya kongkalikong dalam upaya melanggengkan kekuasaan para elit politik tertentu yang mana di belakang para kepala desa mereka juga mendukung adanya wacana perpanjangan ini. Ditakutkan nantinya demokrasi kita bakal semakin buruk lantaran kepala desa bakal digunakan sebagai alat politik bagi oknum tertentu dalam mempertahankan dinasti politik.
Perlu diakui kepala desa mempunyai peranan vital dalam pemilihan umum. Dengan kekuasaan yang begitu lama membuat kepala desa akan bertindak otoriter dalam upaya melanggengkan kekuasaan dari elit politisi tertentu. Dengan begitu, demokrasi di negara kita bakal tidak berjalan sehat lagi.
Dengan begitu bisa disimpulkan di balik wacana perpanjangan masa jabatan Kepala Desa dari 6 tahun menjadi 9 tahun maka disni ada indikasi dan upaya dari oknum elit politisi tertentu yang sengaja ingin melangengkan kekuasaan dan membangun dinasti politik mereka denga begitu mereka sengaja memperdaya kepala desa nantinya jika masa jabata bisa sampai 9 tahun.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H