Mohon tunggu...
serdaduresah
serdaduresah Mohon Tunggu... Seniman - Bismillàh

Pecinta Sajak

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Awal Titik Juang

19 Februari 2020   13:03 Diperbarui: 19 Februari 2020   13:17 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Mungkin suatu saat aku akan pergi. Bukan berarti meninggalkanmu sendiri bersama sepi yang bila nanti harus terjadi. Dan maaf !, bila pergiku tak ada hal yang Kamu pahami. Bila suatu saat nanti cepat atau lambat kamu akan tahu bahwa memang kenyataannya inilah jalannya. Mau tak mau inilah skenarionya.  Ketentuan tetaplah kenyataan yang tak dapat diubah.

Sebuah kenyataan memang mestinya diterima dengan ikhlas penuh, melebihi segalanya sebelum akhirnya kenyataan itulah duluan melebihimu. Berarti bersiaplah untuk hal (keburukan) yang bisa saja menimpa yang seharusnya kamu mampu hadapi.

Pergiku adalah sebuah kekuatan yang akan kurampung. Aku akan belajar dari segala hal. Pun Aku belajar dari peristiwa alam ; jatuhnya daun yang tak pernah diberitahukan oleh angin yang tak saling membenci, desirnya angin membawa aroma rasa, derasnya hujan membawa kabar gembira pada gersang yang tlah lama kekeringan, puting beliung membungi hanguskan sawah ladangan ; bahwa kekayaan bukanlah segalanya dan akan sirna

Bagiku. Semua yang terjadi adalah keseragaman antara perantaranya. Bahkan diantaranya Kamu dan Aku misalnya. Melaui dua makhluk ciptaan tuhan ; dua rasanya. Dua dimensi raga yang meruangi dalam mengarungi perjalanan kasih. Hehehe. Itukan kata semisal dulu.

Aku dirikulah sekarang. Yang terus maju kedepan. Terus berjuang kedepan. Masalah bukanlah kata henti, ia diciptakan untuk dipecahkan. Kata orang bukanlah pukulan mundur, saat jalanku melamban sedikit mengulur alur, bahwa kita tahu tak semua terjadi bisa akur. Dan mungkin akan mereka sadar tertawanya adalah pada awal juangku yang kini telah menuai hasil dan perlahan menarik kembali katanya dan melukai dirinya sendiri.

Aku tak akan menyalahkan langkahku yang pernah berjalan disampingmu. Aku juga tak akan pernah menyalahkan siapa_pun yang pernah menyinggah dipersimpangan jalanku lalu memilih arah lain. Atau sekadar menyoloti aturan penyelewengan hak-hak ketentuan. Aku tak pandai. Jalanku terlalu tamba mendurasi lambanku yang ada.

                  Masa depan, saat ini
            Kenangan lalu adalah cara
          tuhan, tuk membuat hidupmu
     lebih berwarna, sekaligus amanah    
        tuhan tuk dipadukan menjadi
                 warna yang sempurna
                  yang lebih bermakna.

Sekian

By ; Hendra

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun