Mohon tunggu...
Hendra
Hendra Mohon Tunggu... Penulis - Clear thinking equals clear writing

Lahir dan besar di Jakarta. Topik tulisan: mengatur keuangan pribadi, kehidupan di Australia dan filosofi hidup sederhana. Saat ini bermukim di Sydney.

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Artikel Utama

Tiga Pelajaran Hidup dari Olahraga Angkat Beban

21 Maret 2016   08:00 Diperbarui: 21 Maret 2016   12:02 885
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Titik training failure setiap orang tentu berbeda, risiko cedera dan overtraining juga harus diperhatikan. Meningkatkan kekuatan otot sama beratnya dengan meningkatkan taraf hidup. Kadang kita hanya memberi 90% dari kapasitas maksimum karena takut gagal, capek, stres dan susah. Padahal orang berhasil berkat kerja keras memberi 110% dari usaha mereka, gagal, bangkit lagi, mengorbankan waktu bersenang-senang dan kurang tidur.

The Weight is The Way

Beberapa tahun lalu seorang teman ingin punya badan gagah lengkap dengan perut six-pack biar waktu pre-wedding bisa foto dengan dada terbuka menggendong calon mempelai wanita. Dia rela merogoh kocek beberapa juta membeli pil pembakar lemak (biar ototnya kelihatannya “kering”), bubuk protein, menyewa personal trainer dan rutin pergi ke gym. Tubuh indah akhirnya memang dia raih dalam beberapa bulan dan juga hilang dalam hitungan bulan

Saya rasa kita juga pernah mendengar kisah serupa, di mana berat badan orang seperti yo-yo. Waktu badan sudah gemuk, semangat berolah raga dan menjaga diet menggebu-gebu. Begitu target berat badan kembali ideal, semangat mengendur. Ketika berat badan mulai naik lagi, balik semangat olah raga dan begitu terus seterusnya naik turun seperti yo-yo.

Dulu saya melihat orang yang menjadikan olah raga sebagai bagian dari gaya hidup itu luar biasa tekadnya. Pasti butuh usaha keras melawan kemalasan dan rasa pegal, pikir saya. Kebetulan saya kenal dengan satu orang gym junkie. Ternyata buat dia, hidup aktif itu sudah menjadi kebiasaan. Awalnya ya, dia mengaku harus memaksa diri pergi ke gym angkat besi. Lama-lama angkat besi menjadi otomatis kegiatan harian sebelum makan siang seperti sikat gigi (tempat kerja dia ada gym).

Buat dia kesehatan itu prioritas. Bentuk tubuh ideal hanya hasil sampingan. Ibaratnya kita sikat gigi biar gigi bersih dan sehat, bukan supaya bisa merasakan sejuknya rasa mint dari pasta gigi.

Tanpa kesadaran diri akan pentingnya kesehatan dan konsistensi yang lahir dari kebiasaan, berolah raga terasa seperti pekerjaan rumah tangga yang tidak ada habis-habisnya – harus dilakukan tapi tidak menyenangkan. Mindset ini alasan terbesar orang cari jalan singkat lewat sedot lemak, bedah kosmetik, makan pil ini itu. Ini juga alasan masih banyak orang berharap bisa hidup enak lewat menang lotere, kawin sama orang kaya, korupsi, naik jabatan dengan menjilat atasan.

Kaisar Roma, Marcus Aurelius, dalam bukunya Meditations menulis “The impediment to action advances action. What stands in the way becomes the way.” Halangan untuk bertindak mendorong tindakan. Penghalang jalan menjadi jalan itu sendiri.

Dulu rasa pegal dari angkat beban dan alasan tidak ada waktu menjadi ‘penghalang’ untuk mendorong diri keluar dari batas kenyamanan. Sekarang rasa penasaran atas batas kemampuan otot mengganti rasa takut pegal, alasan tidak ada waktu menjadi kesempatan menjadikan diri lebih efektif mengatur waktu. Bahkan sekarang  sebelum memulai saya sudah bisa membayangkan betapa segarnya tubuh setelah selesai latihan.

Take care and keep pumping my friends!

Hendra Makgawinata

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun