Apalagi saat momentum pemilihan di Organisasi Intra Kampus, mereka akan berlomba-lomba untuk menyusupi mahasiswa lainnya agar memilih orang tertentu dengan cara melakukan tindakan politik identitas. Parahnya lagi, oknum dosen yang dalam tanda kutip merupakan senior mereka akan menjadi garda terdepan dalam proses pendoktrian tersebut.
"Kalian tidak boleh memilih calon A karena dia beragama B"
"Jangan pilih si C karena dia bukan berasal dari daerah kita"
"Kita harus memilih orang dari agama kita"
"Jangan dukung si D karena dia bukan anggota organisasi kita"
Pasti, perkataan-perkataan tersebut pernah kalian dengar. Selain itu, perilaku tidak mengenakan juga terjadi kepada mahasiswa perantau dari daerah luar yang datang untuk berkuliah di suatu tempat. Oknum dosen maupun mahasiswa bakal melakukan tindakan rasis yang tidak mengenakan terhadap mereka.
Misalnya, seperti tidak ingin bergaul dan kerab mendapatkan perilaku berbeda lantaran karena perbedaan warna kulit dan rambut serta faktor lainnya.
Bukan hanya secara fisik, tapi perlakuan rasis juga biasa terjadi melalui perkataan serta hinaan yang seakan itu hanya sekedar candaan belaka. Kemudian stereotip dan juga hinaan terhadap bentuk fisik, diskriminasi dan perlakuan intimidasi.
"Kau anak perantau di sini, jadi ikuti saja alur mainnya. Jangan banyak protes! Ini daerah kami."Â Begitulah kira-kira perkataan rasisme yang berusaha mengintimidasi mereka yang berstatus sebagai perantau.
Perilaku rasisme di dunia pendidikan sangat disayangkan kalau terus terjadi dan tumbuh subur di pupuk oleh oknum pendidik yang dengan sadar menyebarkan hal tersebut. Seharusnya, keberagaman yang ada harus disikapi sebagai suatu anugerah dari sang pencipta yang menjadi suatu faktor positif untuk belajar satu sama lain dan saling menghargai.
Dengan pendidikan, seharusnya seseorang harus menyaring dan menimbang suatu bukti dan membedakan mana yang salah dan mana yang benar, yang nyata dan tidak, fakta dan fiktif.