Di awal tahun 2020, sewaktu  usia saya mendekati 70, saya berencana  menjalani pensiun di tahun berikutnya, yakni  2021.Saya pikir di usia 71 ini udah cukup buat saya bergelut mencari nafkah.Namun hal ini hanya sebatas rencana, jadi belum mantap.
Soalnya dengan bekerja, di samping dapat duit,saya  masih bisa berinteraksi dengan banyak orang dan tak kalah pentingnya saya dapat melatih otot  supaya  tidak kendur.Kerja part time masih  menyisakan  banyak  waktu  istirahat.
Kata pensiun di AS sebenarnya tidak ada, asal kita masih sanggup, tetap di pakai.Kolega  perempuan saya di di WAl-Mart sudah berusia 82 namun masih sanggup berdiri 5 jam di bagian  Sales Promotion.Tapi  jika  kita sendiri mengingininya, pemerintah  akan mengembalikan pajak yang mereka tahan (Sosial Secerity) ditambah uang pensiun dari tempat kita bekerja. Uang SS sebenarnya sudah bisa kita nikmati pada usia 62.
Tapi Covid 19, tanpa kami harap "menyerang" kami sekeluarga sampai-sampai harus berdiam dan "bergulat" di RS berbulan-bulan dan dengan berat hati  merelakan kepergian ibu mertua saya karena wabah ini.
Dan atas kemurahan Tuhan kami masih di beri kesempatan  melanjutkan hidup.Sayangnya tubuh saya sudah berubah, tidak prima lagi, mudah lelah. Oleh karena itu saya ajukan pensiun pada Union di perusahaan.
Kota kediaman kami, Fredericksburg, Virginia, memberikan kebersihan, kesunyian, dan ketenangan membuat saya benar-benar menikmatinya. Kadang2 di tengah suasana damai ini, saya sempatkan jalan santai di pagi  atau sore hari keliling kompleks sambil menikmati  lagu-lagu lawas  Ebiet, Brury Marantika, Franky /Jane, Bob Tutupoly, atau Panbers.
Di tengah kesendirian  dengan  lirik lagu  Ebiet yang bermakna,tidak  sadar  " fragments" di benak saya  perlahan  terbentuk  dan  saya "terseret" lagi   ke masa silam di tanah air.
Ada pula gambar seorang pengemudi  mobil Avanza melirik  dari jendela mobil sambil tersenyum lalu menguap di tahan.Mungkin dia sudah kecapaan bermacet ria.Tiba2 lengkingan se ekor burung elang yang melayang rendah di atas danau  meluluh lantakkan  gambar2 di kepala saya.
Terkadang saya amat merindukan moment2 itu, kemacetan, ke ruwetan, ke kerasan di barengi  dengan ke akraban, ke bersamaan, atau pun kesederhanaan, menyajikan sesuatu yang tidak bisa di nilai dengan uang.
Memang tidak ada yang sempurna, kata batin saya.
Ketika  tiba di rumah, saya langsung ngaso di teras belakang, lalu lanjut menikmati  sisa lagu Ebiet G.Ade  yang terputus, 'Bila Kita Ikhlas"
------------------------
Tak selayaknya kita memaki
Mengumpat dan menggerutu
Hidup serba sulit
Jangan hanya mendongak ke langit
Tengoklah ke bawah  dan merunduk ke bumi
Tengoklah mereka yang papah
Lebih pantas mengeluh
-------dan seterusnya---------
-------dan seterusnya---------
Mudah2an lirik yang saya tulis tidak salah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H