Sejarah pergerakan mahasiswa yang diprakarsai dengan berdirinya Budi Utomo, bergerak dengan membawa visi percepatan kemajuan bangsa dan negara. Pada tanggal 20 Mei 1908, pemuda pelajar mahasiswa merefleksikan gelora inteleknya terhadap permasalahan negara yang begitu memprihatinkan, dengan berhimpun dalam satu wadah perjuangan, Budi Utomo.
Cikal bakal tersebut menjadi tiang api dalam perjalanan pergerakan mahasiswa di Indonesia, zaman ke zaman, tirani ke tirani. Berhimpunnya mahasiswa dalam sebuah wadah visioner, menempatkan pergerakan mahasiswa sebagai kekuatan dahsyat menandingi kekuatan penjajah, otoriterisme maupun kekuatan partai politik.
Perjalanan bangsa Indonesia, masa ke masa, tidak terlepas dari peranan mahasiswa. Berakhirnya kolonialisasi Belanda dan Jepang merupakan andil dari mahasiswa Indonesia saat itu. Proklamasi kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 1945, juga andil mahasiswa melalui peristiwa Rengasdengklok. Berakhirnya rezim Soekarno, Soeharto, terjadinya Reformasi 1998, dan peristiwa sejarah bangsa lainnya merupakan kreasi dari mahasiswa juga.
Gejolak demi gejolak yang dialami oleh bangsa Indonesia memposisikan mahasiswa sebagai agen perubahan maupun change maker dalam persepsi rakyat. Tentu saja hal itu adalah kewajaran, selain sebagai insan yang dianggap memiliki tingkat wawasan "maha", mahasiswa juga dianggap sebagai insan yang memiliki keteguhan idealisme. Hal inilah yang menjadikan mahasiswa itu sebagai rekan seperjuangan rakyat dalam menghadapi gejolak kebangsaan yang tidak menentu. Intensi terhadap mahasiswa inilah yang menjadikan mahasiswa memiliki prestisi tersendiri dalam benak masyarakat.
Pergeseran zaman, perubahan peradaban negara, dari masa-masa perkembangan hingga menyongsong masa globalisasi menyebabkan pergeseran nilai persepsi masyarakat terhadap pergerakan mahasiswa itu sendiri. Â Kerap kali dalam aksi pergerakan mahasiswa justru mendapatkan tanggapan antipati dari masyarakat awam. Padahal pergerakan mahasiswa itu sendiri mengklaim bahwa perjuangan mereka adalah perjuangan rakyat itu sendiri. Hal itu disebabkan tidak mampunya mahasiswa menyesuaikan diri terhadap perubahan paradigma masyarakat dalam memperjuangkan masalah kebangsaan. Pergerakan mahasiswa gagal dalam memposisikan dirinya dalam sendi kehidupan berbangsa dan gagal menemukan jati dirinya dalam perjuangan masyarakat tersebut.
Gelar agent of change, iron stock, change maker, dan gelar prestise lainnya yang dulunya disematkan bagi mahasiswa seakan-akan tidak memiliki arti spesial bagi masyarakat, sudah biasa. Hal ini terjadi karena mahasiswa itu sendiri tidak mampu membuktikan diri dalam menyandang gelar tersebut. Keintelekan dan kemahaan hanya menjadi embel-embel dalam pergerakan mahasiswa saat ini.
Mahasiswa pada hakikatnya bercirikan intelektualitas dan ilmiah, yang menjadi pembeda dengan golongan lainnya. Zaman terdahulu, alat inilah yang menjadi bargaining power mahasiswa dalam menanggapi dan menyelesaikan persoalan bangsa. Dan identitas inilah yang menciptakan respek moral masyarakat terhadap mahasiswa yang  menempatkan mahasiswa sebagai special partner dalam menguraikan permasalahan kebangsaan.
Menjadi otokritik bagi mahasiswa dan pergerakannya saat ini, masihkah ke-intelektual-an dan ke-ilmiah-an yang menjadi alat dalam aktivitasnya? Mari kita jawab dalam hati kita masing-masing sebagai mahasiswa, sehingga kita mampu mewujudkan pergerakan mahasiswa yang dicitakan demi kemaslahatan bangsa, Negara Kesatuan Republik Indonesia. Mari merefleksikan diri di momentum 20-21 Mei ini.
Hidup Pergerakan Mahasiswa!!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H