Mohon tunggu...
Hendra Wattimena
Hendra Wattimena Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis

Puisi | Perencanaan Wilayah | Politik | Olahraga | Isu Terkini

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Aku Anak Petani

4 Mei 2021   19:19 Diperbarui: 4 Mei 2021   19:26 1554
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ayahku seorang petani
setiap pagi menggarap tanah
untuk menyambung hidup keluarga

ayahku tak berdasi
hanya punya cangkul, arit dan parang
tetapi tak pernah memberi makan kami nasi hasil curian
ayahku bukan sarjana
bukan direktur atau pejabat tinggi
hanya petani yang memberi makan kami kasbi
bukan nasi hasil korupsi

ayahku tak punya mobil mewah
tiap hari berjalan kaki
rumah kami tak mewah
hanya gubuk tua sederhana
warisan kakek yang telah meninggal
kami tinggal di sana
dan bertahan dalam ganasnya kehidupan

aku anak petani
ibuku bukan anggota dewan
yang sibuk urus negara
yang sibuk mencuri uang rakyat jelata
ibuku hanya seorang pedagang
menjual hasil tani ayahku di pasar
sebelum matahari muncul
ibuku suda siap di jalan
menunggu rezeki
paginya pulang ke rumah
membawah harapan dari pasar
ibuku hanya seorang pedagang
kerjanya cuman sibuk di pasar, dapur
sumur dan kasur

aku adalah anak petani
bukan anak pejabat tinggi
lulus sekolah harus kuliah
tetapi apa daya aku tak punya uang
tetapi bagiku itu bukan persoalan
karena aku masih punya kemauan
dan juga tuhan
aku harus kuliah
mencari beasiswa
tak perlu jauh-jauh keluar negeri

aku anak petani
bukan berarti cita-citaku tak tinggi
setelah sarjana aku harus melanjutkan lagi
kejenjang lebih tinggi
aku harus menjadi seorang profesor
menjadi orang pintar
menjadi orang yang berguna
agar keringat ayah dan ibuku tak sia-sia

aku anak petani
ayahku adalah petani
ibuku adalah pedagang
aku punya mimpi
aku harus mengejarnya
agar kelak suatu hari
mereka yang menertawakan bapaku si petani miskin itu
akan tersipu malu
melihat anaknya menjadi pejabat tinggi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun