Mohon tunggu...
Hendra Wattimena
Hendra Wattimena Mohon Tunggu... Mahasiswa - Alumni Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik, Universitas Pattimura

Blogger di www.sudutplambon.com, banyak membahas seputar dunia pendidikan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Digitalisasi di Dunia Pendidikan, Solusi atau Masalah?

1 Mei 2022   12:16 Diperbarui: 22 Mei 2022   13:22 2648
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Digitalisasi dalam pendidikan | Sumber: pixabay

Teknologi yang berkembang semakin pesat membuat berbagai macam perubahan terjadi dalam lapisan kehidupan masyarakat. Salah satunya dampak dari perkembangan teknologi adalah yang terjadi pada dunia pendidikan itu bisa kita lihat dari media pembelajaran yang digunakan oleh guru dari waktu ke waktu. 

Sedikit cerita, pada zaman SD dulu sekitar tahun 2007-2012 , saya masih merasakan indahnya belajar dengan papan tulis, yang mana pada waktu itu masih menggunakan kapur sebagai alat tulis. Kadang ketika ada murid yang ngantuk, guru kemudian melempar dengan kapur atau penghapus biar siswa tersebut  terbangun. 

Ketika menginjak kelas 4 SD, saya mulai merasakan belajar dengan papan tulis putih dengan spidol yang digunakan oleh guru untuk menulis. 

Seiring perkembangan zaman, ketika duduk di bangku SMP sampai SMA, pembelajaran yang dilakukan mulai menggunakan infokus untuk menayangkan media pembelajaran. 

Namun, pada waktu masuk kuliah tiba-tiba covid-19 menerjang, maka pertemuan tatap muka ditiadakan lalu digantikan dengan pembelajaran lewat daring. Melalui aplikasi seperti Zoom, Google Meet, dan lain sebagainya.

Perubahan juga terasa ketika ujian nasional maupun ujian sekolah dulu. Ketika SD dan SMP, ujian nasional masih dilakukan dengan cara manual menggunakan pensil 2B kemudian dioles ke lembar jawaban sampai hitam, lalu dikumpulkan kepada pengawas. 

Tetapi, ketika masuk SMA ujian nasional dilakukan secara online, tidak ada lagi lembar jawaban dan pensil 2B yang digunakan. Para siswa berhadapan dengan layar monitor, di tangan memegang mouse lalu mengklik jawaban yang dianggap benar. 

Setelah selesai, jawaban langsung dikirim. Selain itu, nilai bisa langsung kita lihat berapa yang salah dan berapa yang benar. Selain menggunakan komputer pada ujian sekolah, ada pula yang menggunakan smartphone. 

Soal dibagikan di aplikasi yang sudah disediakan. Setelah itu, siswa bisa menjawab soal tersebut. Tidak ada lagi lembar jawaban dan lembar soal, semuanya sudah digitalisasi lewat teknologi yang ada.

Apa yang saya ceritakan di atas tidak berjalan mulus begitu saja. Ada banyak sekali kendala baik pro dan kontra yang timbul misalnya ketika menggunakan infokus sebagai media pembelajaran masih banyak guru belum bisa mengoperasikan laptop. 

Akibatnya, pembelajaran banyak terbuang percuma lantaran guru tersebut kebingungan mengotak-atik media pembelajaran tersebut. Ada guru yang paham, namun ada pula yang masih gaptek dengan perangkat tersebut. 

Bersyukur jika ada siswa di kelas tersebut yang paham terkait teknologi maka bisa membantu guru tersebut. Tapi kalau tidak ada, maka dari awal pembelajaran sampai akhir hanya sibuk dengan lepas pasang kabel infokus.

Persoalan berikut ketika terjadi perubahan dari ujian manual ke ujian berbasis online, ketika kepala sekolah memberitahu bahwasanya sekolah kita akan mengadakan ujian berbasis komputer kepada siswa dan orang tua murid. 

Digitalisasi dalam pendidikan | Sumber: pixabay
Digitalisasi dalam pendidikan | Sumber: pixabay

Ada banyak sekali yang memperdebatkan hal ini, ada yang beralasan di rumah tidak ada komputer untuk simulasi, ada yang beralasan ujian dengan komputer tapi kami tidak tahu main komputer, ada yang mempersoalkan kalau ujian dengan komputer itu ribet dan menyusahkan mendingan dengan manual saja. Ada pula kendala di jaringan dan lain sebagainya.

Awalnya, saya juga takut dengan fenomena ini. Tapi, lama kelamaan saya kemudian menyesuaikan semua itu, nyatanya apa yang terjadi tidak sesuai dengan yang ditakutkan.

Permasalahan berikutnya, terkait dengan pembelajaran online. Sebenarnya, sejak SMP dulu guru dan kepsek saya sudah memberitahu kalau ke depan, nantinya lambat atau cepat pembelajaran bisa saja dilakukan dengan cara online. Nah, ketika timbulnya pandemi apa yang pernah disampaikan tersebut kemudian terjadi. 

Walaupun pembelajaran online banyak menimbulkan pro dan kontra baik dari pengajar ataupun dari peserta didik, tapi mau tidak mau kita tetap harus melaksanakannya.

Selain beberapa perubahan nyata yang bisa kita lihat terkait dengan transformasi digitalisasi dunia pendidikan, kita juga bisa melihat perubahan dari media pembelajaran yaitu buku. 

Dulu, jika ingin meminjam buku kita harus ke perpustakaan, namun saat ini kita bisa mengunduh buku pembelajaran maupun buku bacaan lewat aplikasi perpustakaan yang sudah disediakan. Buku yang kita baca kini ada versi digitalnya.

Saat ini segala materi pembelajaran bisa kita akses dengan mudah, lewat mesin pencarian Google kita bisa dengan mudah mencari materi pembelajaran yang ingin kita pelajari.

Jika tidak paham, kita bisa menonton tutorial pembelajaran lewat Youtube atau bisa membeli paket pembelajaran lewat aplikasi pembelajaran yang kini sudah banyak tersedia.

Sekarang pertanyaannya, apakah digitalisasi dunia pendidikan merupakan solusi untuk pemerataan pendidikan ataukah malah masalah?

Jika dikatakan pemerataan alasannya lantaran kita bisa mengakses konten pembelajaran serta mendapatkan materi pembelajaran yang sama dengan siswa-siswi yang lain di daerah yang lebih maju.

Lewat pembelajaran online dan teknologi internet, kita dengan mudah bisa belajar di mana saja dan kapan saja. Sedangkan jika masalah, alasannya adalah internet dan teknologi belum begitu merata di seluruh tanah air.

Lalu bagaimana? Apakah kita harus tunggu merata dulu akses teknologi internet baru digitalisasi pendidikan dijalankan ataukah sambil pemerintah membangun infrastruktur dan menyiapkan sekolah-sekolah dengan fasilitas akses internet sambil kita perlahan-lahan melakukan digitalisasi di dunia pendidikan?

Bagi saya, sangat lucu kalau dunia pendidikan tidak begitu tanggap dan terbuka menerima proses digitalisasi yang ada. Alasannya karena di dunia pendidikanlah perkembangan teknologi itu akan berkembang lebih pesat dan lewat dunia pendidikan masyarakat bisa mempelajari terkait perkembangan teknologi yang ada.

Sudah saatnya guru, dosen, mahasiswa maupun siswa tidak ada lagi kata menolak atau beralasan ini itu akibat dari perkembangan teknologi di dunia pendidikan. Kita harus benar-benar siap serta cepat beradaptasi dengan perkembangan zaman.

Dunia pendidikan harus benar-benar sanggup melakukan tuntutan daripada perkembangan teknologi yang terjadi. Perkembangan dan kemajuan masyarakat dimulai dari kemajuan pendidikan. 

Jika pembelajaran harus dilakukan secara online, maka kita harus siap mengikutinya. Jangan sampai ada dosen yang tidak bisa menggunakan aplikasi Zoom untuk pembelajaran atau ada guru yang tidak bisa menggunakan laptop. Para tenaga pendidik harus menerima keadaan yang ada. Jangan lari dari kenyataan! Itulah risiko menjadi pendidik harus siap menerima perkembangan teknologi.

Berikutnya, cakupan kurikulum haruslah diperbaiki secara optimal. Pembelajaran jangan terlalu banyak hanya sekedar teori-teori saja. Hal terpenting adalah bagaimana dunia pendidikan mempersiapkan para peserta didiknya agar ketika lulus sekolah siap kerja dan dibekali dengan skill digital yang dimiliki mereka.

Lima atau sepuluh tahun nanti, pekerjaan akan banyak digantikan oleh robot. Jika kita tidak bisa menguasai skill digital, maka kita akan terkalahkan di dunia kerja.

Mari kita siap menghadapi perkembangan zaman yang begitu cepat ini. Jangan takut! Jangan banyak alasan! Intinya, belajar dan kembangkan skill yang dimiliki. Semua sudah disediakan di internet tinggal bagaimana kita mau mandiri untuk belajar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun