Mohon tunggu...
Hendra Purnama
Hendra Purnama Mohon Tunggu... Freelancer - Seniman yang diakui negara

Penulis yang tidak idealis, hobi menyikat gigi dan bernapas, pendukung tim sepakbola gurem

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Penduduk Dunia Sudah 8 Miliar, Apakah Salah Satunya Jodohmu?

1 Desember 2022   22:45 Diperbarui: 1 Desember 2022   23:00 283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Buat yang belum tahu, sebenarnya pada tanggal 15 November 2022 kemarin PBB resmi mengumumkan bahwa populasi penduduk dunia mencapai angka 8 miliar! Wew, perlu 12 tahun untuk mencapai mengubah angka 7 miliar jadi 8 miliar, dan diperkirakan sekitar tahun 2037 penduduk bumi akan tembus angka 9 miliar! Menurut data, lebih dari separuh populasi itu ada di India, China, Amerika Serikat, Pakistan, Nigeria dan Brazil.

Kalau menurut PBB, penyebabnya jelas: tingkat kesuburan yang tinggi dan peningkatan drastis dalam rentang usia manusia. Berarti di sini ada andil juga dari kemajuan teknologi kesehatan dan obat-obatan, dengan adanya kemajuan di bidang itu, harapan hidup manusia akan lebih tinggi.

Namun kalau menurut saya, sepertinya wabah Covid-19 kemarin memunculkan dua hal: banyak manusia yang meninggal, tapi sekaligus banyak kehamilan karena banyak pasangan yang "terpaksa" diam di rumah selama berminggu-minggu, atau bahkan berbulan-bulan. Tidak heran kalau setelah wabah itu jadi banyak kehamilan, dan otomatis menambah populasi dunia.

Penambahan populasi ini bisa berdampak buruk, dan bisa juga berdampak baik. Tergantung kita mau melihatnya dari sudut pandang mana.Nah, lewat tulisan ini, saya mau menebak-nebak kemungkinan yang terjadi di masa depan setelah kita mencapai milestone ini.

#1 Gampang Cari Jodoh

Ini kemungkinan yang pertama kepikiran. Mungkin bagi jamaah yang masih jomblo, jodohnya belum ada di kisaran 7 miliar kemarin. Kemudian Tuhan memberikan tambahan 1 miliar manusia lagi, nah masa sih masih susah juga cari jodoh?  

Bayangkan, dari 8 miliar itu, 50.42% nya adalah laki-laki dan 49.58% nya adalah perempuan, silahkan hitung sendiri jumlah pastinya. Kalau kita lihat data dari statisticstimes.com, pada rentang usia 20-29 tahun atau usia-usia manusia biasa kepikiran nikah, ada 614 juta laki-laki berbanding dengan 576 juta perempuan.

Jadi buat para perempuan, tenang saja, ternyata data statistik menunjukkan bahwa sekarang saatnya laki-laki lah yang harus mengejar kalian. Buat laki-laki, tetap semangat, ingat satu hal: semua yang bilang sayang akan kalah dengan yang berani meminang.

#2 Perlu Makanan Alternatif

Logikanya sederhana: makin banyak manusia, makin banyak mulut yang harus dikasih makan. Sementara urusan pangan di dunia ini juga tidak sedang baik-baik saja, saat ini saja sekitar 36 negara menghadapi tingkat darurat kelaparan, seperti di Afghanistan, Kongo, Haiti, Ethiopia, Nigeria, Syria, Sudan, Pakistan, dan Yaman. Tidak heran orang tua kita sejak dulu mengajari kita untuk tidak membuang-buang makanan. Bukan semata-mata menghormati jerih payah petani, tapi juga secara tidak langsung bertenggang rasa pada mereka yang kelaparan. 

Di sana susah makan, masa di sini kita buang-buang makanan?  Yah, kita harus akui bahwa jelas ajaran masa kecil itu tidak masuk di otak kita, karena saat ini Indonesia menjadi negara dengan produksi sampah makanan terbanyak di Asia Tenggara. Total sampah makanan di Indonesia mencapai 20,93 juta ton tiap tahunnya. Menyedihkan sekali.

Karena di beberapa negara wabah kelaparan sudah menjadi berita biasa, dan ditambah kebiasaan manusia membuang-buang makanan, maka saya perkirakan dengan angka 8 miliar manusia, urusan makanan ini akan jadi PR yang memusingkan banyak kepala negara. Apalagi kalau misalnya banyak negara yang gagal menerapkan kemandirian pangan. Ada kemungkinan ke depannya kita tidak akan bisa lagi bergantung pada bahan makanan pokok yang standar seperti beras, gandum, kentang, sagu, singkong, ubi, atau jagung.

Kita mesti mencari bahan makanan alternatif, mungkin sorgum, jewawut, gaplek, onggok, bungkil sawit, kulit pisang, atau menir beras. Atau bukankah kita sering dengan makanan aneh di beberapa negara dengan bahan dasar serangga, jangkrik, tikus, embrio hewan, semut, ulat, laron, atau belalang? Hei, jangan geleng-geleng dulu. Siapa tahu ke depannya hidup kita bergantung pada bahan-bahan itu!

#3 Politisi pasti suka

Ini beda urusan lagi. Tapi memang populasi yang banyak mendatangkan keuntungan, salah satunya pada politisi yang selalu membutuhkan suara rakyat setiap beberapa tahun sekali.

Seperti yang kita tahu, secara sederhana beginilah demokrasi bekerja: Pertama, elit-elit politik membagi dua fungsi penduduk sebuah negara, yaitu "kaum ahli" dan "kaum pandir". Dalam kehidupan sehari-hari, kaum pandir dipaksa duduk diam dan melihat negara dijalankan oleh kaum ahli. Dimana kaum pandir tidak boleh protes, karena mereka diposisikan sebagai orang yang tidak tahu apa-apa, atau istilahnya: "biarkan negara dijalankan oleh mereka yang ahli saja". Kaum pandir ini ditekan hingga tak punya power sama sekali kecuali menjadi penonton.

Namun, sekali dalam beberapa tahun, kaum ahli meminjamkan kekuatannya kepada kaum pandir. Sekali dalam beberapa tahun, kaum pandir seolah diperbolehkan mengatur arah jalannya politik negara, tapi pengaturannya terbatas pada "memilih salah satu kaum ahli menjadi pemimpin".

Itulah proses pemilu. Namun setelah proses pemilu yang berlangsung hanya beberapa saat itu, kamu pandir harus mengembalikan kekuasaannya kepada kaum ahli, dan kaum pandir harus mau kembali jadi penonton.

Nah, pada proses pemilu itulah, jumlah populasi penduduk yang banyak akan membuat para politisi suka. Mereka tinggal melakukan pendekatan, pura-pura peduli pada kebutuhan kaum pandir, dan merayu-rayu agar kaum pandir menitipkan kekuasaan pada segelintir kaum ahli. Artinya, makin banyak populasi penduduk, makin banyak kekuatan yang mungkin terkumpul. Di sini politisi akan bahagia sekali.

#4 Invasi Mars

Hal yang harus dipertimbangkan jika populasi dunia terus membengkak adalah melakukan invasi ke planet lain. Soalnya, memang sedikit mengerikan sih kalau dibayangkan, manusia di bumi tambah banyak, sementara ukuran bola dunianya segini-gini aja. Sepertinya memang sudah waktunya kita serius memikirkan invasi ke Mars seperti yang digagas oleh Elon Musk dan banyak pegawai NASA.

Pernah nonton Wall-E kan? Di sana ceritanya, ketika bumi sudah terlalu penuh dan berbahaya, manusia akhirnya diungsikan ke luar angkasa dan bumi hanya jadi tempat pembuangan sampah semata. Artinya, ide menempatkan manusia di luar bumi sebenarnya sudah jamak, bukan hal aneh lagi. Ini sangat mungkin terjadi.

Terlebih, imajinasi bahwa ada planet yang mendukung kehidupan seperti layaknya bumi agak masuk akal. Di tengah alam semesta yang belum terukur ini bukan tidak mungkin ada planet yang bisa menampung manusia. Masalahnya cuma kita belum menemukannya saja.

 Nah, itu beberapa hal yang mungkin terjadi dalam posisi populasi bumi yang sudah mencapai milestone 8 miliar. Pertambahan penduduk ini bisa membawa berkah jika kita bisa mengelolanya bersama, atau membawa musibah jika kita lalai dan hidup awut-awutan. Jadi, bumi seperti apa yang akan kita wariskan ke anak cucu kita kelak? Semua terserah kita.

Salam olah raga!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun