Mohon tunggu...
Hendra Kumpul
Hendra Kumpul Mohon Tunggu... Lainnya - Ro'eng Koe

Sedang Belajar Menulis ndakumpul@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Qou Vadis Relokasi Dana Bantuan Covid-19: Seekor Babi Berharga 9 Juta dan Ayam Rp 770 Ribu

5 Mei 2020   22:28 Diperbarui: 5 Mei 2020   22:19 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan  (PKH) mengadakan realokasi anggaran dalam rangka penanganan Covid-19. Anggaran tersebut dikhususkan untuk bantuan babi dan ayam lokal. Bantuan babi berjumlah 550 ekor dengan total biaya 5,03 miliar. Karena itu, satu ekor babi dianggarankan berharga Rp. 9 Juta. Sedangkan anggaran untuk ayam lokal sebesar 26,9 miliar untuk 35.000 ekor ayam. Dengan demikian, satu ekor ayam seharga Rp. 770.000 (detik.com).

Membaca berita ini, saya langsung tersentak. Ada yang aneh dan di luar akal sehat. Betapa tidak, harga seekor babi bisa sampai 9 Juta. Apalagi babi-babi yang akan diberikan masih berupa anakan babi, bukan babi besar.

Dan, yang paling miris harga seekor ayam ialah Rp. 770.000. Oh My God, sebegitu mahalnya kah harga ayam? Sungguh-sungguh tak wajar dan di luar realitas yang terjadi selama ini.

Bantuan Babi dan Ayam: Berkah atau Kutuk?

Pixaby.com
Pixaby.com
Kita patut mengapresiasi Direktorat PKH dalam menganggarkan babi dan ayam kepada masyarakat selama masa pandemi covid-19. Artinya, pemerintah selalu memperhatikan rakyatnya.

 Dan, itu merupakan sebuah berkah bagi rakyat yang menerimanya. Betapa tidak, harga seekor babi di pasaran sekarang lumayan mahal. Di Manggarai, NTT, misalnya harga seekor babi anak yang sudah berusia beberapa bulan berada pada kisaran Rp. 300.000 hingga Rp. 800.000. 

Sedangkan seekor babi besar yang sudah berusia bertahun-tahu dibanderol dengan harga Rp 3 juta hingga Rp. 5 juta.Harga babi dan ayam memang cukup mahal karena banyak masyarakat sekarang membutuhkan babi. 

Di Manggarai, NTT, misalnya babi dan ayam selalu menjadi hewan sembelihan utama dalam acara-acara besar. Acara pernikahan, kematian, upacara-upacara adat, syukuran, dan beragam acara lain selalu saja daging babi dan ayam yang disediakan. Daging-daging lainnya, semisal ikan, hanya menjadi alternatif tambahan belaka. Yang penting ada daging babi dan ayam.

Karena itu, banyak orang beramai-ramai memelihara babi dan ayam. Kandang-kandangnya mereka buat. Pakannya juga selalu diperhatikan. Bahkan beberapa orang secara serius menekuni bisnis babi dan ayam untuk menggenjot perekonomian keluarga. Tak ayal, ekonomi keluarga pun perlahan-lahan meningkat.

Selain itu, babi dan ayam selalu membantu keluarga di masa perekonomian kritis. Misalnya, di Mmanggarai ketika orangtua tak lagi mampu membiaya uang sekolah dan kuliah anak-anak mereka, babi dan ayam menjadi pelarian utama.

Ada istilah julu dan leis. Julu berarti seekor babi dibunuh secara sengaja untuk dibagi-bagikan kepada mereka yang ingin memakan daging babi atau secara sukarela membelinya untuk membantu sang orang tak lagi berdaya membayar uang sekolah dan kuliah anak-anak mereka.

Pemilik babi akan melakukan leis. Leis berarti ajakan untuk masyarakat sekampung dan sekitarnya agar ikut dalam julu. Harga babi perpotongnya mencapai Rp.100 ribu. 

Bayangkan, jika ada 40 orang yang ikut julu, maka pemilik babi akan mendapat uang sebesar Rp 4 juta meskipun babinya berukuran sedang dan kecil.

Semua warga tak akan mengeluh dan tolak meski harganya cukup mahal dengan porsi daging babi yang sedikit. Hal ini terjadi karena julu babi tersebut betul-betul membantu orangtua murid untuk membayar uang sekolah atau kuliah anak-anak mereka.

Begitu pun halnya dengan ayam lokal. Ia menjadi hewan yang laris-manis untuk dimakan. Di rumah-rumah makan, nasi ayam menjadi menu laris-manis. Di rumah dan acara-acara lainnya, ayam selau menjadi menu favorit. U Akibatnya, permintaan pasar terhadap ayam cukup tinggi.

Selain itu, pemeliharaannya cukup ringan dibanding hewan lainnya. Untuk babi, ia hanya di kasih makan saat pagi dan sore hari dengan pakan yang tak terlalu rumit. 

Di Manggarai, pakan babi cukup dengan daun ubi talas, singkong, atau batang pisang (elong) yang dicampuri dedak atau juga sisa-sisa makanan manusia (nasi, sayur, dan lauk). 

Jika tidak ada dedak juga, tidak apa-apa. Pemberian vaksin pun tidak terlalu rutin. Namun, babi-babi tersebut dengan cepat besar. Jika sudah berusia bertahun-tahun harganya melonjak naik.

Pemeliharaan ayam, lebih gampang lagi. Yang penting buat kandang. Di pagi hari, mereka dilepaskan dari kandang di sore hari mereka dengan sendirinya kembali ke kandang. Maklum, di Manggarai ayam dibiarkan berkeliaran bebas untuk mencari makannya. Bila tiba, mereka pulalah yang menjadi makanan lezat masyarakat kampung.  

Mungkin direktorat PKH telah membaca situasi ini, sehingga anggaran bantuan hewan  kepada rakyat dikhususkan untuk babi dan ayam.
Namun, realokasi anggarannya sungguh miring. Mana mungkin seekor babi dijual dengan harga 9 juta per ekor, apalagi babi kecil. Atau lebih tragis, seekor ayam Rp 770.000.

Hampir semua wilayah di Manggarai, NTT, harga seekor ayam, berkisar RP. 50 ribu hingga Rp. 300 ribu. Sementara itu, Direktorat PKH dengan seenaknya mematok harga yang berlipat-lipat untuk babi dan ayam. Miris bukan? Atau jangan sampai direktorat PKH tak tahu-menahu soal harga babi dan ayam lokal di pasaran. Atau juga ada rencana terselubung di baliknya. Sungguh tragis, bantuan juga punya rencana terselubung.

Solusi

Bantuan babi dan ayam lokal merupakan yang mengena langsing pada kehidupan sehari-hari masyarakat miskin. Namun, hemat saya, agar rakyat tidak curiga, pangkaslah anggaran babi dan ayam yang terlalu besar tersebut. Apalagi kini, pmerintah kekurangan uang untuk pencegahan covid-19?  

Direktorat PKH meski merealokasi ulang  anggaran bantuan babi dan ayam dengan cara menurunkannya sedikit. Direktorat PKH meski lebih dahulu mencari tahu harga pasaran babi dan ayam lokal, sehingga tidak serampangan membuat aturan. Apalagi mematok harga yang terlalu tinggi dan berindikasi korupai.

Rajin-rajinlah hadir ke tengah masyarakat, agar tahu apa yang terjadi dengan mereka termasuk harga babi dan ayam. Jangan sampai kesalahan Menteri pendidikan  terulang lagi, tidak tahu masih banyak masyarakat Indonesia belum diterangi listrik.    

Makanya, khususnya, direktorat PKH mesti melakukan kajian yang lebih mendalam dulu baru mengeluarkan kebijakan.      

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun