Keempat, stop vandalisme ketika demonstrasi kemudian melakukan coret-coret dengan piloks atau cat pada fasilitas umum! Itu menunjukkan kebodohan kalian sebagai mahasiswa, terlalu dangkal pikiran kalian untuk apa dicoret-coret. Apakah kalian melihat keindahan jika tembok yang bagus dicoret dengan tulisan-tulisan yang tidak bermoral? Kalau mahasiswa, coba dong kritik dengan karya, misalnya buat mural pada media digital kemudian publikasi di media sosial sebagai bahan provokasi atas tuntutan yang ingin kalian sampaikan. Silahkan buat kajian, lalu buat dalam bentuk tulisan maupun video kemudian dibagikan biar masyarakat mengerti dan mendukung apa yang kalian perjuangkan. Jangan malah bikin rusuh, tidak kreatif sama sekali.
Kelima, usahakan rajin kuliah. Para aktifis kebanyakan malas berkuliah, jarang masuk kelas dan tidak lulus-lulus kuliah. Jadi gini, saya ingin jelaskan. Kalau kalian keras di jalan, setidaknya perlu juga jelas di kelas. Jangan sampai apa yang kalian teriak di jalan hanya omong kosong belakang. Mau perjuangkan nasib banyak orang? Hei, perjuangkan dulu nasib kalian. Cepat sana wisuda! Otak aktivis itu perlu cerdas, harus ada karya dan bukti yang jelas biar ketika kalian berteriak keras suara kalian didengar karena memang berkualitas.
Menjadi seorang aktivis, harus cerdas biar tidak ditertawakan oleh orang-orang. Masa kalian sok keras mengkritisi pemerintah, malah IPK-nya dibawa standar. Mendingan diam deh daripada bersuara makin dibuat pusing.
Kalau jadi aktivis yang hebat, kalian juga harus melahirkan karya yang hebat. Coba ciptakan terobosan, karya dan gagasan sesuai dengan bidang ilmu kalian. Itu baru namanya aktivis mahasiswa yang hebat. Saya salah satu orang yang tidak akan pernah mendengar bacotan orang yang belum punya hasil apa-apa. Jika ada aktifis yang banyak bacotnya, namun kuliahnya tidak jelas mending tutup telinga atau pergi dari situ. Tidak usah dengar bacotan mereka.
Apa yang kalian teriakan harus juga sesuai dengan kualitas otak dan akademik kalian. Jangan banyak bacot namun malas masuk di kelas dan kerjanya cuman titip absen. Kalian sama saja dengan para anggota dewan dan para koruptor yang malas bekerja. Kerjanya hanya pencitraan di media-media.
Hei, sadar! Apakah kalian mau mendengar aktivis yang modelnya seperti itu? Sudah tidak lulus-lulus kuliah, baru banyak bacotnya.
Aktivis sejati harus berkualitas dan berintegritas. Bukan modal suara keras, tapi otak kosong dan tidak ada karya yang jelas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H