Oleh : Hendrazes
Dalam sebuah Musyawarah baik yang background-nya Ormas maupun Organda sering kita jumpai berbagai macam atribut -atribut Problematika yang sering kali menghabiskan waktu dalam menghadapi jalan keluarnya. Misalnya peninjauan Kembali AD/ART, Jumlah Kuorum, tata letak Kursi, Presidium Sidang beserta Anggotanya, Palu sidang, sampai pada metode teknis jalannya persidangan. Akan tetapi pada kesempatan kali ini, yang menjadi sorotan utama dalam tulisan kali ini adalah "Palu Sidang".
Ada apa dengan Palu sidang...??
Iya.. Palu sidang memiliki peran penting dalam proses Persidangan, dari sejumlah sumber bacaan yang ada sampai pada regulasi dalam Konstitusi RI ternyata "Palu Sidang" merupakan bagian dari kelengkapan persidangan yang "harus ada", keberadaannya suda diatur khusus dalam peraturan spesifik. Bahkan penggunaan dan bunyi ketukan palunya pun ada kaidah-kaidah yang harus diikuti.
Palu sidang yang kemudian dipegang langsung dan di pertanggung jawabkan oleh Pimpinan sidang, pada saat diketuk diatas meja yang tak pernah bersalah, itu harus dipastikan bahwa sudah terdengar dan disepakati oleh seluruh peserta Sidang, Selain itu, terdapat aturan dalam pengetukan palu.
Secara umum, pimpinan sidang mesti mengangkat kepala palu setinggi 10 cm hingga 15 cm dari bantalan yang ada di atas meja. Sudutnya pengangkatan palu sekitar 50 hingga 60 derajat. Jumlah pukulan palu ada beberapa jenis dengan arti yang berbeda-beda pula. Berikut adalah aturan ketukan palu sidang pleno, seperti diunggah Sintha Nurfitriani dalam Scribd.
Adapun Aturan-aturan ketukan Palu sidang diantaranya :
1.Satu Ketukan yang memiliki arti :
a)Mengesahkan keputusan/kesepakatan peserta sidang poin per poin (keputusan sementara).
b)Membatalkan/mencabut ketukan sebelumnya yang dinilai keliru (PK).