Peternak babi di China menjadikan kedelai sebagai pakan utamanya Babi. Serta harga kedelai naik akibat dari mengikuti kenaikkan pasar internasional. Ketidakpastian cuaca dan inflasi makanan di Amerika Serikat juga sangat berpengaruh mengingat negara ini merupakan salah satu eksportir utama kedelai dunia.
Mengapa Indonesia masih mengimpor kedelai dari Amerika? Bagaimana dengan kedelai lokal?
Banyak masyarakat kemudian bertanya-tanya, kenapa negara kita masih bergantung kepada Amerika dalam mengimpor kedelai? Apakah kita tidak punya kedelai lokal?
Siapa bilang kita tidak memiliki kedelai lokal? Namun, stok kedelai lokal yang ada di negara kita tidak dapat memenuhi pasokan permintaan pasar yang ada. Kita tahu sendiri bahwa produk olahan kedelai yakni tempe dan tahu merupakan makanan yang disukai hampir semua penduduk Indonesia.
 Banyak sekali permintaan pasar dari masyarakat dalam membeli tempe tahu membuat petani kedelai lokal kewalahan menyediakan kedelai untuk dipasok pada pabrik-pabrik. Hal lain yang juga turut berpengaruh adalah produksi kedelai dalam negeri sangat rendah akibatnya tidak mampu memenuhi kebutuhan domestik.
Penyebabnya adalah luas ketersediaan lahan panen yang terus menyusut akibat perubahan fungsi lahan ke sektor non-pertanian. Trasformasi lahan tidak bisa untuk dihindari. Tuntutan ekonomi menjadi pemicu dan lajunya pertumbuhan penduduk yang makin tinggi setiap saat. Petani kita juga banyak yang kurang tertarik menanam kedelai. Mereka lebih memilih menanam komoditi lain yang punya kepastian pasar.
Kedelai lokal kita juga perlu diakui mempunyai kualitas di bawah produk impor. Akibatnya, produsen tempe tahu kurang berminat menggunakan kedelai lokal. Penyebab berikutnya terkait dengan permasalahan resesi ekonomi yang menyebabkan masyarakat tidak mampu membeli protein hewani. Akibatnya, mereka beralih kepada tahu tempe yang memiliki nilai gizi dan protein sebagai alternatif pengganti protein hewani. Dan masyarakat kelas menengah keatas sudah mulai menerapkan gaya hidup vegan.
Bagaimana nasib mahasiswa di kosan?,Â
"Dampak Kenaikan Harga Kedelai Terhadap Asupan Gisi Anak Kos" (Buat kalian mahasiswa ilmu Gizi judul ini bisa jadi judul Skripsi kalian. Di sini saya akan bahas kulit luarnya aja, kalo mau buat penelitian silakan, Wkwkwkwkw...)
Agak absurd dengan pertanyaan dan judul di atas. Tapi, sabar dulu. Banyak artikel mungkin sudah membahas terkait dengan dampak kenaikkan kedelai dari berbagai sisi, ada yang mengupas terkait dengan perajin tahu tempe yang protes dan mau demo. Kemudian, para pedagang kecil sampai dengan para penjual gorengan.
Maka dari itu, saya sebagai perwakilan mahasiswa kos seluruh Indonesia, mewakili perasaan kita yang saat ini merasa terkena dampak kenaikkan harga kedelai. Wkwkwk... agak lucu mungkin, tapi saya ingin mengulas permasalahan naiknya harga tempe tahu dari sudut pandang anak kos.
Jujur, sebagai anak kos saya sangat merasa terdampak. Tahu dan tempe yang biasa saya dapatkan dengan ukuran besar bisa untuk dimakan 2 sampai 3 hari, kini hanya cukup makan 1 hari saja. Para produser terpaksa mengecilkan ukurannya biar tidak merugi. Mau bagaimana lagi? Dengan keadaan seperti pandemi yang sekarang menerjang, justru malah harga kedelai ikut naik.
Pemenuhan gizi anak kos itu sangat kurang dan memprihatinkan. Coba kalian bayangkan, makan sekali sehari dan bahkan ada pula yang hanya bertahan dengan air putih menahan lapar kalau terlambat dapat kiriman apalagi di akhir-akhir bulan, tentu hal ini sangat menyiksa bagi anak kos. Mi instan menjadi menu utama buat anak kos, demi perbaikan gizi. Jika tanggal muda, tahu dan tempe menjadi pilihan agar tercukupkan asupan protein.