Mohon tunggu...
Bernardinus Hendra Natadiria
Bernardinus Hendra Natadiria Mohon Tunggu... Mahasiswa - Senior Year Informatics Student

Ordinary student by the day, full-time dream-achiever by the night. Writer of the book "Meraih Mimpi dengan Menyanyi" published by Tiga Serangkai. LC #66 | MH #XII

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pemuda (Harus) Cerdik di Tahun Politik

30 Januari 2018   21:30 Diperbarui: 30 Januari 2018   21:34 570
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tak bisa disangkal, tahun 2018 ini adalah tahun politik. Berbagai daerah mulai mempersiapkan diri untuk memilih putra putri terbaiknya menduduki kursi pemerintahan, entah itu di lembaga perwakilan rakyat, atau di singgasana kepemimpinan. Ragam dinamika politik tahun ini juga tentu akan memberi warna dan membawa riak gelombang menuju pusatnya: pemilihan presiden 2019.

Pesta demokrasi di negeri ini tidak pernah sepi. Selalu ada saja hal yang dikerjakan. Ragam hal didiskusikan, bahkan pada titik terburuk sampai memisahkan. Sekat antarsaudara terbentuk. Argumen argumen panas tak jarang dilontarkan. Mirisnya, ada yang sampai memutus persahabatan karena perbedaan pilihan.

Tahun ini, perhelatan demokrasi kedatangan tamu. Mereka ini yang disebut pupuk bawang, newbie, pendatang baru. Ya, tak lain dan tak bukan adalah para pemilih muda. Muda-mudi yang baru saja menginjak usia 17 tahun keatas - yang pada perhelatan politik lalu belum bisa terlibat - mulai ikut andil dalam menentukan pemimpin baru mereka. Tentu sebagai anak muda mereka dipenuhi dengan semangat membara, energi melimpah dan rasa haus akan pengalaman. Tetapi hal ini yang patut diwaspadai dan disadari dalam diri mereka. Jangan sampai stok energi yang ekses ini disalahgunakan oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab untuk menyetir dan memecah belah keguyuban di antara mereka demi merebut kursi kekuasaan.

Para pemilih muda yang masih naif akan lebih mudah diajak untuk bergabung menjadi simpatisan atau anggota partai politik. Rasa ingin tahu yang tinggi, haus akan pengetahuan dan pengalaman berorganisasi, dan segudang motivasi lainnya akan mendasari alasan mereka. Tentu hal ini sangat baik. Berperan di dalam politik aktif sedari muda juga merupakan hal yang penting karena generasi-generasi muda inilah yang akan menjadi pemimpin di masa yang akan datang. Tetapi yang perlu diwaspadai adalah adanya tendensi fanatisme buta yang merusak. Fanatisme buta ini bisa saja terjadi karena 'brainwash' sesama anggota, atau karena pribadi si pemuda yang menganggap pandangan/pilihannya sebagai yang paling sempurna. Dari sinilah perpecahan bermula.

Kecenderungan menentukan pilihan yang fanatik tak hanya dapat terjadi saat menjadi anggota parpol. Melihat fenomena pemilu beberapa saat yang lalu, ada yang memilih karena parasnya, karena kegagahannya, dan karena-karena yang lain. Kemudian menjadi fanatik, menganggap pilihannya paling benar dan menganggap rendah kandidat yang lain.

Sebagai pemilih muda, apalagi yang cerdas dan terpelajar, sungguh tidak elok apabila membuat pilihan hanya karena alasan yang sepele. Sebagai pemuda harus kritis dan aktif. Bukankah itu semangat jiwa muda? Rasa ingin tahu yang tinggi, haus akan pengetahuan dan pengalaman akan hal-hal baru?

Sebelum menentukan pilihan, ada baiknya untuk mempelajari dulu biodata calon, sepak terjangnya, pendidikan dan prestasinya, serta pengalaman-pengalaman terdahulunya. Akan lebih baik jika mencari tahu kasus-kasus terdahulunya (tidak selalu buruk), dan menilai apakah sosok yang bersangkutan layak menjadi pemimpin/wakil daerah kita. Dengan demikian, pilihan yang dibuat tidak atas alasan yang dangkal, tetapi diperkuat oleh fakta-fakta yang mendalam. Sehingga apabila kita terlibat dalam pembicaraan atau debat politik, kita bisa memberikan argumentasi-argumentasi yang kuat, yang disokong oleh fakta-fakta tadi. Bukankan dengan begitu, kita akan terlihat lebih pandai juga? Terlihat lebih cerdas karena memiliki data-data pendukung yang dapat dipercaya kredibilitasnya. Dengan diskusi menggunakan alasan-alasan yang logis dan berbobot, rasanya juga jarang sekali akan terjadi perpecahan dan PHK (pemutusan hubungan kekerabatan) akibat perbedaan pendapat. Pada akhirnya, pesta demokrasi akan menjadi pesta yang benar-benar meriah dan menggembirakan.

-----

Artikel ini adalah sebuah tugas artikel pendidikan kewarganegaraan SMA Kolese Loyola. Dibuat untuk mengkritisi dan mencari makna dibalik fenomena yang terjadi di sekitar kita akhir-akhir ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun